Farouk Muhammad, Wakil Ketua DPD RI
ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang sedang dibahas pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menjadi pertaruhan bagi pemerintah untuk merealisasikan janji politiknya, yaitu Trisakti dan Nawa Cita.
Pemerintah memiliki momentum yang tepat untuk bisa sepenuhnya memasukkan program prioritas dalam mendukung visi dan misi pembangunan presiden terpilih.
APBN 2016 harus memiliki pendekatan yang berbeda dari APBN sebelumnya, terutama dalam mempercepat proses pembangunan kewilayahan.
Pendekatan kewilayahan
Salah satu agenda prioritas yang terdapat dalam Nawa Cita, yaitu 'Akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan', sudah sejalan dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016, yaitu mempercepat pembangunan infrastruktur untuk meletakkan fondasi pembangunan yang berkualitas. Perpaduan antara Nawa Cita dan RKP bisa diartikan sebagai keinginan pemerintah untuk membangun fondasi infrastruktur yang kuat berbasis kewilayahan untuk menopang pembangunan nasional.
Mulai APBN-P 2015, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih luas pascadihapusnya subsidi BBM.
Oleh karena itu, RKP dalam RAPBN 2016 harus diarahkan untuk meningkatkan belanja produktif yang akan difokuskan untuk membangun infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan wilayah di Indonesia.
Pembangunan berbasis kewilayahan perlu mendapat perhatian khusus dalam penyusunan RKP 2016, mengingat keterbatasan APBN dalam membiayai pembangunan infrastruktur setiap tahunnya.
Pemerintah tidak mungkin bisa memenuhi semua keinginan daerah untuk membangun semua infrastruktur yang diusulkan.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur yang berbasis kewilayahan bisa menjadi solusi untuk mengatasi luasnya wilayah Indonesia, serta keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah.
Pemerintah perlu fokus untuk membangun pola pembangunan yang berbasis kewilayahan.
Pembangunan nasional berbasis kewilayahan menempatkan pulau-pulau besar seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, serta rumpun-rumpun kepulauan seperti Nusa Tenggara, Bali, dan Maluku sebagai target pembangunan yang berbasis kewilayahan.
Perencanaan pembangunan infrastruktur menjadikan pulau-pulau besar tersebut sebagai basis pembangunan yang akan memberikan dampak terhadap pembangunan di setiap provinsi, kabupaten, dan kota yang terdapat dalam wilayah tersebut.
Pembangunan jalan tol Sumatra, dari Aceh hingga Lampung, diharapkan akan memberikan multiplier effect yang sangat besar bagi perpindahan arus barang sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi di semua provinsi yang dilalui jalan tol tersebut.
Pembangunan jalan trans-Kalimantan, Sulawesi, dan Papua akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perlintasan orang dan barang bagi pembangunan ekonomi di daerah tersebut.
Pembangunan infrastruktur pelabuhan yang terintegrasi antara Bali dan NTB akan menjadikan kawasan tersebut sebagai sentral pariwisata unggulan yang memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara.
Pembangunan infrastruktur jembatan, waduk, dan pelabuhan harus berdimensi kewilayahan, memberikan manfaat bagi daerah atau propinsi sekitar secara merata, sehingga ketimpangan pembangunan lambat laun akan bisa diperkecil.
Strategi APBN
Terbatasnya anggaran APBN untuk belanja infrastruktur harus disikapi dengan membuat strategi yang tepat.
Rasio anggaran belanja infrastruktur terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di Indonesia masih sekitar 3%-4% per tahun, bandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang sudah mencapai angka 5%-7% per tahun, bahkan Tiongkok sudah mencapai angka 9% per tahun.
Hambatan fiskal yang selama ini menjadi penghambat pembangunan infrastruktur harus dibuka sehingga bisa memperbesar alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur.
Pemerintah bersama parlemen (DPR dan DPD RI) harus mencari terobosan dan alternatif untuk mengatasi masalah klasik yang dihadapi APBN.
Pemerintah harus bisa mencari terobosan yang lebih tepat untuk mengurangi belanja subsidi, terutama belanja subsidi yang multiplier-nya jauh lebih rendah ketimbang investasi pemerintah lainnya.
Pemerintah harus bisa mengubah pendekatan belanja subsidi yang selama ini menambah beban APBN, menjadi belanja yang bisa memberikan stimulus bagi pembangunan ekonomi.
Postur APBN 2016 diharapkan mampu mengedepankan alokasi belanja modal untuk mendukung kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur yang berbasiskan kewilayahan.
Relokasi belanja subsidi energi yang besar harus dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur energi masa depan.
Pemerintah juga sudah harus membuat perencanaan yang bersifat jangka panjang untuk membangun infrastruktur energi selain fosil.
Setiap wilayah di Indonesia memiliki kekayaan sumber energi yang sangat besar.
Sejalan dengan itu semua, pemerintah pun harus bisa mengubah pola penggunaan defisit anggaran yang selama ini dipergunakan untuk membiayai seluruh program dan kegiatan kementerian/lembaga (K/L), diubah hanya untuk membiayai pembangunan infrastruktur, misalkan untuk pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan pelabuhan sehingga akan memiliki dampak yang sangat besar bagi pembangunan ekonomi nasional.
Jika anggaran defisit dalam APBN-P 2015 sebesar Rp225,9 triliun atau sekitar 1,9% dari PDB dipergunakan sepenuhnya untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, akan banyak pembangunan infrastruktur yang bisa diselesaikan.
DPD berharap pemerintah dalam merencanakan dan menyusun APBN 2016 memunculkan terobosan-terobosan baru yang lebih tepat dan efektif, khususnya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur yang berbasis kewilayahan, sehingga secara umum akan meningkatkan kualitas belanja APBN.
Memperkuat basis wilayah
Luasnya wilayah dan jumlah penduduk yang besar menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Hampir tidak mungkin untuk bisa memenuhi semua keinginan dan harapan pembangunan di daerah.
Oleh karena itu, perlu pendekatan yang berbasis kewilayahan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan di Indonesia.
Setiap pembangunan infrastruktur harus memiliki multiplier effect bagi daerah yang ada di sekitar pembangunan tersebut sehingga setiap daerah akan bisa mendorong pertumbuhan ekonominya.
Terbatasnya ruang fiskal dalam setiap pembiayaan APBN harus disiasati dengan pengelolaan anggaran yang efektif, tepat sasaran, dan bernilai guna.
Momentum APBN 2016 harus dimanfaatkan pemerintah secara baik, agar Nawa Cita dan Trisakti tidak sekadar menjadi slogan belaka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di