Langkah Pemerintah Bentuk Komcad Diapresiasi
Achmad Zulfikar Fazli • 06 Oktober 2021 23:06
Jakarta: Langkah pemerintah membentuk komponen cadangan (komcad) menuai respons positif. Konstitusi mengamanatkan setiap warga berkewajiban dan berhak membela negara atau disebut sistem pertahanan semesta (sishanta), dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan urgensi komcad makin menguat jika mengacu perang generasi keempat (4th generation warfare/4GW). Peperangan generasi keempat merupakan konflik yang ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil. Sehingga monopoli negara atas pasukan tempur berkurang drastis karena kembali ke mode konflik umum di zaman pramodern, di mana salah satu partisipan utamanya bukan negara melainkan aktor non-negara.
"Peperangan generasi keempat sering kali melibatkan pelaku kekerasan non-negara yang mencoba menerapkan aturan atau kehendak mereka sendiri atau setidaknya mencoba untuk mengacaukan dan mendelegitimasi negara tempat peperangan terjadi sampai negara menyerah atau menarik diri," kata Khairul saat dihubungi, Rabu, 6 Oktober 2021.
Khairul menambahkan peperangan generasi keempat sering tampak dalam konflik yang melibatkan negara gagal dan perang saudara, terutama yang melibatkan aktor non-negara, masalah etnis atau agama yang sulit diselesaikan, atau disparitas militer konvensional yang parah. Konflik ini cenderung terjadi di wilayah geografis yang digambarkan sebagai celah non-integrasi.
"Dari gambaran itu jelas komcad yang direkrut dari berbagai potensi sumber daya nasional tersebut merupakan solusi yang disiapkan sishanta dalam rangka mempersempit disparitas militer konvensional terkait penanganan sumber-sumber ancaman, seperti teknologi, globalisasi, fundamentalisme agama, dan pergeseran norma moral, dan etika yang relatif tidak dikuasai militer konvensional," tutur dia.
Dalam konsep sishanta, kekuatan pertahanan negara terdiri atas tiga komponen, yaitu TNI sebagai komponen utama (komput), komcad, dan komponen pendukung (komduk). Sesuai UU PSDN, komcad untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar, serta memperkuat kekuatan dan kemampuan komput dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.
Komduk, terang Khairul, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komput dan komcad. Status komduk dapat ditingkatkan menjadi komcad dalam kondisi mobilisasi.
"Artinya, komcad mobilisasi adalah total komcad hasil rekrutmen ditambah komduk yang dimobilisasi," ujar dia.
Baca: Jokowi Akan Jadi Inspektur Upacara Penetapan Komcad TNI
Komduk terdiri atas kelompok warga terlatih, seperti purnawirawan TNI/Polri, Resimen Mahasiswa (Menwa), Satpam, Satpol PP, Polsus, Linmas, serta anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dapat dipersamakan dengan warga terlatih macam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam). Selain itu, kelompok tenaga ahli sesuai profesi dan keahlian yang ditekuni, serta kelompok warga lain seperti veteran dan aparatur sipil negara (ASN).
Khariul mempertanyakan apakah Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah menghitung proyeksi kebutuhan personel komcad. "Berapa banyak yang harus direkrut secara terbuka? Bagaimana formula penghitungannya? Dari mana angka kebutuhan dalam jumlah besar itu?" ujar dia.
Kemudian, dia juga mempersoalkan apakah Kemhan telah mendata, memilah, memilih, dan memverifikasi jumlah komduk yang ada. Menurut dia, pengelolaan komduk harus dilakukan dengan baik dan cermat.
Dia mengingatkan sekalipun pembentukan komcad penting, namun tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa. Sebab, komcad dimobilisasi dalam menghadapi ancaman militeristik dan hibrida. Aancaman tersebut terdiri atas agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, kerusakan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya alam, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serta serangan kimia.
"Mana yang sudah eksis? Mana yang teridentifikasi mengarah pada ancaman hibrida? Mana yang nirmiliter?" ucap dia.
Ancaman hibrida bersifat campuran antara yang militeristik dan non-militeristik juga berpotensi melibatkan aktor kekerasan non-negara. "Apa ancaman terdekat terhadap negara ini yang bersifat militeristik dan hibrida?" ujar dia.
