Jakarta: Terjadi pembantaian besar-besaran pascakegagalan kudeta Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) pada 1965-1966. Target adalah mereka yang diduga mendukung atau anggota PKI.
Berbagai literatur terkait peristiwa kelam tersebut muncul 20 tahun pascakejadian. Jumlahnya bervariasi, antara puluhan ribu hingga satu juta korban jiwa.
Robert Cribb dalam Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 (2002) menyebutkan bahwa jumlah korban jiwa mencapai 78.500 orang sebelum pembantaian terjadi. Di satu sisi, sejarawan Benedict Anderson dalam Indonesian Destinies (2003) memprediksi ada sekitar 500.000 hingga 1 juta korban jiwa.
Prediksi lain muncul. Sejarawan Hamish McDonald dalam Soeharto's Indonesia (1980) mencatat sekitar 450.000-500.000 jiwa dibantai. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut berbagai kekerasan setelah peristiwa 30 September 1965 merupakan pelanggaran berat HAM.
Baca: 4 Akar Masalah Terjadinya Peristiwa G30S/PKI
Ketua Tim Penyelidikan Pelanggaran Kemanusiaan 1965-1966 Nur Kholis mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan hasil penyelidikan sejak 2008. Pengumpulan bukti dan pemeriksaan 349 saksi dilakukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Nur Kholis memperkirakan jumlah korban sekitar 500 ribu hingga 3 juta jiwa.
Ketua Komnas HAM Nur Kholis didampingi sejumlah komisioner Komnas HAM lainnya mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (27/1/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
Temuan yang dirilis pada 23 Juli 2012 itu menyebutkan ada sembilan perbuatan kejahatan yang dilakukan. Yakni pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, serta pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Kemudian, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara, penganiayaan (persekusi), dan penghilangan orang secara paksa.
Komnas HAM hanya menyebutkan korban jiwa dalam beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan. Yakni korban pemusnahan 1.900 orang, korban perbudakan 11.500 orang, korban pemerkosaan 35 orang, korban pengusiran 41.000 orang, korban perampasan 41.000 orang, dan korban hilang 32.774 orang.
Lokasi pembantaian 1965
Pembantaian terjadi secara merata di Indonesia dengan tiga area terbesar, yakni Jawa, Bali, dan Sumatra.
A History of Modern Indonesia since c.1300 (1991) menyebut pembantaian di Jawa dilakukan oleh kelompok santri Jawa yang meluas pada orang-orang non-PKI. Di tempat-tempat adanya pusat komunis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kelompok-kelompok Muslim menganggap bahwa mereka adalah korban serangan komunis supaya mereka memperoleh pembenaran atas pembantaian yang mereka lakukan.
Adrian Vickers dalam A History of Modern Indonesia (2005) menyebutkan 80 orang yang masuk dalam kelompok komunis yang bercampur mistisisme tradisional di Jawa Timur tewas dalam pembantaian. Aksi pembantaian berhasil diberantas pada 1967-1968.
Di Bali, pembantaian mulai terjadi Desember 1965. Jean Gelman Taylor dalam Indonesia: Peoples and Histories (2003) menyebutkan saat itu Angkatan Bersenjata Resimen Para-Komando dan unit Brawijaya tiba di Bali setelah melakukan pembantaian di Jawa.
Baca: Mengenang Peristiwa G30S/PKI, Seperti Apa Latar Belakangnya?
Antara Desember 1965 hingga awal 1966, 80.000 orang Bali diperkirakan dibantai. Angka itu adalah sekitar 5 persen dari populasi pulau Bali saat itu.
Selanjutnya, tindakan PKI berupa gerakan penghuni liar dan kampanye melawan bisnis asing di perkebunan-perkebunan di Sumatra memicu aksi balasan yang cepat terhadap orang-orang komunis. Vickers menyebutkan sebanyak 40.000 orang di Aceh dibantai. Seperlima korban di seluruh Sumatra yang ditaksir mencapai 200.000 korban jiwa.
Jakarta: Terjadi pembantaian besar-besaran pascakegagalan kudeta Gerakan 30 September oleh Partai Komunis Indonesia (
G30S/PKI) pada 1965-1966. Target adalah mereka yang diduga mendukung atau anggota
PKI.
Berbagai literatur terkait peristiwa kelam tersebut muncul 20 tahun pascakejadian. Jumlahnya bervariasi, antara puluhan ribu hingga satu juta
korban jiwa.
Robert Cribb dalam
Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 (2002) menyebutkan bahwa jumlah korban jiwa mencapai 78.500 orang sebelum pembantaian terjadi. Di satu sisi, sejarawan Benedict Anderson dalam
Indonesian Destinies (2003) memprediksi ada sekitar 500.000 hingga 1 juta korban jiwa.
Prediksi lain muncul. Sejarawan Hamish McDonald dalam
Soeharto's Indonesia (1980) mencatat sekitar 450.000-500.000 jiwa dibantai. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut berbagai kekerasan setelah peristiwa 30 September 1965 merupakan pelanggaran berat HAM.
Baca:
4 Akar Masalah Terjadinya Peristiwa G30S/PKI
Ketua Tim Penyelidikan Pelanggaran Kemanusiaan 1965-1966 Nur Kholis mengatakan keputusan itu diambil berdasarkan hasil penyelidikan sejak 2008. Pengumpulan bukti dan pemeriksaan 349 saksi dilakukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Nur Kholis memperkirakan jumlah korban sekitar 500 ribu hingga 3 juta jiwa.
Ketua Komnas HAM Nur Kholis didampingi sejumlah komisioner Komnas HAM lainnya mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (27/1/2016). Foto: MI/Rommy Pujianto
Temuan yang dirilis pada 23 Juli 2012 itu menyebutkan ada sembilan perbuatan kejahatan yang dilakukan. Yakni pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, serta pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
Kemudian, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan lain yang setara, penganiayaan (persekusi), dan penghilangan orang secara paksa.
Komnas HAM hanya menyebutkan korban jiwa dalam beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan. Yakni korban pemusnahan 1.900 orang, korban perbudakan 11.500 orang, korban pemerkosaan 35 orang, korban pengusiran 41.000 orang, korban perampasan 41.000 orang, dan korban hilang 32.774 orang.