Jakarta: Suasana politik di Tanah Air menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 kian memanas. Berbagai isu tak sedap pun mulai bermunculan. Salah satunya terkait isu upaya membangun dinasti politik menuju pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Kecurigaan terhadap upaya membangun dinasti politik ini bisa muncul setelah adanya permohonan atau pengajuan gugatan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dilakukan sejumlah partai politik ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa di antaranya meminta agar batas usia minimal Capres dan Cawapres diturunkan dari 40 menjadi 35 tahun.
Fenomena tersebut juga mendapat banyak perhatian dari sejumlah tokoh masyarakat. Tak terkecuali Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Ia mengkritik langkah pengajuan gugatan yang dilakukan parpol terkait perubahan batas usia minimal capres dan cawapres ke MK.
"Karena enggak benar. Saya senang kalau anak muda bisa maju di sini, anak muda keren banget. Tapi kan memperdebatkannya bukan di lembaga yudikatif dong. Itu kan keputusan politik. Enggak tepat dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ujar Bivitri dalam program Metro TV, Suara Reboan, Rabu, 6 September 2023.
Bivitri berharap pengajuan permohonan batas usia capres dan cawapres seharusnya bisa ditolak MK. Jika disetujui, Bivitri menilai hal tersebut akan merugikan publik. Menurutnya, kualifikasi capres dan cawapres tidak bisa diatur dengan sembarang, mengingat kedua jabatan tersebut sangat penting.
"Saya sih setuju anak muda maju, cuma kan kualifikasinya harus jelas kalau pemilu. Artinya kalau memang mau dilepas apa dari segi usia harus ada ukuran line nya untuk menjadi filter buat kita untuk memilih atau tidak memilih orang. Itu adalah rekam jejak," kata Bivitri.
"Nah itu enggak diatur sekarang ini di dalam Undang Undang. Jadi kalau diputus oleh MK, dilepas saja, entah 35 tahun, entah menurut saya sih sekalian saja samain dengan usia pemilih. Tapi kalau enggak dikasih pagar line, menurut saya yang dirugikan publik karena kita jadi nggak punya filter tentang seseorang yang sudah matang berpolitik. Capres cawapres ini jabatan penting. Bukan main-main gitu kan," lanjutnya.
Senada dengan Bivitri, Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai pengajuan gugatan batas umur tidak seharusnya diajukan di MK. Bahkan, menurutnya, pengajuan ini hanya sebatas permintaan untuk mengurangi batas usia untuk capres dan cawapres.
"Kalau tawar penawaran ujung-ujungnya ini open legal policy. Berikan saja ke DPR. Biarkan saja tawar-menawarnya terjadi. Bukan di majelis Mahkamah Konstitusi ini," kata Ray.
"Oleh karena itu, sejak awal saya mengatakan, ini mestinya sudah dinyatakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena para penggugat atau para pemohon ini tidak sedang menguji konstitunalitas sebuah pasal. Mereka hanya meminta usia diturunkan," tuturnya.
Kecurigaan dinasti politik
Langkah mengajukan gugatan batas usia capres dan cawapres ini juga dianggap bisa menimbulkan stigma di kalangan publik. Salah satunya adalah kecurigaan adanya upaya membangun dinasti politik. Apalagi gugatan batas usia minimal di MK hampir berbarengan dengan rencana sejumlah partai politik yang ingin mencalonkan Gibran menjadi Cawapres.
Menanggapi situasi ini, Bivitri pun tak menampik jika kecurigaan terhadap upaya membangun dinasti politik bisa muncul di kalangan publik. Jika benar demikian, ia menilai langkah dinasti politik harus bisa dicegah.
Bivitri menilai ada banyak upaya untuk bisa mencegah dinasti politik. Menurutnya, harus ada aturan jelas dan kriteria untuk mengukur kapasitas seseorang untuk bisa mendapatkan jabatan politik.
"Kita sering luput untuk melihat bahwa kita perlu loh aturan main yang jelas soal gimana caranya orang tetap punya hak untuk dipilih meskipun dia misalnya ada hubungan kekerabatan, tapi kapasitas politiknya itu harus teruji dulu. Nah kita belum sampai di situ," tambahnya.
"Jadi butuh aturan main yang melindungi publik karena secara umum publik akan sekarang ini lebih melihat sesuatu yang sifatnya mentereng, gelar misalnya. Makanya berebutan minta gelar doktor honoris Kausa dan Profesor bisa dibeli itu sekarang," tuturnya.
Pada saat bersamaan, Ray juga angkat bicara mengenai bahayanya dinasti politik. Ia mengatakan, dinasti politik yang memiliki unsur nepotisme tidak bisa dibiarkan. Sebab menurutnya, banyak daerah yang gagal dibangun para pemimpin daerah yang mencoba untuk membangun dinasti politik.
"Dari sekian banyak praktek politik dinasti itu mana sih yang maju daerahnya? Kita bicara aja yang faktual enggak usah berteori," kata Ray.
Isu dinasti politik di Tanah Air juga mendapat tanggapan dari pengamat politik Rocky Gerung. Menurutnya, dinasti politik bisa saja dilakukan, asalkan berkompetensi.
"Kompeten atau tidak? Baru diedarkan ke dinasti politik. Jadi bukan diselundupkan lewat konstitusi. Itu masalahnya," kata Rocky.
Hanya saja, dinasti politik memiliki nilai negatif. Menurutnya, dinasti politik mematikan prinsip demokrasi yang tidak ingin melewati kompetisi.
"Dinasti disodorkan untuk menutup pertengkaran argumentatif. Dinasti tidak melewati kompetisi karena lahir dari ambisi seseorang," tutupnya.
