MUI. Foto: mui.or.id
MUI. Foto: mui.or.id

Ketua Baru MUI Harus Merawat Persatuan dan Kebinekaan

Medcom • 10 Maret 2022 13:30
Jakarta: Pengunduran diri Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) disambut baik. Langkah itu menjadi tradisi baik agar tidak ada rangkap jabatan sekaligus momentum tepat untuk melakukan regenerasi kepemimpinan di MUI yang memberi penyegaran pada tugas dan tanggung ulama kepada umat dan bangsa.
 
Kader Muhammadiyah, Sukidi, berharap pengisi jabatan Ketua Umum MUI merupakan sosok ulama yang memiliki karakter keteduhan. Sebab, MUI ialah lembaga tempat berkumpulnya para ulama, sehingga harus aktif menebarkan keteduhan dan memberikan kenyamanan kepada semua umat beragama.
 
“Karena Nabi Muhammad diutus sebagai mercy for all, sebagai rahmat kepada semuanya, bukan hanya kepada umat Islam, tetapi kepada semua umat manusia,” ujar Sukidi pada program Metro Pagi Primetime Metro TV, Kamis, 10 Maret 2022.

Kesadaran ini, menurut Sukidi, harus ditumbuhkan di kalangan ulama agar aktif menebarkan belas kasih dan sikap kasih sayang kepada semua umat manusia, bukan hanya umat Islam. Sebab, belas kasih merupakan inti ajaran agama yang mendorong setiap individu untuk bersikap peka dan sensitif secara moral dan emosional pada penderitaan orang lain. Dari sini akan lahir sikap simpatik dan kemurahan hati untuk menolong yang lain apa pun latar belakang agama dan rasnya.
 
“Tugas ulama ialah memberikan sikap kasih sayang, loving kindness, dan belas kasih kepada semua warga negara apa pun agama, ras, dan latar belakangnya seperti ditinjukkan oleh Nabi Muhammad,” ujar dia.
 
Baca: Tak Ingin Rangkap Jabatan, Miftachul Akhyar Mundur dari Ketum MUI
 
Menghadapi polarisasi yang semakin tajam di masyarakat, Sukidi berharap MUI berada di garda terdepan dan tampil sebagai pemersatu umat Islam dan warga negara Indonesia. Tugas ini tentu tidak mudah dijalankan, apalagi Indonesia tengah mengalami polarisasi, konflik, dan pembelahan sosial yang tajam akibat didera berbagai persoalan.
 
Menurut dia, MUI memiliki peran sentral untuk mempersatukan umat yang beragam dengan menebarkan pesan damai, berdiri di atas semua golongan, dan mengajak semua warga untuk terlibat aktif membangun dan memajukan bangsa.
 
“Ulama harus terus menggelorakan spirit persatuan di tengah polarisasi sosial yang amat tajam. Ulama (juga) harus tampil untuk menyatukan umat dari berbagai spektrum, mengajak mereka untuk membangun bangsa ini, mengajak untuk ikut memajukan bngasa ini bersama-sama,” tegas dia.
 
 

Selain itu, langkah yang bisa ditempuh MUI untuk mengikis polarisasi umat ialah dengan memberikan bekal dan pemahaman yang baik kepada para dai di seluruh Indonesia agar lebih aktif menyebarkan paham Islam yang memberi rahmat kepada semua umat manusia. Sukidi mendorong mubalig untuk lebih aktif menumbuhkembangkan spirit persatuan dan perdamaian kepada umat Islam.
 
Tugas lain yang mesti menjadi prioritas MUI ialah memberikan pesan, amanat, dan wejangan kepada seluruh dai dan takmir masjid agar menjaga kesucian rumah ibadah. Di samping itu, paham Islam yang menganjurkan sikap belas kasih dan berbuat baik kepada setiap manusia harus dibekalkan kepada para dai dan takmir masjid.
 
“Dengan jaringan yang MUI miliki terhadap dai dan masjid, terhadap organisasi seperti NU dan Muhammadiyah, maka ini menjadi jalan yang efektif,” ujar dia.
 
Dengan kerja-kerja tersebut, Sukidi meyakini, dai dan umat Islam akan selalu terikat pada misi dakwah Islam yang terbuka, yang mengasihi sesama, yang memberikan rahmat kepada sesama. Selain itu, lanjut Sukidi, MUI harus terlibat aktif dalam merawat kebinekaan, karena Indonesia berdiri tegak di atas pilar dan falsafah kebinekaan.
 
Menurut Sukidi, MUI harus memberikan pencerahan publik bahwa kebinekaan merupakan rahmat Tuhan yang harus diterima secara positif dan harus disambut secara optimis agar bangsa yang berbhinneka tunggal ika ini dapat tegak berdiri dan menjadi bangsa maju di kemudian hari.
 
Sukidi mendorong agar setiap warga negara dapat mengakui perbedaan bukan hanya dari sisi agama dan etnis saja, tetapi lebih penting dari keteguhan sikap untuk bersedia terlibat secara aktif untuk menghadirkan kebinekaan sekaligus mengatasi masalah-masalah keumatan dan kebangsaan.
 
“Jadi, setiap umat harus terlibat aktif dalam mewujudkan kebinekaan Indonesia. Kebinekaan ini harus ditopang dengan spirit yang oleh Soekarno disebut sebagai sikap gotong royong,” tegas dia.
 
Baca: MUI: Salat dan Pengajian Berjemaah Tak Lagi Berjarak
 
Sukidi mengatakan kebinekaan Indonesia dapat berdiri tegak di atas fondasi sikap mutual respect atau sikap saling menghormati satu sama lain. Bagi Sukidi, sikap tersebut penting karena berangkat dari satu kesadaran bahwa semua umat manusia diciptakan Tuhan secara setara, memperoleh hak yang setara, dan berhak diperlakukan secara setara pula.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan