Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta pengawasan di internal
Mahkamah Konstitusi (MK) jelang persidangan
sengketa Pemilu 2024 diperkuat. Sehingga, salah satu tahapan pemilu itu berjalan dengan objektif dan independen.
"Harus ada pengendalian dan pengawasan internal yang efektif agar tidak ada jajaran MK yang terlibat dalam penanganan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) melakukan tindakan-tindakan transaksional atau menyimpang," kata anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, kepada Media Indonesia, Minggu, 24 Maret 2024.
Dia menyampaikan pengawasan internal agar tidak ada jajaran MK yang terlibat dalam penanganan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) melakukan tindakan-tindakan transaksional atau menyimpang. Sebab, hal itu bisa berdampak buruk terhadap kredibilitas dan integritas MK di mata publik dalam menangani perselisihan hasil pemilu 2024.
“MK harus mampu menjaga kepercayaan publik di mana momen PHPU ini harus bisa dimanfaatkan MK untuk meyakinkan publik bahwa MK memang independen dan mampu menjadi pemutus PHP dengan seandil-andilnya dan terbebas dari intervensi politik dalam bentuk apapun,” ungkap dia.
Dia juga meminta MK memastikan proses persidangan berjalan terbuka, transparan, dan akuntabel terkait sengketa
Pemilu 2024. MK juga diminta memberikan ruang yang memadai bagi para pihak untuk melakukan pembuktian atas dalil-dalilnya.
“MK juga harus konsisten menjalankan Putusan MKMK soal mencegah benturan kepentingan dalam penanganan perkara,” sebut dia.
Titi mengatakan PHPU di MK adalah saluran bagi para pihak yang merasa keberatan terhadap penetapan hasil pemilu. Pada pilpres 2024, PHPU bisa juga mencakup permohonan yang berpengaruh pada siapa yang bisa masuk ke putaran kedua.
Titi menyampaikan para pemohonan harus mampu membuktikan bahwa dalil-dalil keberatan yang mereka ajukan memiliki alasan kuat. Serta, berdampak signifikan terhadap perolehan suara.
“Hal itu bisa dilakukan apabila pemohon mengemas permohonannya dengan kokoh, solid, dan argumentatif, serta didukung alat bukti yang sangat memadai,” sebut dia.
Titi menilai alat bukti tersebut mampu membangun benang merah dengan berbagai dalil, fakta hukum, maupun tuntutan atau petitum yang diajukan pemohon. Alat bukti dapat berupa dokumen tertulis, keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, ataupun keterangan pihak.
Di sisi lain, kemampuan pemohon merangkum data, fakta, dan argumen akan lebih mudah meyakinkan hakim untuk menerima dalil-dalil pemohon. Apalagi jika diperkuat oleh proses pembuktian yang efektif dan mampu menggugah rasa keadilan majelis hakim MK yang menangani perkara PHPU.
“Permohonan PHPU di MK bukan saja soal keberatan pemohon, tapi hal itu juga jadi instrumen hukum agar pemilu dan demokrasi tegak dan konsisten dijalankan sesuai nilai dan prinsip pemilu yang konstitusinal,” ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))