Seni Bertahan di Tengah Terpaan Pandemi
Renatha Swasty • 29 Oktober 2021 19:27
Jakarta: Pandemi covid-19 telah mengubah semua aspek kehidupan. Kegiatan yang semuanya serba tatap muka tiba-tiba mesti dilakukan secara online.
Mulai kegiatan di sekolah, kantor, hingga arisan semuanya lewat online. Tak sedikit juga usaha yang tutup akibat covid-19.
Yani, berharap banyak waktu membuka kedai makanan di kantin karyawan Plaza Senayan pada Februari 2021. Usai pensiun pada Januari 2021, dia langsung tancap gas.
Setelah riset sana sini, dia mantap membuka kedai ramen. Maklum, Yani menyiapkan semuanya sendiri. Dia memilih yang paling bisa dilakukan.
"Berdasarkan pengamatan makanan yang paling laku nasi goreng dan mie ayam. Bikin mie ayam lebih susah (mie untuk mie ayam) dari bikin ramen (mie untuk ramen), jadi aku bikin ramen," kata Yani saat berbincang dengan Medcom.id, Kamis, 28 Oktober 201.
Yani yakin jualannya laku. Meski saat itu kasus covid-19 masih tinggi, namun dia mendengar dari sesama penjual, kantin selalu ramai.
Bak petir di siang bolong, gelombang kedua covid-19 menerjang. Kasus covid-19 naik lagi.
Pemerintah memutuskan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Segala kegiatan kembali online, toko dan mal kembali tutup.
Yani tak bisa lagi mempertahankan dagangannya. Apalagi, pemasukan tak menutup biaya sewa yang mencapai Rp2 juta per bulan.
"Enam bulan doang," kata Yani.
Yani putar otak. Dia akhirnya jualan online. Bermula dari jualan lewat WhatsApp ke saudara, kenalan, dan teman, Yani memberanikan diri jualan ramen miliknya, Rice Bowl Ny Ida, di Tokopedia.
Ada tiga jenis yang ditawarkan, ramen basic, ramen ayam, dan ramen komplet. Yani juga menawarkan dua menu lain, chicken karage dan siomay Bandung ikan tenggiri.
Ramen Yani yang tadinya cuma bisa dinikmati warga Jakarta dan sekitarnya sudah sampai ke Purwokerto, Bandung, Semarang, Yogyakarta, hingga Surabaya.
Berbagi rezeki
Sektor pariwisata paling merasakan dampak akibat covid-19. Salah satunya, pariwisata Bali yang sangat mengharapkan wisatawan mancanegara.
Jalanan hingga pantai sepi. Bali bak kota mati.
Putri bersyukur bisa membantu pengrajin tas di Bali tetap mendapat pundi-pundi di masa pandemi. Dia merangkul tiga pengrajin lokal untuk membuat tas.
"Selama ini membantu banget, mereka juga ada penghasilan. Jadi alhamdulillah mungkin rezeki mereka," kata Putri.
Dalam sebulan, ratusan produk, seperti topi, clutch, hingga beach bag dijual. Melalui Instagram, Putri mengenalkan madebali.id ke orang-orang di Turki.
"Instagram (IG) sudah paling enak, karena tiap hari orang-orang pasti buka IG," ujar Putri.
Fokus penjualan Putri memang di Turki. Putri yang bersuami orang Turki sekaligus memanfaatkan itu untuk mengenalkan Indonesia.
"Jadi orang yang enggak tahu Bali itu negara apa, pelan-pelan orang Turki itu tahu Bali di mana. Bangganya di situ sih," kata Putri.
Kualitas dijaga
Yani dan Putri merupakan dua orang dari 15,3 juta pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sampai September 2021 masuk ke ekosistem digital.
Kementerian Koperasi dan UKM mencatat sebelum pandemi hanya 8 juta UMKM yang ada di platform digital. Artinya sekitar 7,3 juta UMKM masuk saat pandemi.
Keduanya mesti punya cara agar jualannya dilirik. Sebagai penjual makanan, Yani tak ingin ramennya berubah rasa sampai di tangan pembeli.
Dia memanfaatkan jasa antar barang lewat Gojek dengan sameday service. Tapi, Yani ingin makanannya tak cuma dinikmati warga Ibu Kota.
Yani bertambah senang ketika menemukan perusahaan jasa pengantar makanan. Ramen bikinannya bisa dinikmati di sejumlah daerah.
"Memudahkan pengiriman, ongkir terjangkau, bisa jangkauan luas," kata Yani.
Putri juga menjaga kualitas tas nya sampai di Turki dengan baik. Putri yang sudah bekerja sama dengan pengrajin di Bali selama tiga tahun selalu memastikan sendiri tas-tas bikinannya punya kualitas nomor 1.
"Selama pandemi komunikasi ke mereka hanya via WA. Tapi mereka bisa diajak kerja sama. Mereka jujur, kalau misal bahan dan model tidak memungkinkan mereka bikin, ya mereka akan tolak," kata Putri.
Kualitas memang jadi perhatian Putri. Dia mengaku selama dua tahun pertama berjualan tak mengambil banyak keuntungan.
