Mayoritas Warga di 10 Negara Paling Bahagia Tak Anggap Agama Penting, Kenapa?
Patrick Pinaria, Muhammad Syahrul Ramadhan • 06 Januari 2021 14:15
Jakarta: Setiap tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporan kebahagiaan dunia atau World Happines Report. PBB mengurutkan 156 negara berdasarkan tingkat kebahagiaan penduduknya.
Alhasil, selama tujuh tahun terakhir, negara-negara nordik mendominasi 10 negara paling bahagia di dunia. Berikut 10 besar negara paling bahagia dan skornya di 2020:
1. Finlandia (7.809)
2. Denmark (7.646)
3. Switzerland (7.560)
4. Iceland (7.504)
5. Norway (7.488)
6. Netherlands (7.449)
7. Sweden (7.353)
8. New Zealand (7.300)
9. Austria (7.294)
10. Luxembeg (7.238)
Dari 10 negara paling bahagia di dunia ini ada catatan yang menarik. Hal ini diungkapkan oleh intelektual Denny JA dalam esainya "Mengapa Top 10 Negara Paling Bahagia, Mayoritas Warga Tak Lagi Menganggap Agama Penting?"
Denny menggunakan dua data dari hasil riset yang kredibel, yakni World Happines Report dan Gallup Poll. Kedua data itu membuat daftar negara berdasarkan pertanyaan “Seberapa penting agama dalam hidupmu?”.
Denny menjelaskan, hasil riset Gallup Poll pada 2009 ini hanya mengajukan pertanyaan yang sederhana: Apakah agama itu penting dalam hidupmu sehari hari? (Is religion important in your daily life?) dengan jawaban 'Yes' atau 'No'.
Berdasarkan jawaban itu, Gallup Poll menyusun daftar negara berdasarkan presentase 'Yes'. Maka, tersusunlah 149 negara dalam berbagai kategori. Di atas 90 persen warga negara menyatakan agama penting dalam hidupnya sehari-hari.
Yang paling rendah, yakni di bawah 40 persen, menyatakan agama itu penting dalam hidupnya sehari-hari. “Alias mayoritas menganggap agama tak lagi penting dalam kehidupan sehari- hari,” ujar Denny.
Berdasarkan dua data tersebut ia menggabungkan untuk menghasilkan peringkat top 10 negara yang membuat warga bahagia dengan presentase seberapa penting agama bagi hidup sehari- hari mereka. Dan hasilnya seperti berikut:
1. Finlandia (28 persen)
2. Denmark (19 persen)
3. Switzerland (41 persen)
4. Iceland (tak ada data)
5. Norway (22 persen)
6. Netherlands (33 persen)
7. Sweden (15 persen)
8. New Zealand (33 persen)
9. Austria (55 persen)
10. Luxembeg (39 persen)
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa 8 dari 9 negara yang warganya paling bahagia tidak menganggap agama sebagai hal penting dalam hidupnya. Tercatat, hanya satu yakni Austria, yang di atas 50 persen warganya menganggap agama penting.
“Di Swedia bahkan hanya 15 persen populasi menganggap agama itu penting. Di Denmark, hanya 19 persen warganya menganggap agama itu penting,” kata Denny.
Jika dibuat rata-rata, di negara paling bahagia itu, hanya 31,6 persen dari penduduk menganggap agama penting. Dengan kata lain, mayoritas warga negara yang paling bahagia di dunia ini tak menganggap agama penting dalam hidup mereka sehari-hari.
Ia pun melanjutkan dengan negara yang warganya menganggap agama hal yang penting dalam kehidupannya di atas 90 persen. Dan bagaimana peringkat kebahagiaan warganya.
Denny mencontohkan pusat agama yang berbeda-beda. Dalam tanda kurung, masing masing nama agama mayoritas. Di sampingnya data berapa persen warga menganggap agama penting di negara itu. Di sampingnya lagi, bagaimana peringkat negara tersebut berdasarkan kebahagian warga negara.
1. India (Hindu, 90 persen; peringkat 144)
2. Philipines (Katolik, 96 persen; 52)
3. Arab Saudi (Islam, 93 persen; 27)
4. Thailand (Budha, 97 persen; 54)
5. Indonesia (Islam, 99 persen; 84)
Ternyata, kata Denny, negara yang mayoritas penduduknya menganggap agama penting, di atas 90 persen populasi, baik agama Islam, Katolik, Hindu hingga Budha, kebahagian warga negaranya sedang- sedang saja hingga buruk.
Denny pun membeberkan mengapa warga negara yang paling bahagia di ruang publiknya tak lagi menganggap agama penting. Ia menyebut tiga kunci menjadi penentu.
Social trust
Social trust itu dapat dipahami sebagai keakraban warga negara. Jika sesama warna negara terbina kehangatan, saling percaya, perkawanan, terlepas apa pun latar belakang identitas warga, itulah ekosistem ruang publik yang membuat nyaman.
“Social trust akan rusak jika hal sebaliknya terjadi. Semangat kebencian, permusuhan, dinding yang tinggi, menjadi pemisah warga negara,” jelasnya.
Alhasil, manusia kemudian tidak dinilai dari karakter dan perilakunya. Tapi, dari agama yang dipeluk, bahkan dari tafsir agamanya.
“Jika ini yang menjadi warna, keakraban warga negara sirna. Ruang publik yang sektarian, yang diwarnai social hostilities, itu buruk untuk menciptakan social trust,” terangnya.