Jakarta: Suasana politik di Tanah Air menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 kian memanas. Berbagai isu tak sedap pun mulai bermunculan. Salah satunya terkait isu upaya membangun dinasti politik menuju pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Kecurigaan terhadap upaya membangun dinasti politik ini bisa muncul setelah adanya permohonan atau pengajuan gugatan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang dilakukan sejumlah partai politik ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa di antaranya meminta agar batas usia minimal Capres dan Cawapres diturunkan dari 40 menjadi 35 tahun.
Fenomena tersebut juga mendapat banyak perhatian dari sejumlah tokoh masyarakat. Tak terkecuali Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti. Ia mengkritik langkah pengajuan gugatan yang dilakukan parpol terkait perubahan batas usia minimal capres dan cawapres ke MK.
"Karena enggak benar. Saya senang kalau anak muda bisa maju di sini, anak muda keren banget. Tapi kan memperdebatkannya bukan di lembaga yudikatif dong. Itu kan keputusan politik. Enggak tepat dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ujar Bivitri dalam program Metro TV, Suara Reboan, Rabu, 6 September 2023.
Bivitri berharap pengajuan permohonan batas usia capres dan cawapres seharusnya bisa ditolak MK. Jika disetujui, Bivitri menilai hal tersebut akan merugikan publik. Menurutnya, kualifikasi capres dan cawapres tidak bisa diatur dengan sembarang, mengingat kedua jabatan tersebut sangat penting.
"Saya sih setuju anak muda maju, cuma kan kualifikasinya harus jelas kalau pemilu. Artinya kalau memang mau dilepas apa dari segi usia harus ada ukuran line nya untuk menjadi filter buat kita untuk memilih atau tidak memilih orang. Itu adalah rekam jejak," kata Bivitri.
"Nah itu enggak diatur sekarang ini di dalam Undang Undang. Jadi kalau diputus oleh MK, dilepas saja, entah 35 tahun, entah menurut saya sih sekalian saja samain dengan usia pemilih. Tapi kalau enggak dikasih pagar line, menurut saya yang dirugikan publik karena kita jadi nggak punya filter tentang seseorang yang sudah matang berpolitik. Capres cawapres ini jabatan penting. Bukan main-main gitu kan," lanjutnya.
Senada dengan Bivitri, Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai pengajuan gugatan batas umur tidak seharusnya diajukan di MK. Bahkan, menurutnya, pengajuan ini hanya sebatas permintaan untuk mengurangi batas usia untuk capres dan cawapres.
"Kalau tawar penawaran ujung-ujungnya ini open legal policy. Berikan saja ke DPR. Biarkan saja tawar-menawarnya terjadi. Bukan di majelis Mahkamah Konstitusi ini," kata Ray.
"Oleh karena itu, sejak awal saya mengatakan, ini mestinya sudah dinyatakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena para penggugat atau para pemohon ini tidak sedang menguji konstitunalitas sebuah pasal. Mereka hanya meminta usia diturunkan," tuturnya.
Kecurigaan dinasti politik
Langkah mengajukan gugatan batas usia capres dan cawapres ini juga dianggap bisa menimbulkan stigma di kalangan publik. Salah satunya adalah kecurigaan adanya upaya membangun dinasti politik. Apalagi gugatan batas usia minimal di MK hampir berbarengan dengan rencana sejumlah partai politik yang ingin mencalonkan Gibran menjadi Cawapres.
Menanggapi situasi ini, Bivitri pun tak menampik jika kecurigaan terhadap upaya membangun dinasti politik bisa muncul di kalangan publik. Jika benar demikian, ia menilai langkah dinasti politik harus bisa dicegah.
Bivitri menilai ada banyak upaya untuk bisa mencegah dinasti politik. Menurutnya, harus ada aturan jelas dan kriteria untuk mengukur kapasitas seseorang untuk bisa mendapatkan jabatan politik.
"Kita sering luput untuk melihat bahwa kita perlu loh aturan main yang jelas soal gimana caranya orang tetap punya hak untuk dipilih meskipun dia misalnya ada hubungan kekerabatan, tapi kapasitas politiknya itu harus teruji dulu. Nah kita belum sampai di situ," tambahnya.
"Jadi butuh aturan main yang melindungi publik karena secara umum publik akan sekarang ini lebih melihat sesuatu yang sifatnya mentereng, gelar misalnya. Makanya berebutan minta gelar doktor honoris Kausa dan Profesor bisa dibeli itu sekarang," tuturnya.
Pada saat bersamaan, Ray juga angkat bicara mengenai bahayanya dinasti politik. Ia mengatakan, dinasti politik yang memiliki unsur nepotisme tidak bisa dibiarkan. Sebab menurutnya, banyak daerah yang gagal dibangun para pemimpin daerah yang mencoba untuk membangun dinasti politik.
"Dari sekian banyak praktek politik dinasti itu mana sih yang maju daerahnya? Kita bicara aja yang faktual enggak usah berteori," kata Ray.
Isu dinasti politik di Tanah Air juga mendapat tanggapan dari pengamat politik Rocky Gerung. Menurutnya, dinasti politik bisa saja dilakukan, asalkan berkompetensi.
"Kompeten atau tidak? Baru diedarkan ke dinasti politik. Jadi bukan diselundupkan lewat konstitusi. Itu masalahnya," kata Rocky.
Hanya saja, dinasti politik memiliki nilai negatif. Menurutnya, dinasti politik mematikan prinsip demokrasi yang tidak ingin melewati kompetisi.
"Dinasti disodorkan untuk menutup pertengkaran argumentatif. Dinasti tidak melewati kompetisi karena lahir dari ambisi seseorang," tutupnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id(ROS)