Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) diyakini bakal segera disahkan. Keyakinan itu muncul, meski bakal beleid tersebut tak menjadi RUU yang fokus dibahas pada Tahun Sidang 2021-2022.
"RUU PKS dan RUU Pendidikan Kedokteran sedang dalam tahap penyelesaian," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya melalui keterangan tertulis, Rabu, 18 Agustus 2021.
Dia cukup menyayangkan hal tersebut. Padahal, RUU PKS dan sejumlah bakal beleid lainnya dinilai sangat urgen segera disahkan.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menduga hal itu terjadi karena buruknya komunikasi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD). Sehingga, pimpinan DPR tak mengetahui progres pembahasan RUU PKS di Baleg.
"Komunikasi AKD dengan pimpinan tidak berjalan dengan baik. Tidak update. Ini yang kita sesalkan," ungkap dia.
Baca: RUU PKS Belum Disahkan, Indonesia Dinilai Belum Merdeka Sepenuhnya
Tak hanya RUU PKS, pimpinan DPR disebut mengabaikan RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Padahal, kedua RUU ini sudah melewati tahap harmonisasi di Baleg. Pembahasan tak bisa dilanjutkan karena belum diparipurnakan sebagai inisiatif DPR.
"Itu dua undang-undang yang populis," ungkap Willy.
Dia cukup menyayangkan sikap pimpinan DPR tersebut. Dia mengaku sudah bersurat tiga kali mengingatkan pimpinan DPR untuk segera menindaklanjuti kedua RUU tersebut.
"Selaku pimpinan Baleg dan ketua Panja, saya sudah bersurat tiga kali kepada Mbak Puan. Tidak ada respons sama sekali," sebut legislator daerah pemilihan Jawa Timur XI ini.
Dia pun mengingatkan pimpinan DPR untuk tidak menutup mata terhadap kedua RUU tersebut. Pimpinan DPR tak boleh menghalangi pengesahan RUU PPRT dan RUU Masyarakat Hukum Adat yang sudah melalui mekanisme dan tata tertib yang berlaku.
Dia menegaskan sikap tersebut bakal berdampak buruk terhadap citra DPR. Pimpinan dinilai telah melanggar tata tertib yang sudah disepakati bersama.
"Jika aturan tidak dijalankan sesuai dengan apa yang tertulis, maka runtuhlah lembaga ini," ujar dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menyebut ada tujuh RUU yang menjadi prioritas pembahasan DPR pada Tahun Sidang 2021-2022. Yaitu, RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), RUU Penanggulangan Bencana, RUU tentang Perubahan Kelima atas UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Lalu, RUU Tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat adan Pemerintah Daerah, RUU Jalan, RUU Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), dan RUU Tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU)
Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) diyakini bakal segera disahkan. Keyakinan itu muncul, meski bakal beleid tersebut tak menjadi RUU yang fokus dibahas pada Tahun Sidang 2021-2022.
"RUU PKS dan RUU Pendidikan Kedokteran sedang dalam tahap penyelesaian," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Willy Aditya melalui keterangan tertulis, Rabu, 18 Agustus 2021.
Dia cukup menyayangkan hal tersebut. Padahal,
RUU PKS dan sejumlah bakal beleid lainnya dinilai sangat urgen segera disahkan.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu menduga hal itu terjadi karena buruknya komunikasi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan (AKD). Sehingga, pimpinan DPR tak mengetahui progres pembahasan RUU PKS di Baleg.
"Komunikasi AKD dengan pimpinan tidak berjalan dengan baik. Tidak update. Ini yang kita sesalkan," ungkap dia.
Baca:
RUU PKS Belum Disahkan, Indonesia Dinilai Belum Merdeka Sepenuhnya
Tak hanya RUU PKS, pimpinan DPR disebut mengabaikan RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Padahal, kedua RUU ini sudah melewati tahap harmonisasi di Baleg. Pembahasan tak bisa dilanjutkan karena belum diparipurnakan sebagai inisiatif DPR.
"Itu dua undang-undang yang populis," ungkap Willy.
Dia cukup menyayangkan sikap pimpinan DPR tersebut. Dia mengaku sudah bersurat tiga kali mengingatkan pimpinan DPR untuk segera menindaklanjuti kedua RUU tersebut.