Jakarta: Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie menilai kenaikan tarif bea meterai dari Rp6 ribu menjadi Rp10 ribu akan membebani masyarakat. Kenaikan tersebut dianggap sebagai kiat pemerintah mendapatkan uang dari rakyat.
"Pemerintah (pendapatan dari) pajak sudah banyak, kenapa masih harus mengurusi meterai lagi," ujar Alvin, Jakarta, Sabtu, 5 September 2020.
Alvin mengatakan masyarakat kerap menggunakan meterai untuk berbagai bentuk transaksi. Misalnya tanda terima pembayaran dan surat pernyataan ataupun surat kuasa.
"Misalnya akan membuat surat kuasa untuk seseorang menerima kartu kredit atas nama saya, harus pakai meterai," ucapnya.
Padahal, kata Alvin, dalam hukum sah atau tidaknya sebuah dokumen atau perjanjian bukan ditandai dari ada meterai atau tidak. Meterai hanya menjadi salah satu instrumen pendapatan negara. Sementara itu, negara telah menerima pendapatan dari pajak, antara lain pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, dan lain-lain.
Dia menyampaikan ketika seseorang berperkara di pengadilan, dokumen bermeterai juga dijadikan sebagai barang bukti. "Berapa banyak yang mengandalkan dokumen bermeterai dalam berperkara? Ini hanya kiat pemerintah untuk mendapatkan pendapatan dari rakyatnya," tegas Alvin.
Dia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dengan kebijakan baru tersebut. Pasalnya baru-baru ini, ada dua eks pejabat Kantor Pos Medan, Sumatra Utara, yang menjadi tersangka lantaran terjerat kasus korupsi penyalahgunaan sebanyak 349.000 meterai seharga Rp6 ribu. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp2.094.000.000.
"Kita juga tahu ada pejabat yang sekarang ini sedang diproses hukum karena korupsi meterai," terang Alvin.
Bava: Bea Meterai Dipatok Rp10 Ribu Mulai 2021
Menurut dia, kenaikan tarif bea meterai bagi orang yang berpendapatan besar kemungkinan tidak menjadi persoalan. Namun, tarif baru ini akan membebani masyarakat berpendapatan rendah yang memerlukan meterai dalam menjalankan urusannya.
Kenaikan tarif bea meterai diutarakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menyatakan tarif bea meterai yang saat ini bernominal Rp3 ribu dan Rp6 ribu per lembar akan digabungkan menjadi satu tarif sebesar Rp10 ribu per lembar. Tarif baru rencananya diterapkan pada 1 Januari 2021.
Dia menyampaikan ketika seseorang berperkara di pengadilan, dokumen bermeterai juga dijadikan sebagai barang bukti. "Berapa banyak yang mengandalkan dokumen bermeterai dalam berperkara? Ini hanya kiat pemerintah untuk mendapatkan pendapatan dari rakyatnya," tegas Alvin.
Dia mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dengan kebijakan baru tersebut. Pasalnya baru-baru ini, ada dua eks pejabat Kantor Pos Medan, Sumatra Utara, yang menjadi tersangka lantaran terjerat kasus korupsi penyalahgunaan sebanyak 349.000 meterai seharga Rp6 ribu. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp2.094.000.000.
"Kita juga tahu ada pejabat yang sekarang ini sedang diproses hukum karena korupsi meterai," terang Alvin.
Bava: Bea Meterai Dipatok Rp10 Ribu Mulai 2021
Menurut dia, kenaikan tarif bea meterai bagi orang yang berpendapatan besar kemungkinan tidak menjadi persoalan. Namun, tarif baru ini akan membebani masyarakat berpendapatan rendah yang memerlukan meterai dalam menjalankan urusannya.
Kenaikan tarif bea meterai diutarakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia menyatakan tarif bea meterai yang saat ini bernominal Rp3 ribu dan Rp6 ribu per lembar akan digabungkan menjadi satu tarif sebesar Rp10 ribu per lembar. Tarif baru rencananya diterapkan pada 1 Januari 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)