Pemilik lembaga riset ini juga memberi catatan, di samping banyak sisi baiknya, perilaku beragama di kalangan yang fanatik, dengan kaca mata kuda, yang memonopoli Tuhan dan surga seolah hanya milik kelompoknya semata, yang mengembangkan spirit permusuhan, kebencian bagi yang berbeda tafsir dan agama, merusak social trust itu.
"Fanatisme dan separatisme agama menjadi unsur yang memburukkan social trust. Semakin agama dalam semangat sempit di atas semakin tak berperan, semakin baik social trust itu,” bebernya.
Bebas membuat pilihan hidup
Freedom to make life choice atau bebas membuat pilihan hidup, setiap warga dewasa akan nyaman jika ia dibiarkan be yourself atau menjadi dirinya sendiri, sejauh ia tak melakukan pemaksaan dan kriminal. Soal bagaimana gaya hidup yang dipilih, konsep Tuhan mana yang ia yakini dari 4.300 agama yang ada, itu sepenuhnya urusan pribadi.
"Apa yang akan terjadi di akhirat nanti jika ia percaya, itu konsekuensi pribadi pula. Tak ada yang dapat mengambilh tanggung jawabnya ke Tuhan. Tidak ulama atau pendeta. Tidak ormas. Tidak juga negara,” jelasnya.
Menurutnya, ruang publik yang dipenuhi oleh ormas agama fanatik acapkali menjadi juru bicara Tuhan di alam semesta. Main hakim sendiri, membakar atau menyegel rumah ibadah dari pemeluk tafsir agama yang berbeda.
Ini yang merusak freedom to make life choice. Sebaliknya, ruang publik yang semakin tidak diwarnai ormas agama yang main hakim sendiri, yang membebaskan individu be yourself, ia lebih sesuai dengan zaman yang beragam,” tuturnya.
Social support
Setiap warga negara akan lebih nyaman jika ada dukungan dari lingkungan. Ini terutama menyangkut program kesejahteraan warga negara yang diupayakan pemerintah.
“Itu mulai dari program kesehatan, pendidikan, hingga tunjangan bagi ekonomi lemah. Social support ini lebih bisa diberikan oleh negara yang berpenghasilan tinggi. Ini lebih ke dimensi ekonomi,” kata Denny.
Ia pun memberi catatan bahwa memang pada negara yang kuat ekonominya, yang tumbuh karena industri, umumnya warga tak lagi menganggap agama itu penting.
“Tiga variabel di atas menjelaskan mengapa justru pada negara yang ruang publiknya tak lagi diwarnai agama, yang mayoritas warga menganggap agama tak lagi penting dalam hidupnya, mereka justru paling bahagia,” ujar dia.
Jakarta: Setiap tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporan kebahagiaan dunia atau World Happines Report. PBB mengurutkan 156 negara berdasarkan tingkat
kebahagiaan penduduknya.
Alhasil, selama tujuh tahun terakhir, negara-negara nordik mendominasi 10 negara paling bahagia di dunia. Berikut 10 besar negara paling bahagia dan skornya di 2020:
1. Finlandia (7.809)
2. Denmark (7.646)
3. Switzerland (7.560)
4. Iceland (7.504)
5. Norway (7.488)
6. Netherlands (7.449)
7. Sweden (7.353)
8. New Zealand (7.300)
9. Austria (7.294)
10. Luxembeg (7.238)
Dari 10 negara paling bahagia di dunia ini ada catatan yang menarik. Hal ini diungkapkan oleh intelektual Denny JA dalam esainya "Mengapa Top 10 Negara Paling Bahagia, Mayoritas Warga Tak Lagi Menganggap
Agama Penting?"
Denny menggunakan dua data dari hasil riset yang kredibel, yakni World Happines Report dan Gallup Poll. Kedua data itu membuat daftar negara berdasarkan pertanyaan “Seberapa penting agama dalam hidupmu?”.
Denny menjelaskan, hasil riset Gallup Poll pada 2009 ini hanya mengajukan pertanyaan yang sederhana: Apakah agama itu penting dalam hidupmu sehari hari? (
Is religion important in your daily life?) dengan jawaban 'Yes' atau 'No'.
Berdasarkan jawaban itu, Gallup Poll menyusun daftar negara berdasarkan presentase 'Yes'. Maka, tersusunlah 149 negara dalam berbagai kategori. Di atas 90 persen warga negara menyatakan agama penting dalam hidupnya sehari-hari.
Yang paling rendah, yakni di bawah 40 persen, menyatakan agama itu penting dalam hidupnya sehari-hari. “Alias mayoritas menganggap agama tak lagi penting dalam kehidupan sehari- hari,” ujar Denny.
Berdasarkan dua data tersebut ia menggabungkan untuk menghasilkan peringkat top 10 negara yang membuat warga bahagia dengan presentase seberapa penting agama bagi hidup sehari- hari mereka. Dan hasilnya seperti berikut:
1. Finlandia (28 persen)
2. Denmark (19 persen)
3. Switzerland (41 persen)
4. Iceland (tak ada data)
5. Norway (22 persen)
6. Netherlands (33 persen)
7. Sweden (15 persen)
8. New Zealand (33 persen)
9. Austria (55 persen)
10. Luxembeg (39 persen)
Dari data tersebut dapat terlihat bahwa 8 dari 9 negara yang warganya paling bahagia tidak menganggap agama sebagai hal penting dalam hidupnya. Tercatat, hanya satu yakni Austria, yang di atas 50 persen warganya menganggap agama penting.
“Di Swedia bahkan hanya 15 persen populasi menganggap agama itu penting. Di Denmark, hanya 19 persen warganya menganggap agama itu penting,” kata Denny.