Jakarta: Aparat TNI-Polri kerap bentrok belakangan. Perselisihan antara TNI-Polri disebut penyakit kambuhan.
"Berulang terus dan tidak pernah diobati dengan baik," kata pengamat militer Khairul Fahmi kepada Medcom.id, Rabu, 1 Desember 2021.
Khairul menyayangkan pertikaian yang tidak kunjung teratasi itu. Menurut dia, setidaknya ada komitmen bersama untuk membenahi internal masing-masing, walau penyakit itu tidak bisa disembuhkan.
"Karena pemicunya ada di dalam rumah. Seperti egosektoral, superioritas, kebanggaan, dan jiwa korsa yang dipompa berlebihan, yang kemudian berekses rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain," ungkap Khairul.
Di sisi lain, kata dia, masing-masing pihak perlu introspeksi diri, terutama terkait kepercayaan publik. Menurutnya, Polri sebagai institusi yang memiliki fungsi pelayanan publik harus terus memperbaiki diri meningkatkan dukungan publik dengan meminimalisasi praktik buruk dalam pelayanan publik dan penegakan hukum.
Sementara itu, TNI memiliki tingkat kepercayaan lebih baik karena tidak banyak terlibat langsung dalam urusan-urusan publik. TNI diminta harus bisa mengendalikan diri dari keterlibatan berlebihan dan tidak menonjolkan superioritas.
"Kuncinya ada pada pembenahan integritas moral dan praktik-praktik kepemimpinan, terutama bagi para pimpinan/perwira di lapangan," ujar Khairul.
Baca: Kerap Bentrok, Anggota TNI-Polri Diminta Jaga Nama Baik Kesatuan
Khairul mengatakan pimpinan itu lah yang semestinya lebih dahulu menerapkan kedisiplinan, kepatuhan, dan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang memalukan dan merusak nama baik korps. Hal itu diyakini akan menjadi teladan bagi para personel di akar rumput.
"Ini persoalan yang tak bisa diselesaikan secara instan, apalagi hanya dengan bermaafan dan foto bareng. Diperlukan juga aturan main yang lebih rigid soal tugas perbantuan TNI maupun mengenai operasi militer selain perang (OMSP) yang beririsan dan bersinggungan baik dengan Polri maupun dengan kementerian dan lembaga lainnya," ucap pengamat intelijen itu.
Aparat TNI-Polri bentrok beberapa waktu lalu. Pertama, TNI-Polri adu jontos di depan pos lantas Mutiara Mardika Ambon, Maluku, sekitar pukul 16.00 WIB, Rabu, 24 November 2021.
Peristiwa itu dipicu anggota TNI tak terima anggota keluarganya ditilang polisi lalu lintas (Polantas) Polresta Ambon. Anggota TNI yang berasal dari Kodam Pattimura memukul anggota polantas hingga tersungkur. Kedua belah pihak disebut telah berdamai. Namun, pemberian sanksi disiplin tetap diproses.
Peristiwa kedua, TNI-Polri dari Satgas Nanggala Kopassus dan Satgas Amole terlibat bentrok di Mess Hall, Tembagapura, Mimika, Papua pada Sabtu, 27 November 2021. Peristiwa itu dipicu komplain terkait harga rokok yang dijual enam orang anggota Satgas Amole.
Sebanyak 20 anggota TNI dari Satgas Nanggala mengeroyok enam anggota Polri. Akibatnya, anggota polisi mengalami luka-luka. Kedua belah pihak diklaim telah berdamai. Namun, anggota TNI-Polri yang terlibat bentrok dipastikan akan dikenakan sanksi disiplin.
Jakarta: Aparat
TNI-Polri kerap
bentrok belakangan. Perselisihan antara TNI-Polri disebut penyakit kambuhan.
"Berulang terus dan tidak pernah diobati dengan baik," kata pengamat militer Khairul Fahmi kepada
Medcom.id, Rabu, 1 Desember 2021.
Khairul menyayangkan pertikaian yang tidak kunjung teratasi itu. Menurut dia, setidaknya ada komitmen bersama untuk membenahi internal masing-masing, walau penyakit itu tidak bisa disembuhkan.
"Karena pemicunya ada di dalam rumah. Seperti egosektoral, superioritas, kebanggaan, dan jiwa korsa yang dipompa berlebihan, yang kemudian berekses rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain," ungkap Khairul.
Di sisi lain, kata dia, masing-masing pihak perlu introspeksi diri, terutama terkait kepercayaan publik. Menurutnya, Polri sebagai institusi yang memiliki fungsi
pelayanan publik harus terus memperbaiki diri meningkatkan dukungan publik dengan meminimalisasi praktik buruk dalam pelayanan publik dan penegakan hukum.
Sementara itu, TNI memiliki tingkat kepercayaan lebih baik karena tidak banyak terlibat langsung dalam urusan-urusan publik. TNI diminta harus bisa mengendalikan diri dari keterlibatan berlebihan dan tidak menonjolkan superioritas.
"Kuncinya ada pada pembenahan integritas moral dan praktik-praktik kepemimpinan, terutama bagi para pimpinan/perwira di lapangan," ujar Khairul.
Baca:
Kerap Bentrok, Anggota TNI-Polri Diminta Jaga Nama Baik Kesatuan
Khairul mengatakan pimpinan itu lah yang semestinya lebih dahulu menerapkan kedisiplinan, kepatuhan, dan kesadaran untuk tidak melakukan tindakan yang memalukan dan merusak nama baik korps. Hal itu diyakini akan menjadi teladan bagi para personel di akar rumput.
"Ini persoalan yang tak bisa diselesaikan secara instan, apalagi hanya dengan bermaafan dan foto bareng. Diperlukan juga aturan main yang lebih rigid soal tugas perbantuan TNI maupun mengenai operasi militer selain perang (OMSP) yang beririsan dan bersinggungan baik dengan Polri maupun dengan kementerian dan lembaga lainnya," ucap pengamat intelijen itu.
Aparat TNI-Polri bentrok beberapa waktu lalu. Pertama, TNI-Polri adu jontos di depan pos lantas Mutiara Mardika Ambon, Maluku, sekitar pukul 16.00 WIB, Rabu, 24 November 2021.
Peristiwa itu dipicu anggota TNI tak terima anggota keluarganya ditilang polisi lalu lintas (Polantas) Polresta Ambon.
Anggota TNI yang berasal dari Kodam Pattimura memukul anggota polantas hingga tersungkur. Kedua belah pihak disebut telah berdamai. Namun, pemberian sanksi disiplin tetap diproses.
Peristiwa kedua, TNI-Polri dari Satgas Nanggala Kopassus dan Satgas Amole terlibat bentrok di Mess Hall, Tembagapura, Mimika, Papua pada Sabtu, 27 November 2021. Peristiwa itu dipicu komplain terkait harga rokok yang dijual enam orang anggota Satgas Amole.
Sebanyak 20 anggota TNI dari Satgas Nanggala mengeroyok enam anggota Polri. Akibatnya, anggota polisi mengalami luka-luka. Kedua belah pihak diklaim telah berdamai. Namun, anggota TNI-Polri yang terlibat bentrok dipastikan akan dikenakan sanksi disiplin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)