Jakarta: Kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 dinilai belum sesuai dengan pendapatan yang diterima. Hal itu diukur dari undang-undang yang dihasilkan selama dua tahun hanya empat undang-undang yang berhasil disahkan.
Selain gaji dan tunjangan, anggota dewan juga mendapatkan dana reses untuk menyerap aspirasi di daerah pemilihan. Penggunaan dana itu dinilai belum transparan.
"Pertanggungjawaban keuangan menjadi tidak penting tapi hanya laporan (kegiatan)," ujar peneliti Forum Masyarakat Perduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus dalam diskusi daring bertajuk "Gaji dan Kinerja Wakil Rakyat yang Terhormat", Sabtu, 18 September 2021.
Lucius menuturkan anggaran reses ditransfer ke rekening anggota DPR. Kemudian, hasil pertanggungjawaban hanya berupa laporan kegiatan di daerah pemilihan (dapil).
Dia menyebut pertanggungjawaban yang tidak detail mengenai pengeluaran dana membuat sulit mengukur penggunaan dana reses benar dilakukan anggota DPR untuk menyerap aspirasi masyarakat atau tidak. Hal itu pula membuka celah penyalahgunaan dana reses. Sementara itu, besaran dana reses diyakini naik.
Politikus Partai Hanura yang juga mantan anggota DPR Periode 2009-2014 Erik Satrya Wadhana menuturkan dana reses untuk anggota dewan periode 2019-2024 jumlahnya dua kali lipat ketimbang periode ketika ia menjabat. Ia mengungkapkan reses pada periode lalu hanya tiga kali dengan anggaran sekitar Rp50 juta. Efektivitas amat tergantung pada masing-masing anggota dewan.
"Daerah pemilihan (Dapil) saya Cianjur dan Kota Bogor (dapil Jawa Barat III). Dari sembilan anggota dewan yang ada di Jawa Barat III, hanya tiga orang yang rutin melakukan reses," beber Erik.
Erik menuturkan dana reses menjadi tinggi karena sistem politik di Indonesia mahal. Anggota dewan perlu menyediakan uang transportasi untuk masyarakat agar mau hadir saat reses.
Sistem politik yang membuat masyarakat permisif terhadap pemberian uang tersebut perlu dikoreksi. Fraksi sebagai pengawas kader di DPR juga tidak tegas terhadap anggota yang sering tidak hadir rapat dan tidak mengontrol dana reses.
"Di DPR terbuka kemungkinan tidak hadir tapi digaji terus padahal fraksi yang seharusnya mengawasi," tutur dia.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan legislator di DPR mendapatkan gaji dan tunjangan. Antara lain tunjangan keluarga, tunjangan kehormatan, dan lain-lain setiap bulan sebesar kurang lebih Rp60 juta.
Besarannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga. Sementara itu, dana reses, Masinton menyampaikan uang tidak masuk sebagai penghasilan.
Sekretariat DPR menganggarkan lima kali reses dalam satu tahun masa persidangan. Setiap kegiatan di dapil mendapat alokasi dana Rp20 juta.
Maksimal, kata Masinton, ada delapan kegiatan dalam satu kali masa reses. Sehingga dana yang didapat diperkirakan mencapai Rp400 juta.
"Kalau tabrakan (jadwalnya) maka tidak bisa diagendakan (reses) . Jadi ada lima masa reses dan kunjungan kerja ke dapil belum bisa tidak terserap total (delapan kegiatan)," tutur Masinton.
Sementara itu, terkait fungsi legislasi DPR yang minim menghasilkan undang-undang, Masinton beralasan kinerja tidak harus diukur dari jumlah rancangan undang-undang yang berhasil disahkan. Melainkan, kualitas dari undang-undang tersebut.
Masinton menyebut program legislasi nasional (prolegnas) yang disusun hanya panduan menyelesaikan target rancangan undang-undang. "Prolegnas adalah panduan untuk menyelesaikan undang-undang. Apakah harus diselesaikan semua? (Legislasi) kan berdasarkan kebutuhan. Yang kita ukur bukan kuantitas tapi kualitas," ujar Masinton.
Persoalan gaji anggota dewan menjadi sorotan setelah anggota DPR Krisdayanti membeberkan gaji dan penghasilan anggota dewan mencapai ratusan juta rupiah.
Akademisi di bidang komunikasi politik Universitas Nasional Lely Arrianie mengatakan anggota DPR sejak awal reformasi hingga saat ini tidak jauh berubah. Dari penelitian yang dilakukan pada 2003, menemukan persoalan gaji selalu timpang dengan kinerja.
"Waktu itu masih 500 anggota DPR sejak itu yang dibicarakan bukan kinerja tapi gaji agar dinaikkan 300 persen. Fenomenanya belum berubah. Masih ada bolos, tidur, dan nonton video ditemukan pada anggota dewan setelah reformasi," ungkap Lely.
Idealnya, antara kinerja dan gaji mesti paralel. Namun, dari hasil kajian masyarakat sipil antara lain Formappi, undang-undang yang dihasilkan DPR periode 2019-2024 masih minim. Hanya empat RUU yang berhasil dibahas dan di antaranya menuai pro-kontra.
"Jadi duit yang dibilang ratusan juta (dana reses) itu menyakiti hati rakyat," tegas Lely.
Baca: Krisdayanti Ungkap Detail Gajinya di DPR
Masinton menyebut program legislasi nasional (prolegnas) yang disusun hanya panduan menyelesaikan target rancangan undang-undang. "Prolegnas adalah panduan untuk menyelesaikan undang-undang. Apakah harus diselesaikan semua? (Legislasi) kan berdasarkan kebutuhan. Yang kita ukur bukan kuantitas tapi kualitas," ujar Masinton.
Persoalan gaji anggota dewan menjadi sorotan setelah anggota DPR Krisdayanti membeberkan gaji dan penghasilan anggota dewan mencapai ratusan juta rupiah.
Akademisi di bidang komunikasi politik Universitas Nasional Lely Arrianie mengatakan anggota DPR sejak awal reformasi hingga saat ini tidak jauh berubah. Dari penelitian yang dilakukan pada 2003, menemukan persoalan gaji selalu timpang dengan kinerja.
"Waktu itu masih 500 anggota DPR sejak itu yang dibicarakan bukan kinerja tapi gaji agar dinaikkan 300 persen. Fenomenanya belum berubah. Masih ada bolos, tidur, dan nonton video ditemukan pada anggota dewan setelah reformasi," ungkap Lely.
Idealnya, antara kinerja dan gaji mesti paralel. Namun, dari hasil kajian masyarakat sipil antara lain Formappi, undang-undang yang dihasilkan DPR periode 2019-2024 masih minim. Hanya empat RUU yang berhasil dibahas dan di antaranya menuai pro-kontra.
"Jadi duit yang dibilang ratusan juta (dana reses) itu menyakiti hati rakyat," tegas Lely.
Baca:
Krisdayanti Ungkap Detail Gajinya di DPR
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)