ILUSTRASI: Polisi menunjukkan barang bukti saat rilis kasus nikahsirri.com di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (24/9)/ANTARA/Sigid Kurniawan
ILUSTRASI: Polisi menunjukkan barang bukti saat rilis kasus nikahsirri.com di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (24/9)/ANTARA/Sigid Kurniawan

FOKUS

Nikah Siri Melawan Negara

Sobih AW Adnan • 29 September 2017 19:56
medcom.id, Jakarta: Lebih dari 200 ribu sidang cerai digelar. Sebesar angka itu pula, palu putusan diketuk per tahunnya di pengadilan.
 
Malah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengabarkan, tingkat perceraian di Indonesia kian parah sejak 2013. Urutannya, cenderung tinggi dibanding banyak negara lain di Asia Pasifik.
 
Kementerian Agama menyebut, gelagat itu sebenarnya sudah ada di setahun sebelumnya. Dalam rentang waktu 2012 hingga 2013 saja, paling tidak ada 350.000 kasus perceraian terjadi.

Jika dipukul rata, 40 perceraian terjadi dalam setiap jamnya.
 
Bukan hanya itu, selidik demi selidik, 28 dari 40 kasus perceraian merupakan tindak lanjut dari gugatan pihak istri. Dua perkara yang boleh dimunculkan sebagai latar belakang, godaan orang ketiga, dan kemiskinan.
 
"Orang ketiga", bahasa halus penanda perselingkuhan. Potensi ini, yang rupanya belakangan hari dijadikan peluang oleh seseorang demi mendulang banyak uang.
 
Nikah siri ala Aris Wahyudi
 
"Mengubah zinah menjadi ibadah," slogan yang kesannya amat gegabah itu tampak begitu gamblang terpampang di muka.
 
Nikahsirri.com, mendadak jadi sorotan. Situs kencan dan perjodohan yang baru seumur jagung ini, banyak menuai protes dan cibiran. Sang pemilik Aris Wahyudi pun, digelandang pihak kepolisian.
 
Aris, diganjar Pasal 4, Pasal 29, dan Pasal 30 UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi juncto Pasal 27, Pasal 45, Pasal 52 ayat (1) UU No.11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
 
Aris, memang terlalu berani bermain-main dengan misi suci pernikahan yang sudah diwanti-wanti agama. Pernikahan, yang ditangkapnya sekadar urusan birahi dan pilih-pilih pasangan.
 
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menganggap tindakan Aris keterlaluan. Pasalnya, dalam hukum yang berlaku di Indonesia, perkara nikah mesti dilaksanakan secara terbuka.
 
Pun Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Dengan tak kalah geram, ia anggap situs nikahsirri.com adalah kedok dari sebuah praktik perselingkuhan dan pelacuran.
 

Nikah Siri Melawan Negara
Tampilan situs nikahsirri.com
 
Belum lagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Program lelang perawan yang diterakan, memastikan pengelolanya juga layak diseret dalam pasal perdagangan orang.
 
Praktik itu, menurut KPAI akan berdampak serius bagi tumbuh kembang anak dan sangat berpotensi merusak masa depan korban.
 
Nahasnya, menurut penyelidikan tim Penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, sekarang ini sudah ada 300 mitra situs nikahsirri.com.
 
"Kita cari tahu ada orang yang masih di bawah umur, 14 tahun atau di bawah 17 tahun," kata Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Adi Deriyan, Senin 25 September 2017.
 
Website yang baru diluncurkan pada 19 September 2017 itu, memuat informasi bahwa mereka menyediakan wanita baik dewasa maupun anak-anak yang siap dipersunting siapa saja. Bagi yang tertarik, maka diwajibkan membayar Rp100 ribu sebagai uang registrasi.
 
Jika proses itu dipenuhi, pendaftar pun akan mendapatkan akun yang bisa dipakai untuk mengakeses para mitra, sekaligus paket penghulu, saksi, hingga wali nikah.
 
