Seorang Wanita Mengaku Dilecehkan Dokter Rapid Test di Bandara Soetta
Siti Yona Hukmana • 19 September 2020 03:06
Jakarta: Lisany Haq Istiqomah, 23, mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan dokter, Eko Firstson Yuswardinata S, saat menjalani rapid test di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Lisany menyampaikan peristiwa itu melalui akun Twitter pribadinya @listongs.
"Sebenernya dari kemarin-kemarin mau bikin thread ini maju mundur, takut kenapa-kenapa, tapi karena laporan aku belum ada yang diproses, jadi ya sudah lapor ke netizen saja," kata Lisany dikutip dari akun Twitter @listongs, Jumat, 18 September 2020.
Lisany menceritakan pelecehan seksual tersebut terjadi saat akan pergi ke Nias, Sumatra Utara. Dia mengaku datang lebih awal ke bandara untuk melakukan rapid test. Sebab, hasil rapid test menjadi syarat melakukan penerbangan.
"Flight-ku jam 06.00 WIB, jadi sekitar jam 04.00 WIB aku sudah sampai terminal 3 untuk melakukan rapid test. Aku test rapid-nya di tempat resmi yang sudah disediakan oleh Bandara Soetta, bukan yang dari traveloka atau tiket.com," ujar dia.
Dia yakin hasil rapid test non-reaktif, baik antibodi Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG). Sebab, dia baru kembali dari Western Australia (WA) enam hari sebelumnya.
"Di WA, community case-nya sudah 0 selama berbulan-bulan. Misalpun aku kena covid-19 di Jakarta, aku mikirnya enggak mungkin antibodi aku sudah terbentuk dalam waktu enam hari," kata dia.
Namun, dia mengaku mendapatkan hasil reaktif setelah dilakukan rapid test oleh dokter tersebut. Dia pasrah setelah sempat tidak percaya.
"Di situ aku ya sudah pasrah, mau cancel flight juga enggak apa-apa, karena pergi ke Nias juga enggak urgen-urgen banget," tutur perempuan itu.
Anehnya, kata dia, dokter tersebut justru bertanya apakah jadi pergi atau tidak. Dia pun bingung karena hasil rapid test reaktif. Pasalnya, seseorang yang reaktif dilarang bepergian ke luar kota.
"Terus aku jawab 'lah memangnya bisa ya Pak? kan setahu saya ya kalau reaktif enggak bisa lanjut travel," tanya Lisany.
Baca: Rahayu Saraswati Menyayangkan Cuitan Pelecehan Terhadap Perempuan
Dokter itu kemudian menawarkan Lisany mengganti hasil rapid test tersebut menjadi non-reaktif. Dia sontak kaget dan bingung.
Lisany sempat menolaknya karena dapat membahayakan orang lain. Terlebih, fasilitas kesehatan di Nias sangat minim.
"Tapi, si dokternya malah terkesan 'maksa' biar aku tetap terbang ke Nias, katanya 'enggak apa-apa mbak, terbang saja, mbak enggak apa-apa kok sebenarnya, enggak bakal menularkan ke orang-orang di sana, kalau mau tetap berangkat ini saya rapid lagi bayar saja Rp150 ribu lagi buat tes ulangnya'," ujar Lisany menirukan pernyataan dokter itu.
Akhirnya, Lisany menyetujui penawaran tersebut. Setelah mendapatkan hasil non-reaktif, Lisany pergi dari tempat rapid test dan beranjak ke departure gate atau pintu keberangkatan.
"Ternyata si dokter itu mengejar aku lalu mengajak untuk mengobrol di tempat yang sepi. Bodohnya aku kenapa aku ngikut-ngikut saja," ucap dia.
Saat mengobrol, Lisany mengaku diperas dokter tersebut. Dokter itu meminta imbalan atas perubahan hasil rapid test tersebut.
"Mbak, saya kan sudah bantu mbak nih, bisa lah mbak kasih berapa, saya juga sudah telepon atas sana sini, bisa lah mbak kasih. Di situ aku kaget dong, ya sudalah karena enggak mau ribet juga aku tanyain lah langsung berapa?," tutur Lisany.
