Manajemen olahraga harus baik dari hulu ke hilir, mulai dari pembinaan sejak dini, ada sekolah untuk setiap cabang olahraga, pengelolaan kejuaraannya, penghargaan dan apresiasi yang tinggi terhadap para atlet, jaminan kesejahteraan bagi mantan atlet, serta pembinaan olahraga melalui sekolah, pesantren, dan institusi agama seperti masjid, gereja, vihara, pura, klenteng, atau organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis, PGI, KWI, PHDI, Walubi, dan sebagainya.
Endingnya, beban pembiayaan olahraga tidak hanya dipikul oleh pemerintah melalui APBN saja, tetapi dilakukan secara bersama-sama dengan cara gotong royong semua pihak, semua sektor, dan semua potensi yang ada, temasuk institusi sekolah dan agama jika memang pemerintah tidak sanggup membangun sekolah khusus bagi setiap cabang olahraga yang ada.
Hal ini harus dipikirkan dan dilakukan oleh kita semua karena olahraga tidak hanya, sekali lagi, berkaitan dengan penyelenggaraan event dan efek kebugarannya saja, tetapi jauh lebih penting bisa menggerakkan ekonomi, industri, dan pariwisata. Mungkin, ini yang menjadi spirit kita bersama tahun ini dengan mengusung tema “Sport Science, Sport Tourism, dan Sport Industry.”
Artinya, olahraga harus digerakkan melalui sains (sekolah/ pendidikan) yang akan menjadi industri dan pariwisata yang mensejahterakan masyarakat dan membesarkan bangsa kita. Meskipun dalam kondisi pandemi saat ini, pembinaan dan pengembangan olahraga harus tetap serius dilakukan. Bahkan, bisa menjadi momentum memperkuat keduanya.