Transaksi pun dimulai. Bila ada mitra yang dianggap cocok, pendaftar harus membayar kembali sesuai dengan angka koin yang tertera dalam identitas. Rata-rata, perempuan di dalam situs itu mematok harga sebesar 200 sampai 300 koin, dengan hitungan Rp100 ribu untuk per koinnya.
 
Sebelum dicokok, Aris mungkin sudah membayangkan berapa tumpuk keuntungan yang didapat. Dalihnya memberantas zinah maupun perselingkuhan, cuma omong belaka.
 
Baca: Sepekan Dibuat, Situs Nikahsirri.com Sudah Punya 5.670 Member
 
Timbang-timbang hukum
 
Dalam perjalanan sejarahnya, terutama Islam, pernikahan memang menyaratkan beberapa kelengkapan. Setidaknya mesti dipenuhi lima rukun. Yakni, adanya mempelai, wali, ijab-kabul, mas kawin, dan saksi.
 
Dalam Wizaratul Awqaf was Syu`un Al-Islamiyyah (1993) dijabarkan, Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa lima rukun itu lebih berupa shigat, mempelai pria, mempelai wanita, dua orang saksi, dan wali.
 
Dalam rukun nikah, tak ada ketentuan pencatatan oleh instansi negara. Begitu pula dalam kajian Mazhab Maliki, Hambali, dan Hanafi.
 
Keperluan pencatatan pernikahan muncul di kemudian hari. Sebab, nikah tanpa pencatatan Kantor Urusan Agama (KUA) dianggap berpotensi melahirkan kerugian, terutama bagi pihak perempuan.
 
Konsep tanpa pencatatan, yang kemudian diasumsikan sebagai pernikahan siri itu juga dianggap kental dengan ketidak-jelasan. Ia akan berimbas buruk pada bab waris dan nasib keturunan.
 
Baca: Layanan Nikah Siri Online Bukan Fenomena Baru, Contohnya?
 
Sebagian ulama Indonesia akhirnya berfatwa, mencatatkan pernikahan pada lembaga yang berwenang menjadi keharusan. Alasannya, agar tidak berbenturan dengan aturan yang tertera dalam Undang-undang (UU) No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Utamanya, Pasal 2 Ayat (2);

"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."


Untuk mendukung regulasi itu, para ulama kebanyakan menggunakan kaidah fikih yang cukup masyhur, yakni mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihi fa huwa wâjib, suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka sesuatu tersebut dihukumi wajib.
 
Hal itu, dikuatkan kembali dengan kaidah fikih lainnya, seperti tasharruful imam 'ala al-ra'iyyah manuthun bil mashlahah, umat Islam wajib mematuhi aturan pemerintah yang membawa kebaikan bagi masyarakatnya.
 
Pencatatan nikah oleh negara, lazim dianggap kebanyakan ulama Indonesia sebagai sebuah kemajuan. Sebaliknya, nikah siri dinilai lebih banyak mengandung madlarat dibanding kemaslahatan.
 
Dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sepakat, bahwa mencatatkan nikah kepada negara merupakan kewajiban. Dalam hal ini, barangkali bisa juga dijadikan penanda bahwa nikah siri memang tidak diperkenankan.
 
Pengurus Wilayah Lembaga Bahsul Masail NU (LBMNU) Sumatra Barat menyatakan keharaman nikah siri pada 2013. Sementara Muhammadiyah, sejak 1962 melalui Muktamar Ke-35 di Jakarta mulai mewajibkan warganya untuk mencatatkan pernikahan di KUA.
 
Singkatnya, nikah siri bukan tidak mungkin sebagai salah satu bentuk ketidak-patuhan terhadap negara. Terlebih, bagi yang mengartikannya cuma sebagai pemuas nafsu dan penumpuk kekayaan tanpa mempedulikan sisi kemanusiaan.
 
Aris Wahyudi, sangat pantas mendapat ganjaran.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SBH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan