Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin pemakaian darurat (EUA) lima merek vaksin sebagai dosis ketiga atau booster. Vaksin booster diharapkan memperkuat ketahanan masyarakat dari penularan covid-19.
“Yaitu vaksin CoronaVac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam telekonferensi di Jakarta, Senin, 10 Januari 2022.
Penny memastikan kelima merek itu sudah melalui proses evaluasi dan uji klinis sebelum penerbitan. BPOM menggandeng Komite Nasional Penilai Obat serta Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Baca: ITAGI Sebut Vaksin Booster Penting di Tengah Mutasi Covid-19
Berikut efek samping dari lima vaksin booster.
1. Vaksin Coronavac
Pertama, vaksin Coronavac. Vaksin ini bersifat homolog, yakni hanya bisa diberikan bila vaksin dosis kedua menggunakan Coronavac.
"Pertama, vaksin Coronavac pemberian satu dosis setelah enam bulan dari vaksinasi dosis lengkap usia di atas 18 tahun," kata Penny K Lukito.
Reaksi vaksin Coronavac yang muncul relatif aman seperti nyeri di tempat suntikan dan kemerahan. Imunogenisitas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi.
"Mencapai 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian booster," kata Penny K Lukito.
2. Vaksin Pfizer
Kedua, vaksin Pfizer yang bersifat homolog. Vaksin ini diberikan sebanyak satu dosis dengan jangka minimal enam bulan setelah vaksin dosis kedua.
"Kejadian tidak diinginkan sifatnya lokal seperti nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, otot, dan demam," ucap Penny K Lukito.
Penny menuturkan imunogenisitas menunjukkan rata-rata peningkatan titer antibodi sebesar 3,3 kali. Antibodi muncul satu bulan pascapenyuntikan.
3. Vaksin AstraZeneca
Berikutnya, yakni AstraZeneca yang bersifat homolog. Efek samping AstraZeneca aman dan bisa ditoleransi dengan tingkat ringan sebesar 55 persen dan sedang sebanyak 37 persen.
"Imunogenisitasnya menunjukkan peningkatan rata-rata titer antibodi dari 1.792 menjadi 3.700," tutur Penny.
Baca: Antibodi Bisa Turun Hingga 30% Usai Divaksinasi Lengkap
4. Vaksin Moderna
Vaksin keempat ialah Moderna yang bersifat homolog dan heterolog dengan setengah dosis. Artinya, Moderna juga bisa disuntikkan kepada orang yang menerima merek vaksin berbeda saat dosis kedua.
"Sebagai heterolog, vaksin primernya adalah AstraZeneca, Pfizer, dan Johson&Johnson," terang Penny.
Penny menambahkan, respons imun antibodi netralisasi sebesar 13 kali setelah menerima vaksin booster. Subjeknya ialah orang di atas usia 18 tahun.
5. Vaksin Zifivax
Merek kelima ialah Zifivax yang bersifat heterolog dengan vaksin primernya Sinovac atau Sinopharm. Vaksin ini diberi minimal enam bulan usai menerima vakin dosis kedua.
"Peningkatan titer antibodi menunjukkan peningkatan lebih dari 30 kali," ucap Penny.
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan (
BPOM) mengeluarkan izin pemakaian darurat (EUA) lima merek vaksin sebagai dosis ketiga atau
booster. Vaksin booster diharapkan memperkuat ketahanan masyarakat dari penularan covid-19.
“Yaitu vaksin CoronaVac, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam telekonferensi di Jakarta, Senin, 10 Januari 2022.
Penny memastikan kelima merek itu sudah melalui proses evaluasi dan uji klinis sebelum penerbitan. BPOM menggandeng Komite Nasional Penilai Obat serta
Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Baca:
ITAGI Sebut Vaksin Booster Penting di Tengah Mutasi Covid-19
Berikut efek samping dari lima vaksin booster.
1. Vaksin Coronavac
Pertama, vaksin Coronavac. Vaksin ini bersifat homolog, yakni hanya bisa diberikan bila vaksin dosis kedua menggunakan Coronavac.
"Pertama, vaksin Coronavac pemberian satu dosis setelah enam bulan dari vaksinasi dosis lengkap usia di atas 18 tahun," kata Penny K Lukito.
Reaksi vaksin Coronavac yang muncul relatif aman seperti nyeri di tempat suntikan dan kemerahan. Imunogenisitas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi.
"Mencapai 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian booster," kata Penny K Lukito.
2. Vaksin Pfizer
Kedua, vaksin Pfizer yang bersifat homolog. Vaksin ini diberikan sebanyak satu dosis dengan jangka minimal enam bulan setelah vaksin dosis kedua.
"Kejadian tidak diinginkan sifatnya lokal seperti nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, otot, dan demam," ucap Penny K Lukito.
Penny menuturkan imunogenisitas menunjukkan rata-rata peningkatan titer antibodi sebesar 3,3 kali. Antibodi muncul satu bulan pascapenyuntikan.