Jakarta: Tiga Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan
dissenting opinion dalam menyikapi putusan permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Terhadap putusan
Mahkamah Konstitusi a quo ada pendapat berbeda atau
dissenting opinion dari tiga hakim konstitusi," kata Ketua MK Suhartoyo saat persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin, 22 April 2024.
Ketiga
hakim konstitusi yang memberikan dissenting opinion itu yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Tiga hakim itu mempunyai pendapat berbeda dari lima hakim lainnya yakni Suhartoyo, Guntur Hamzah, Daniel Yusmic P Foekh, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani yang menyatakan bahwa gugatan sengketa Pilpres 2024 tidak bisa dibuktikan.
Lantas, apa maksud dari
dissenting opinion? Dan apa sebenarnya tujuan dari mekanisme hukum MK tersebut? Berikut
Medcom.id telah merangkum informasinya.
Pengertian Dissenting Opinion
Dissenting opinion atau pendapat minoritas adalah bagian dari proses pengambilan keputusan di banyak lembaga peradilan terutama di pengadilan tingkat tinggi seperti Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.
Dissenting opinion memiliki sejarah panjang dalam sistem hukum, khususnya di negara-negara dengan sistem hukum yang didasarkan pada common law seperti Amerika Serikat dan Inggris. Dalam sistem hukum tersebut, pengadilan sering kali diberi kebebasan untuk memberikan penafsiran hukum yang berbeda, terutama dalam kasus-kasus yang kompleks atau kontroversial.
Dissenting opinion juga diartikan sebagai pendapat seorang hakim atau lebih yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap keputusan mayoritas hakim dalam majelis hakim yang mengambil keputusan dalam persidangan.
Dissenting opinion merupakan bagian integral dari proses pengambilan keputusan di berbagai lembaga peradilan di seluruh dunia. Meskipun mungkin tidak selalu dianggap sebagai mayoritas, pandangan minoritas tersebut memainkan peran penting dalam memperkaya diskusi hukum, menjaga kemandirian peradilan, dan memfasilitasi perkembangan hukum yang lebih maju.
Meskipun
dissenting opinion memiliki nilai dalam menjaga keberagaman pendapat dalam sistem peradilan, beberapa kritikus menganggapnya sebagai tanda ketidakstabilan atau kurangnya konsistensi dalam hukum. Mereka berpendapat bahwa hal ini dapat membingungkan atau mengurangi otoritas hukum dalam suatu yurisdiksi.
Pendapat ini akan tetap dimasukkan dalam keputusan. Namun perbedaan pendapat tersebut tidak akan menjadi acuan yang mengikat dan tetap akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah putusan.
Ketentuan tentang dissenting opinion dalam sistem hukum Indonesia didasarkan pada ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yaitu:
- Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
- Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
- Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SUR))