Topi ukuran kecil dihargai mulai Rp178 ribu, clutch kecil mulai Rp178 ribu hingga paling mahal Rp334 ribu untuk model custom. Sedangkan beach bag dihargai paling mahal Rp520 ribu.
Dia lebih memilih menjaga kualitas tas untuk meyakini konsumen di Turki, tas bikinan pengrajin Bali tak kalah saing dengan tas-tas bermerek lainnya. Putri juga kerap memberikan kesempatan pada pengrajin berkreasi menentukan model.
"Mereka selama beli, dalam setahun enggak ada kerusakan baru mereka recommend ke orang-orang lagi. Pas mereka pelan-pelan beli, terus mereka selalu review, DM (direct message), tag kita. Pelan-pelan customer datang dengan sendirinya," cerita Putri.
Baca: Pemerintah Dorong UMKM Tingkatkan Daya Saing untuk Masuk Pasar Global
Bertahan sampai akhir
Yani tak ingin mengisi masa pensiunnya cuma duduk-duduk. Dia memutuskan berjualan.
Pandemi covid-19 boleh jadi mengubah mimpinya punya kedai makanan. Tapi, pandemi juga yang membuat semangat baru.
Yani mengaku jualannya tak selalu ramai meski sudah berjualan online. Ada hari-hari Yani jatuh sakit seminggu, sehingga tak berjualan.
Ada hari di mana juga jualan sepi karena aktivitas sudah mulai dibuka kembali. Tapi, Yani tak mau menyerah.
Dia justru lebih menikmati berjualan online. "Banyak banget positifnya jualan dari rumah, persiapan ramen bisa distok tidak buang makanan. Waktu di kantin buang makanan tiap hari. Hemat sewa, hemat ongkos, hemat pegawai, bisa istirahat karena buka tutup atur sendiri," tutur dia.
Yani mengaku tetap ingin berjualan online bila pandemi usai. "Kalau pandeminya beneran sudah berakhir baru mau offline, tapi kalau online bisa, mendingan online," kata Yani.
Tas jualan Putri tak dijual sepanjang waktu. Dia cuma membuka pesanan pada summer season atau pada April-September.
Namun, dia ingin tasnya tak cuma dipakai untuk ke pantai. Madebali.id tengah menyiapkan tas untuk winter season yang bakal rilis pada Desember 2021.
Putri punya mimpi besar untuk mengenalkan produk Indonesia ke Turki. Sampai-sampai dia menolak kerja sama sejumlah butik untuk mengambil tas dari Putri.
"Gue orang asli Indonesia, gue yang lebih pegang dagangan ini, bukan semata-mata cari uang profit saja, tapi lebih ke original identitas saja," ujar Putri.
Pemerintah menargetkan 30 juta UMKM masuk ke dunia digital pada 2024. Partisipasi dalam ekonomi digital sangat penting karena potensinya sangat besar dan mempermudah UMKM masuk ke rantai pasok global.
Indonesia memiliki potensi besar dalam perdagangan digital. Pada 2020 saja, nilai transaksi perdagangan digital Indonesia mencapai lebih dari Rp253 triliun.
"Nilai ini diperkirakan akan meningkat menjadi Rp330,7 triliun di 2021," kata Presiden Joko Widodo.
Pasar digital Indonesia diperkirakan bernilai US$124 miliar pada 2025.
Baca: UMKM yang Dikelola Perempuan Didorong Maksimalkan Potensi Digitalisasi dan Sertifikasi Halal
Jakarta:
Pandemi covid-19 telah mengubah semua aspek kehidupan. Kegiatan yang semuanya serba tatap muka tiba-tiba mesti dilakukan secara
online.
Mulai kegiatan di sekolah, kantor, hingga arisan semuanya lewat
online. Tak sedikit juga usaha yang tutup akibat covid-19.
Yani, berharap banyak waktu membuka kedai makanan di kantin karyawan Plaza Senayan pada Februari 2021. Usai pensiun pada Januari 2021, dia langsung tancap gas.
Setelah riset sana sini, dia mantap membuka kedai ramen. Maklum, Yani menyiapkan semuanya sendiri. Dia memilih yang paling bisa dilakukan.
"Berdasarkan pengamatan makanan yang paling laku nasi goreng dan mie ayam. Bikin mie ayam lebih susah (mie untuk mie ayam) dari bikin ramen (mie untuk ramen), jadi aku bikin ramen," kata Yani saat berbincang dengan
Medcom.id, Kamis, 28 Oktober 201.
Yani yakin jualannya laku. Meski saat itu kasus covid-19 masih tinggi, namun dia mendengar dari sesama penjual, kantin selalu ramai.
Bak petir di siang bolong, gelombang kedua covid-19 menerjang. Kasus covid-19 naik lagi.
Pemerintah memutuskan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (
PPKM) darurat. Segala kegiatan kembali
online, toko dan mal kembali tutup.
Yani tak bisa lagi mempertahankan dagangannya. Apalagi, pemasukan tak menutup biaya sewa yang mencapai Rp2 juta per bulan.
"Enam bulan doang," kata Yani.