Jakarta: Menyambut Pemilihan Umum
(Pemilu) 2024, para aparatur sipil negara (
ASN), baik
PNS maupuk PPPK sangat dituntut penuh untuk menjaga netralitas.
Hal ini diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangani lima pimpinan kementerian atau lembaga, yakni Kemendagri, Bawaslu, KemenPAN-RB, KASN, BKN.
Netralitas ASN di saat pemilu memang sangat krusial. Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah membeberkan beberapa alasan kenapa ASN harus dan wajib netral dalam Pemilu:
1. Merusak tatanan demokrasi
Keberadaan ASN yang tak netral jelang Pemilu dianggap merusak tatanan demokrasi. Pasalnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menemukan banyak ASN yang memiliki kartu anggota partai politik, terutama di daerah-daerah.
"Dugaan maraknya ASN tidak netral, apalagi menjelang Pemilu 2024, harus mendapat perhatian serius. Sangat berbahaya jika dibiarkan," kata Trubus melalui keterangan tertulis.
Menurut, situasi ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power dan korupsi. "Para ASN itu juga bisa memengaruhi publik atas partai tertentu dan sosok tertentu. Apalagi ASN di daerah adalah teladan yang dihormati," kata dia.
2. Berpotensi korupsi
ASN tidak netral juga berpotensi menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik. Dia bisa leluasa memakai kendaraan dinas untuk kepentingan acara politik.
"Sangat mungkin seperti itu. Potensi perilaku korup pun menjadi tinggi. Karena bisa jadi bukan hanya kendaraan, namun anggaran dinas juga bisa dipakai untuk kegiatan politik," ucap Trubus.
3. Merusak iklim kerja di instansi
Dampak lain yang tak kalah serius, lanjut dia, pembiaran ASN tidak netral bisa merusak iklim kerja tempat mereka bertugas. Karena, tidak menutup kemungkinan beberapa ASN memiliki orientasi politik yang berbeda.
"Misal ASN ini pilih A, dan yang satu B. Nah, itu kan bisa ‘cakar-cakaran’ di dalam satu unit," ujar Trubus.
4. Mengganggu pelayanan publik
Kondisi tersebut, jika dibiarkan ujungnya justru merugikan masyarakat. Misalnnya, pelayanan publik menjadi terganggu, termasuk pada kecepatan dan keandalan layanan.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan ASN melakukan pungutan liar kepada masyarakat. "Karena ASN-nya butuh duit, butuh anggaran," kata dia.
KASN mencatat, pada 2020-2022, dari 2.073 ASN yang dilaporkan, 1.605 di antaranya (77,5%) terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi. Dari jumlah tersebut, 1.420 ASN (88,5%) sudah ditindaklanjuti Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))