Jakarta: Pengamat hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai banyak masyarakat yang salah mengartikan Pasal 240 Rancangan KHUP (RKHUP). Ia memastikan pasal tersebut tidak mengekang kebebasan berpendapat masyarakat.
Berikut bunyi draf Rancangan KUHP. Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
"Setiap delik materil itu adalah delik yang melarang timbulnya akibat tertentu. Dalam pasal 240 RKHUP ini akibatnya kerusuhan," ujar Chairul kepada Medcom.id, Kamis, 16 Juni 2022.
Chairul menerangkan banyak hal yang dapat memicu munculnya kerusahan. Salah satunya dengan menyebarkan informasi bohong atau hoax.
"Termasuk juga di antarannya melakukan penghinaan terhadap pemerintah. Tapi tujuan orang itu sebenarnya bukan menghina, tujuannya menimbulkan kerusuhan," terang dia.
Baca: DPR Tunggu Draf RKUHP dari Pemerintah
Namun, ia menekankan Pasal 240 tidak dapat diterapkan kepada seseorang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah, namun tidak berujung timbulnya kerusuhan. Kasus tersebut dapat dikaitkan dengan penghinaan pribadi pejabat negara.
"Tapi bukan pemerintahnya yang menjadi persoalan," tuturnya.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat dapat melihat pasal hukuman penghinaan pemerintah pada kalimat kerusuhan. "Saya kira berbeda dengan tudingan yang mengatakan kebebasan berpendapat, gak ada dasarnya," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Tobas) mengaku belum mengetahui salah satu pasal dalam draf KHUP mengenai penghinaan terhadap pemerintah yang diganjar hukuman 3 tahun penjara. Menurut dia, pasal itu tidak masuk 14 isu krusial RKHUP.
"Kami belum pelajari itu. Mayoritas fraksi berpendapat pembahasan tingkat pertama sudah cukup dan mendalam jadi tidak perlu lagi dibahas jadi kita harus hormati itu juga. Padahal, kami berharap ada pembahasan paling tidak soal 14 isu," kata dia, di Jakarta, Rabu, 15 Juni 2022.
Tobas menilai perlu pembahasan dalam 14 isu krusial itu. Salah satunya soal upaya menjaga batasan pasal mengenai penyerangan harkat martabat presiden sehingga tidak menjadi hambatan bagi demokrasi.
"Harus ada pembatasan yang diberikan dan itu dijelaskan dalam penjelasan pasal. Selain itu, Pasal 2 hukum pidana adat kami meminta ada kejalasan dalam penjelasan soal pemenuhan proses atau azas legalitas," kata dia.
Jakarta: Pengamat hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai banyak masyarakat yang salah mengartikan Pasal 240
Rancangan KHUP (RKHUP). Ia memastikan pasal tersebut tidak mengekang kebebasan berpendapat masyarakat.
Berikut bunyi draf Rancangan
KUHP. Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
"Setiap delik materil itu adalah delik yang melarang timbulnya akibat tertentu. Dalam pasal 240 RKHUP ini akibatnya kerusuhan," ujar Chairul kepada
Medcom.id, Kamis, 16 Juni 2022.
Chairul menerangkan banyak hal yang dapat memicu munculnya kerusahan. Salah satunya dengan menyebarkan informasi bohong atau hoax.
"Termasuk juga di antarannya melakukan penghinaan terhadap pemerintah. Tapi tujuan orang itu sebenarnya bukan menghina, tujuannya menimbulkan kerusuhan," terang dia.
Baca:
DPR Tunggu Draf RKUHP dari Pemerintah
Namun, ia menekankan Pasal 240 tidak dapat diterapkan kepada seseorang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah, namun tidak berujung timbulnya kerusuhan. Kasus tersebut dapat dikaitkan dengan penghinaan pribadi pejabat negara.
"Tapi bukan pemerintahnya yang menjadi persoalan," tuturnya.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat dapat melihat pasal hukuman penghinaan pemerintah pada kalimat kerusuhan. "Saya kira berbeda dengan tudingan yang mengatakan kebebasan berpendapat, gak ada dasarnya," tuturnya.