Lisany mengaku akan memberikan Rp1 juta. Namun, dokter itu meminta tambah. Akhirnya, Lisany menetapkan Rp1,4 juta. Uang itu ditransfer ke rekening dokter tersebut.
Baca: Berkedok Razia, Polisi Peras Wisatawan Jepang di Bali
Sebelum mengirim uang, Lisany menyebut dokter itu memohon untuk tidak menyampaikan penggantian hasil rapid test itu ke orang lain. Dokter itu takut ada penumpang lain yang ingin mengubah hasil rapid test agar bisa bepergian.
"Jadi yang ngetes aku ada tiga orang, satu dokter, dua orang yang lain orang lab kayaknya," kata Lisany.
Selesai transfer melalui mobil banking, dokter itu tak juga pergi. Lisany menyebut dokter itu selalu mengikutinya hingga ke tempat sepi.
"Si dokter mendekati aku, buka masker aku, mencoba untuk cium mulut aku, di situ aku benar-benar shock, enggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa diam, mau melawan saja enggak bisa saking hancurnya diri aku di dalam," tutur dia.
Lisany juga menerima pelecehan seksual lainnya. Lisany mengaku payudaranya diraba oleh dokter tersebut.
"Perasaanku hancur, mau menangis sekeras-kerasnya dari dalam. Bahkan untuk teriak tolong saja enggak bisa, ingin lari dan teriak tolong tapi enggak bisa, cuma sanggup untuk menghindar dan pergi dengan alasan flight sebentar lagi boarding," papar dia.
Ternyata dokter itu masih bersikeras membuntuti Lisany hingga departure gate. Dia mengaku tak kuasa untuk memberontak. Dia pun cuma mematung dan membiarkan dokter tersebut mengikutinya.
"Sampai ke atas, aku langsung check in, menghubungi pacar lalu baru nangis sekeras-kerasnya di telepon," ujar dia.
Lisany mengakui tidak memegang bukti dari kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, dia mengantongi bukti chat dari dokter tersebut di aplikasi WhatsApp.
"Oh iya, waktu hari Selasa kemarin, dua hari setelah rapid di bandara, aku rapid lagi di Nias, hasilnya non-reaktif semua baik IgG maupun IgM," ujar dia.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Bandara Soekarno Hatta Kompol Alexander Yurikho mengatakan belum ada laporan yang masuk terkait kasus pelecehan seksual tersebut. Namun, dia memastikan akan menyelidiki kasus tersebut.
"Penyelidikan akan tetap dilakukan oleh penyelidik satuan reskrim Polres Bandara Soekarno Hatta, akan tetapi lebih memudahkan proses penegakan hukum jika yang merasa menjadi korban membuat laporan secara resmi," kata Alexander.
Selesai transfer melalui
mobil banking, dokter itu tak juga pergi. Lisany menyebut dokter itu selalu mengikutinya hingga ke tempat sepi.
"Si dokter mendekati aku, buka
masker aku, mencoba untuk cium mulut aku, di situ aku benar-benar
shock, enggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa diam, mau melawan saja enggak bisa saking hancurnya diri aku di dalam," tutur dia.
Lisany juga menerima pelecehan seksual lainnya. Lisany mengaku payudaranya diraba oleh dokter tersebut.
"Perasaanku hancur, mau menangis sekeras-kerasnya dari dalam. Bahkan untuk teriak tolong saja enggak bisa, ingin lari dan teriak tolong tapi enggak bisa, cuma sanggup untuk menghindar dan pergi dengan alasan
flight sebentar lagi
boarding," papar dia.
Ternyata dokter itu masih bersikeras membuntuti Lisany hingga
departure gate. Dia mengaku tak kuasa untuk memberontak. Dia pun cuma mematung dan membiarkan dokter tersebut mengikutinya.
"Sampai ke atas, aku langsung
check in, menghubungi pacar lalu baru nangis sekeras-kerasnya di telepon," ujar dia.