Khairul menilai Kemhan mesti memikirkan potensi ekses sosial pembentukan komcad ini. Jika tak terkelola dengan baik, sama saja sedang menyiapkan munculnya potensi kriminalitas dan gangguan keamanan baru yang berpeluang muncul dari hadirnya pengangguran yang memiliki keterampilan dasar militer.
"Mengapa? Dijelaskan dalam UU PSDN, komcad itu memiliki masa aktif dan tidak aktif. Masa aktif adalah saat komcad dilatih dan dimobilisasi. Saat itu, bahkan hukum militer berlaku untuk mereka, sedangkan masa tidak aktif dimulai seusai pelatihan hingga saat mobilisasi," jelas dia.
Adapun mobilisasi komcad tergantung pada kebutuhan terhadap ancaman dalam waktu dekat, masih lama, atau tak pernah diaktifkan sama sekali hingga masa pengabdiannya berakhir pada umur 48 tahun. Oleh karena itu, pembatasan penggunaan komcad menjadi salah satu kelemahan UU PSDN.
"Padahal mengacu pada kondisi hari ini saja, kita jelas membutuhkan kehadiran banyak sumber daya untuk penanganan wabah penyakit yang telah disebutkan sebagai salah satu bentuk ancaman bagi pertahanan negara," ujar dia.
Jakarta: Langkah pemerintah membentuk
komponen cadangan (komcad) menuai respons positif. Konstitusi mengamanatkan setiap warga berkewajiban dan berhak
membela negara atau disebut sistem pertahanan semesta (sishanta), dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN).
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan urgensi komcad makin menguat jika mengacu perang generasi keempat
(4th generation warfare/4GW). Peperangan generasi keempat merupakan konflik yang ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil. Sehingga monopoli negara atas pasukan tempur berkurang drastis karena kembali ke mode konflik umum di zaman pramodern, di mana salah satu partisipan utamanya bukan negara melainkan aktor non-negara.
"Peperangan generasi keempat sering kali melibatkan pelaku kekerasan non-negara yang mencoba menerapkan aturan atau kehendak mereka sendiri atau setidaknya mencoba untuk mengacaukan dan mendelegitimasi negara tempat peperangan terjadi sampai negara menyerah atau menarik diri," kata Khairul saat dihubungi, Rabu, 6 Oktober 2021.
Khairul menambahkan peperangan generasi keempat sering tampak dalam konflik yang melibatkan negara gagal dan perang saudara, terutama yang melibatkan aktor non-negara, masalah etnis atau agama yang sulit diselesaikan, atau disparitas militer konvensional yang parah. Konflik ini cenderung terjadi di wilayah geografis yang digambarkan sebagai celah non-integrasi.
"Dari gambaran itu jelas komcad yang direkrut dari berbagai potensi sumber daya nasional tersebut merupakan solusi yang disiapkan sishanta dalam rangka mempersempit disparitas militer konvensional terkait penanganan sumber-sumber ancaman, seperti teknologi, globalisasi, fundamentalisme agama, dan pergeseran norma moral, dan etika yang relatif tidak dikuasai militer konvensional," tutur dia.
Dalam konsep sishanta, kekuatan pertahanan negara terdiri atas tiga komponen, yaitu TNI sebagai komponen utama (komput), komcad, dan komponen pendukung (komduk). Sesuai UU PSDN, komcad untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar, serta memperkuat kekuatan dan kemampuan komput dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.
Komduk, terang Khairul, dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komput dan komcad. Status komduk dapat ditingkatkan menjadi komcad dalam kondisi mobilisasi.
"Artinya, komcad mobilisasi adalah total komcad hasil rekrutmen ditambah komduk yang dimobilisasi," ujar dia.
Baca:
Jokowi Akan Jadi Inspektur Upacara Penetapan Komcad TNI
Komduk terdiri atas kelompok warga terlatih, seperti purnawirawan TNI/Polri, Resimen Mahasiswa (Menwa), Satpam, Satpol PP, Polsus, Linmas, serta anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dapat dipersamakan dengan warga terlatih macam Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam). Selain itu, kelompok tenaga ahli sesuai profesi dan keahlian yang ditekuni, serta kelompok warga lain seperti veteran dan aparatur sipil negara (ASN).