Jakarta: Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai
Mahkamah Konstitusi menunjukkan inkonsistensi dalam perkara gugatan sistem pemilu terbuka. Indikasi dan sinyal-sinyal dari hakim yang berpotensi mengubah sistem pemilu jelang pesta demokrasi ini dinilainya sudah melanggark etik.
“Ini adalah gambaran hakim yang sedang bermain-main dengan perkara yang ada demi kepentingan tertentu,” kata Feri, dikutip dalam
Metro Siang di
Metro TV, Senin, 5 Juni 2023.
Putusan 22-24/PUU-VI/2008 menyatakan sistem proporsional terbuka adalah sistem yang konstitusional. Bahkan, pasal 22 E ayat 2 menegaskan bahwa pemilu merupakan proses memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Sistem proporsional terbuka tidak hanya terdapat pada putusan MK, tetapi juga tercantum di UUD 1945. Dia menyayangkan hakim konstitusi melawan UUD, yang jelas dan tegas menyatakan proses penyelenggaran pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka
“UUD sudah menyatakan bahwa proporsional terbuka adalah pilihan yang menggambarkan prinsip di Pasal 1 ayat 2 UUD, bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Mestinya dijalankan, tidak dinafikan oleh penjaga konstitusinya sendiri,” tegasnya.
Pasal 22E Ayat 6 UUD 1945 juga menyatakan sistem pemilu dan tata cara penyelenggaraannya itu merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Menurutnya, MK melanggar konsep yang dibuat sendiri jika hakim konstitusi mencoba mengubah perspektif tentang open legal.
“Saya dan teman-teman masyarakat sipil selalu mencoba mengawal proses pemilu, Kalau, ada kejanggalan, akan jadi fokus kita untuk melakukan pembelaan,” tegas dia.
(Jessica Gracia Siregar)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.idJangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SUR))