Jakarta: Tiga Hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dalam putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau
sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies-Muhaimin (AMIN).
Ketiga hakim yang menyampaikan dissenting opinion tersebut antara lain Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat. Tiga hakim tersebut mempunyai pendapat berbeda dari lima hakim lainnya yakni Suhartoyo, Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P Foekh, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani yang menyatakan bahwa gugatan sengketa Pilpres 2024 tidak bisa dibuktikan.
"Terhadap putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga orang hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbainingsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat," kata Hakim MK, Suhartoyo.
Berbeda dengan lima hakim yang menolak gugatan, berikut ini dissenting opinion dari tiga hakim MK Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbainingsih.
Saldi Isra
Saldi Isra memiliki pendapat berbeda dengan lima hakim lain. Ia menyoroti tentang penyaluran bantuan sosial (bansos), netralitas pejabat negara, hingga pemungutan suara ulang. Saldi bahkan mengatakan dalil kubu Anies-Muhaimin terkait politisasi bansos dan netralitas pejabat beralasan menurut hukum.
Ia mempertimbangkan penyaluran bansos yang berdekatan dengan penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024. Ia juga menyayangkan penggunaan keuangan negara untuk penyaluran bansos.
"Padahal, secara konstitusional, hakikat keuangan negara harus digunakan bagi kepentingan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (vide Pasal 23 ayat (1) UUD 1945) tanpa boleh ditunggangi untuk kepentingan yang bersifat pribadi maupun segelintir kelompok," ujar Saldi Isra.
"Dengan menyatakan dalil a quo terbukti, maka akan menjadi pesan jelas dan efek kejut (deterrent effect) kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 yang akan datang untuk tidak melakukan hal serupa," ungkapnya.
Tak hanya itu saja, dalam dissenting opinion-nya, ia juga mendukung adanya pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah.
"Karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," pungkasnya.
Arief Hidayat
Sementara itu, hakim Arief Hidayat dalam dissenting opinion-nya juga menilai adanya kecurangan yang terstruktur, dan sistematis dalam Pilpres 2024. "Pemerintah telah melakukan pelanggaran pemilu secara terstruktur dan sistematis," kata Arief.
Arief menilai seluruh cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif semestinya tidak boleh sedikitpun cawe-cawe dan memihak dalam proses Permilu 2024.
"Tindakan ini secara jelas telah mencederai sistem keadilan Pemilu (electoral justice yang termuat tidak hanya di dalam berbagai instrumen hukum internasional, tetapi juga diadopsi di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa penyelenggaraan Pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," tegasnya.
Tak hanya itu saja, Arief juga sepakat untuk dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. Menurutnya, PSU dilakukan di 6 provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian, memerintahkan a revote in Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatra Utara," beber Arief.
Enny Nurbainingsih
Hakim Enny Nurbainingsih juga memaparkan dissenting opinion. Ia juga sepakat kalau MK seharusnya memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah demi menciptakan terselenggaranya pemilu secara jujur dan adil.
"Untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah," ujar Enny.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))