Metrotvnewscom, Jakarta: RANCANGAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 telah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah kemarin. Besaran APBN tergolong luar biasa karena menembus angka Rp 2.000 triliun.
Dengan besaran seperti itu, maka kita pantas berharap ada peluang perbaikan kehidupan masyarakat yang lebih besar. RAPBN super ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan dengan itu kita bisa berharap masyarakat akan bisa memetik manfaatnya.
Sayang RAPBN yang super itu ternyata minim stimulus. RAPBN itu lebih banyak akan dipakai untuk membiayai pembengkakan subsidi. Seperti subsidi bahan bakar minyak yang alokasinya naik sekitar Rp 44 triliun dibandingkan APBN Perubahan 2014 ini.
Hanya sekitar 8 persen hingga 9 persen saja RAPBN yang dirancang memberikan stimulus kepada pertumbuhan perekonomian. Padahal kalau saja RAPBN bisa memberikan ruang sekitar 20 persen bagi pembangunan, maka dampaknya akan sangat luar biasa bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat.
Presiden Yudhoyono bukan tidak menyadari hal ini. Dalam pengantar nota keuangan kemarin, Presiden mengakui adanya kekeliruan dalam penggunaan subsidi. Khusus subsidi BBM yang menyedot anggaran yang begitu besar, telah salah sasaran.
Anehnya tidak ada upaya untuk membuat anggaran lebih tepat sasaran. Pemerintah sekarang tidak berani untuk melakukan realokasi anggaran yang jelas-jelas keliru dan tidak memberi banyak kontribusi bagi perbaikan kehidupan masyarakat.
Banyak yang sebenarnya bisa lebih dilakukan pemerintahan Yudhoyono selama 10 tahun kekuasaannya. Pada tahun 2005 saat baru memegang tampuk kekuasaan, pemerintah pernah menaikkan harga BBM hingga rata-rata 110 persen.
Sayang kebijakan yang seharusnya menjadi modal untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dibuyarkan lagi. Pada tahun 2009 untuk kepentingan politik, harga BBM bersubsidi diturunkan kembali dari Rp 6.000 per liter menjadi Rp 4.500 per liter.
Keputusan itu hanya menjadi pemanis sesaat, namun dalam jangka panjang membawa malapetaka. Perekonomian Indonesia yang sedang dalam tren menaik, tiba-tiba berbalik arah pada kuartal kedua tahun 2013. Tekanan itu terus berlangsung hingga sekarang ini.
Sejak tahun lalu Indonesia harus menghadapi tiga defisit sekaligus yaitu defisit neraca transaksi berjalan, defisit perdagangan, dan defisit anggaran. Penyebab utama dari ketiga defisit tersebut adalah tingginya impor minyak karena meningkatnya konsumi dan rendahnya produksi minyak dalam negeri.
Tekanan yang hebat terhadap anggaran itu terus menggoyahkan perekonomian nasional. Untuk mengurangi tekanan tersebut, pemerintah tahun lalu akhirnya menaikkan lagi harga BBM bersubsidi dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.500 per liter. Namun kenaikan itu relatif hanya mengembalikan harga ke posisi tahun 2008 dan tidak cukup untuk meredam tekanan terhadap kesehatan anggaran.
Untuk itulah banyak pihak mengharapkan pemerintah menaikkan lagi harga BBM bersubsidi. Dengan itulah diharapkan tekanan terhadap anggaran bisa diperlonggar dan sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih efisien dalam menggunakan energi.
Tidak kurang dari Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Keuangan Chatib Basri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida. Alisyahbana yang berpandangan perlu adanya penaikan harga BBM bersubsidi. Itulah yang akan meredam peningkatan konsumsi BBM pada masyarakat dan sekaligus memberi ruang fiskal kepada pemerintah untuk bisa melakukan pembangunan.
Dengan konsumsi BBM masyarakat mencapai 48 juta kiloliter sekarang ini, setiap kenaikan Rp 1.000 per liter akan membuat pemerintah bisa menghemat anggaran sampai Rp 48 triliun. Dana sebesar itu merupakan modal yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan kegiatan pembangunan yang lebih produktif.
Usia pemerintahan sekarang ini memang tinggal dua bulan lagi. Tugas untuk membenahi penggunaan anggaran lebih pantas kita bebankan kepada pemerintahan baru. Kita tidak mungkin berharap pemerintah sekarang mau menjalankan kebijakan yang lebih realitis.
RAPBN 2015 yang disampaikan Presiden Yudhoyono merupakan amunisi yang diperuntukkan bagi pemerintahan mendatang. Meski anggaran disusun oleh pemerintah sekarang, namun penggunanya adalah pemerintah yang baru.
Belajar dari pengalaman selama ini, kita tentu berharap pemerintah baru tidak mengulangi kesalahan yang sama. Harus ada perubahan fundamental dalam pengelolaan anggaran negara untuk memperbaiki kesalahan struktural yang sudah terjadi selama ini.
Tanpa adanya perubahan fundamental, kita tidak cukup mempunyai ruang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Padahal kita semua mendambakan pembangunan yang lebih adil di mana seluruh rakyat bisa merasakan anggaran yang super ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di