Jakarta: Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) kembali masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. RUU TPKS berkali-kali masuk Prolegnas, namun tidak kunjung disahkan.
Salah satu alasannya karena sejumlah pasal RUU tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia. Banyak pertentangan yang terjadi antara anggota DPR saat membahas pasal-pasal tersebut. Lantas kapan RUU TPKS akan segera disahkan?
Perjalanan RUU PKS
Ilustrasi RUU PKS. Medcom.id.
Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mengusulkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada 2012 lalu. RUU PKS bertujuan agar Indonesia punya payung hukum yang komprehensif untuk menangani kasus kekerasan seksual.
Sejak diusulkan pada 2012, DPR baru meminta naskah akademiknya empat tahun kemudian. RUU PKS kemudian masuk Prolegnas Prioritas 2016. Perbedaan pendapat antarfraksi di DPR terjadi saat membahas isi draf RUU tersebut.
Salah satunya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU PKS disahkan lantaran dinilai melegalkan zina. Anggota Fraksi PKS di DPR, Ledia Hanifa, menyebut pihaknya mempermasalahkan frasa seperti "persetujuan untuk melakukan hubungan seksual" atau sexual consent pada draf RUU PKS 2016.
Fraksi-fraksi di DPR kemudian sepakat menunda RUU PKS karena belum menemukan titik temu. RUU PKS baru masuk lagi dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 pada 17 Desember 2019. Sayangnya, pertarungan ideologi antara anggota DPR lagi-lagi menyulitkan pengesahan RUU tersebut.
RUU PKS kembali dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menuturkan alasan penundaan pembahasan RUU PKS karena sisa waktu dalam masa sidang semakin singkat dan proses pembahasan yang sulit akibat pandemi covid-19.
RUU PKS kemudian masuk dalam Prolegnas 2021 karena adanya peningkatan kasus kekerasan seksual di Indonesia selama pandemi covid-19. Sejumlah fraksi di DPR berkomitmen menuntaskan pembahasan dan menyetujui pengesahan RUU PKS menjadi undang-undang tahun ini.
Baca: Penantian Panjang Pengesahan RUU PKS
Perubahan RUU PKS menjadi RUU TPKS
Badan Legislatif DPR (Baleg) membuat perubahan terhadap draf RUU PKS. Draf baru disusun tim tenaga ahli pada 30 Agustus 2021. Ada beberapa perubahan dalam RUU tersebut, yakni:
1. RUU PKS menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Terminologi "penghapusan" dalam RUU PKS dihapus dan diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Hilangnya terminologi itu bertujuan agar penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual lebih mudah dilakukan.
"Ini yang menjadi catatan kita biar kemudian aparat penegak hukum bisa lebih mudah dalam menjalankan tugas-tugasnya, khususnya kepolisian dan kejaksaan,” kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya.
2. Pengurangan jenis kekerasan seksual
Ada perubahan cakupan bentuk kekerasan seksual dari 9 bentuk kekerasan menjadi 5 bentuk dalam draf RUU TPKS. Sebelumnya bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS terdiri atas 128 pasal yang mencangkup:
- Pelecehan seksual
- Pemaksaan perkawinan
- Pemaksaan kontrasepsi
- Pemaksaan aborsi
- Pemerkosaan
- Eksploitasi seksual
- Pemaksaan pelacuran
- Perbudakan seksual
- Penyiksaan seksual
Sementara dalam draf TPKS versi Baleg DPR hanya terdiri atas 43 pasal yang membahas:
- Pelecehan seksual (fisik dan nonfisik)
- Pemaksaan alat kontrasepsi
- Pemaksaan hubungan seksual
- Eksploitasi seksual
- Tindak pidana kekerasan seksual yang disertai dengan perubahan pidana lain.
Baca: Baleg Tetapkan 40 RUU Prolegnas Prioritas 2022
Urgensi pengesahan RUU PKS
Anggota Komisi I DPR Hillary Brigitta Lasut menegaskan RUU TPKS harus segera disahkan. Mengingat urgensi dari kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus terjadi.
"Kekerasan seksual tidak hanya memberikan dampak kepada korban, tetapi berdampak pada pola pikir masyarakat secara luas," ujar Hillary dilansir dari Antara, Selasa, 15 Juni 2021.
Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem Amelia Anggraini mendesak agar RUU TPKS segera dibawa ke rapat paripurna DPR. Menurutnya, urgensi RUU TPKS tidak perlu dipertanyakan lagi berkaca dari banyaknya kasus kekerasan seksual yang muncul.
Terlebih kasus di Malang yang diduga dilakukan oknum polisi sampai membuat korban depresi hingga bunuh diri. Dia tak ingin kejadian seperti ini terus terjadi.
"Bisa kita pantau sepanjang bulan ini saja beberapa kasus kekerasan seksual muncul di media dan sosial media. Mau sampai kapan ini terus berulang? Kita perlu mendesak dan mengajak semua elemen bersatu padu agar RUU TPKS segera diparipurnakan untuk segera dibahas dengan pemerintah” kata Amelia dalam keterangan tertulis, Senin, 6 Desember 2021.
Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya, menargetkan draf RUU TPKS dapat dibawa ke rapat paripurna DPR pada 15 Desember mendatang. Dia berharap rapat pleno dapat digelar pekan ini.
"Pleno bisa berjalan minggu ini. Kita bisa bersurat ke pimpinan dan kemudian dibahas di Bamus (Badan Musyawarah) lalu diparipurnakan. Paling paripurna terakhir ya penutupan masa sidang," ujar Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 6 Desember 2021.
Namun, rencana itu lagi-lagi kandas. RUU TPKS kembali 'dilempar' ke daftar Prolegnas Prioritas 2022. Entah nanti akan mendapat prioritas atau tidak.
Baca: NasDem Desak RUU TPKS Segera Diparipurnakan
Jakarta: Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (
RUU TPKS) kembali masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. RUU TPKS berkali-kali masuk Prolegnas, namun tidak kunjung disahkan.
Salah satu alasannya karena sejumlah pasal RUU tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia. Banyak pertentangan yang terjadi antara anggota DPR saat membahas pasal-pasal tersebut. Lantas kapan RUU TPKS akan segera disahkan?
Perjalanan RUU PKS
Ilustrasi RUU PKS. Medcom.id.
Komisi Nasional
(Komnas) Perempuan mengusulkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pada 2012 lalu. RUU PKS bertujuan agar Indonesia punya payung hukum yang komprehensif untuk menangani kasus kekerasan seksual.
Sejak diusulkan pada 2012, DPR baru meminta naskah akademiknya empat tahun kemudian. RUU PKS kemudian masuk Prolegnas Prioritas 2016. Perbedaan pendapat antarfraksi di DPR terjadi saat membahas isi draf RUU tersebut.
Salah satunya, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU PKS disahkan lantaran dinilai melegalkan zina. Anggota Fraksi PKS di DPR, Ledia Hanifa, menyebut pihaknya mempermasalahkan frasa seperti "persetujuan untuk melakukan hubungan seksual" atau
sexual consent pada draf RUU PKS 2016.
Fraksi-fraksi di DPR kemudian sepakat menunda
RUU PKS karena belum menemukan titik temu. RUU PKS baru masuk lagi dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 pada 17 Desember 2019. Sayangnya, pertarungan ideologi antara anggota DPR lagi-lagi menyulitkan pengesahan RUU tersebut.
RUU PKS kembali dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menuturkan alasan penundaan pembahasan RUU PKS karena sisa waktu dalam masa sidang semakin singkat dan proses pembahasan yang sulit akibat pandemi covid-19.