Sarasehan Perhimpunan Penulis Satupena bertema 'HKI: Copyright atau Copyleft'
Sarasehan Perhimpunan Penulis Satupena bertema 'HKI: Copyright atau Copyleft'

Dirjen Hak Kekayaan Intelektual: Copyright atau Copyleft Tinggal Pilih

Juven Martua Sitompul • 04 Juli 2021 22:32
Jakarta: Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Freddy Harris mengatakan terkait perdebatan mengenai hak cipta, khususnya soal copyright atau copyleft yang kita anut saat ini adalah rezim ekonomi. Artinya mengakui dan sudah menyusun Undang-Undang tentang Hak Cipta.
 
"Tapi, apabila kita mau melepas sisi ekonomi dari hak cipta itu atau copyleft, ya dilepaskan silakan, tapi negara melindungi sisi ekonomi," ujar Freedy Harris dalam sarasehan Perhimpunan Penulis Satupena bertema 'HKI: Copyright atau Copyleft' yang digelar secara daring, Minggu, 4 Juli 2021.
 
Freddy Harris mengatakan dunia saat ini sangat dinamis. Indonesia sudah terikat dengan berbagai perjanjian yang menghargai hak cipta dan menghargai hak intelektual atau seperti Tiongkok di masa lalu yang membajak karya pihak lain.

"Tapi saat ini Tiongkok berubah, sudah menghargai UU Hak Cipta, termasuk UU desain industrinya sudah kuat," kata dia.
 
Freddy menyebut Indonesia menggunakan rezim hak cipta. "Yang hanya bisa dilakukan atau copyleft adalah hak ekonominya saja, hak ciptanya tidak bisa. Contoh buku karya Ok Madasari sampai kapan pun karya dia, hanya saja penjualan dan lainnya beda. Sampai hari ini copyleft hanya 0,1 persen, jadi kecil dan tidak bisa berkembang," ujarnya.
 
Freddy menegaskan pemerintah jelas melindungi semua hasil kreativitas. Sedangkan hak moral tidak bisa dihapus. Dia sepakat bahwa Indonesia kuat dan unggul dalam kretivitas.
 
"Jadi, kita tinggal pilih saja mau copyright atau copyleft. Yang jelas kita ingin melindungi hak moral dengan copyright," kata dia.
 
Sementara itu, konsultan kreatif dan Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia, Chandra Darusman, menyinggung sejarah lahirnya hak cipta dan polemik copyright dan copyleft. "Saya secara ke masyarakat setuju, kedua hal itu bisa hidup berdampingan hanya saja kubu satu agak genit dan overacting dan membuat ketersinggungan," kata Chandra.
 
Chandra yang selama ini dikenal juga sebagai musisi mengatakan topik sarasehan Satupena ini sangat relevan karena menyangkut hak intelektual dalam kaitan industri yang berkembang saat ini. Hak Kekayaan Intelektual itu, kata dia, terdiri atas Hak Industraial dan Hak Cipta.
 
Baca: Hak Kekayaan Intelektual, Merek Dagang Harus Dilindungi
 
Hak industrial terdiri atas hak paten, merek, indikasi geografis, desain, rahasia dagang (formula). Dia mengatakan hak cipta juga middle way, Indonesia menggunakan istilah hak cipta 1982 untuk menjadi kompromi atas dua mazhab. "Karena copyright bersifat teritorial, maka ada pembajakan di luar negeri kemudian muncul kesepakatan atau Berne Convention 1886 diprakarsai oleh ALAI atau Asosiasi Penulis yang diketuai Vivtor Hugo. Di Berne Convenstion pun tidak disebut copyright," ujar Chandra.
 
 
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan