Jakarta: Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diharapkan mampu menjadi 'obat kuat' perekonomian Indonesia. Utamanya dalam menghadapi krisis.
"Sebab ekonomi bugar tapi tidak fit," kata pakar ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dalam diskusi virtual Smart FM dengan tema Pekerja dan UU Cipta Kerja, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Dia menyebut ekonomi yang tidak fit selalu terlihat ketika Indonesia mengalami krisis. Misalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang turun.
"Jadi seperti orang baru sehat, disuruh balapan lari kecapean, setelah selesai lari sakit sedikit-sedikit. Beda dengan yang bugar, siap tempur," ungkap dia.
Hal itu terlihat paska krisis 1998. Berdasarkan data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia 7,8 persen pada 1996 namun menjadi 5 persen pada 2004.
Contoh lain, yakni pada 2007. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,34 persen saat itu, namun melemah menjadi 4,6 persen pada 2008. Sebab, perekonomian Indonesia terdampak krisis finansial global.
Setelah itu, perekonomian Indonesia kembali membaik namun angkanya tidak bisa menyentuh 6,34 persen. Sempat menyentuh 6 persen pada 2012, pertumbuhan perekonomian Indonesia konstan 5 persen semenjak 2013 hingga sekarang.
Baca: Efektivitas UU Ciptaker Bergantung pada Aturan Turunan
"Kemudian krisis pandemi covid-19 kemudian recovery, barangkali kita akan tumbuh di 4,5 persen saja," sebut dia.
Dia menyebut tren ini membuktikan daya saing Indonesia menurun. Samirin mengatakan Presiden Joko Widodo telah menyadari hal itu sejak awal memimpin pada 2014.
Menurut dia, solusi yang ditemuh yakni 16 paket kebijakan ekonomi. Namun hal itu tidak berdampak signifikan.
"Sejak 2018 kita melihat semacam ada frustasi di pemerintah itu. Kita sudah melakukan banyak hal, tetapi kenapa tidak ada efek," kata dia.
Beberapa menteri pun mulai melakukan diskusi kecil. Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian periode 2014-2019 Darmin Nasution menginisiasi pembahasan aturan memangkas regulasi. Namun, saat itu idenya tak menjurus pada omnibus law.
"Bagaimana centang perenang regulasi ini dikombinasi menjadi sesuatu yang lebih simpel kemudian memiliki kekuatan lebih. Dan bentuknya bukan hanya perpres (peraturan presiden) tapi undang-undang," ujar dia.
Akhirnya, Jokowi pada awal pemerintahan 2019-2024 menginisiasi Omnibus Law Cipta Kerja. Setelah melalui proses pembahasan aturan sapu jagat kemudahan investasi itu disahkan pada 5 Oktober 2020.
Namun, tugas mengurai carut marut sektor perizinan belum selesai. Keberhasilan implementasi UU Cipta Kerja tergantung pada aturan turunan dan kesiapan birokrasi Indonesia menjalankan aturan tersebut.
"Karena ketika kita melihat kenapa paket kebijakan ekonomi tidak memberikan efek karena banyak masalah pada implementasi birokrasi," ujar Samirin.
Jakarta: Undang-Undang Cipta Kerja (
UU Ciptaker) diharapkan mampu menjadi 'obat kuat' perekonomian Indonesia. Utamanya dalam menghadapi krisis.
"Sebab ekonomi bugar tapi tidak fit," kata pakar ekonomi dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dalam diskusi virtual Smart FM dengan tema Pekerja dan UU Cipta Kerja, Sabtu, 10 Oktober 2020.
Dia menyebut ekonomi yang tidak fit selalu terlihat ketika Indonesia mengalami krisis. Misalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang turun.
"Jadi seperti orang baru sehat, disuruh balapan lari kecapean, setelah selesai lari sakit sedikit-sedikit. Beda dengan yang bugar, siap tempur," ungkap dia.
Hal itu terlihat paska krisis 1998. Berdasarkan data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia 7,8 persen pada 1996 namun menjadi 5 persen pada 2004.
Contoh lain, yakni pada 2007. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,34 persen saat itu, namun melemah menjadi 4,6 persen pada 2008. Sebab, perekonomian Indonesia terdampak krisis finansial global.
Setelah itu, perekonomian Indonesia kembali membaik namun angkanya tidak bisa menyentuh 6,34 persen. Sempat menyentuh 6 persen pada 2012, pertumbuhan perekonomian Indonesia konstan 5 persen semenjak 2013 hingga sekarang.
Baca: Efektivitas UU Ciptaker Bergantung pada Aturan Turunan
"Kemudian krisis pandemi covid-19 kemudian
recovery, barangkali kita akan tumbuh di 4,5 persen saja," sebut dia.