medcom.id, Jakarta: Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto mengatakan, penahanan senjata yang dilakukan terhadap 280 pucuk senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter telah dilakukan sesuai prosedur. Sebab, senjata dalam katagori kelas berat itu peruntukannya hanya bagi kalangan militer.
Soleman menjelaskan, jajaran Bais TNI melaksanakan tugas berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 berisi yang berhak menggunakan senjata standar militer hanya dari militer saja.
"TNI sebagai unsur utama dalam menghadapi ancaman militer. Pertanyaanya ancaman militer itu apa? salah satunya senjata, senjata militer," papar Soleman saat dihubungi Metrotvnews.com, Selasa 3 Oktober 2017.
Permenhan Nomor 7 Tahun 2010 juga mengatur soal kaliber laras minimal standar senjata militer. Standar tersebut, kata Soleman, yakni kaliber laras 5,56 mm ke atas, dengan sistem kerja semi otomatis atau full otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi.
"Karena itulah semua senjata yang akan masuk ke Indonesia akan diawasi oleh TNI dalam hal ini BAIS untuk meyakinkan bahwa senjata ini tidak ada kaliber 5,62 mm yang beredar," ujar dia.
(Baca juga: Brimob Impor Senjata untuk Pertempuran Dalam Kota)
Penahanan senjata tersebut bukan tanpa alasan. Penggunaan senjata kaliber laras di atas standar militer digunakan selain militer dinilai termasuk ancaman bagi negara secara lebih luas.
"Itu suatu saat (dikhawatirkan) akan menjadi musuh TNI. Karena itulah semua senjata itu di cek satu persatu, apakah dia diantar atau dibawa," kata Soleman.
Sebelumnya, ratusan senjata dan amunisi tertahan di gudang UNEX Area Kargo Bandara Soetta. Senjata itu milik Korps Brimob Polri.
Korps Bhayangkara mengklaim impor senjata dan amunisi tersebut sudah sesuai prosedur. Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, 280 senjata tersebut dibeli melalui pihak ketiga, yakni PT Mustika Duta Mas. Namun Setyo enggan merinci proses pengadaan hingga pelelangannya.
(Baca juga: Polri Bantah Senjata untuk Brimob Mematikan)
Selain senjata, Polri juga mengimpor amunisi jenis Ammunition Castior 40mm, 40x46mm round RLV-HEFJ sebanyak 5.932 butir. Amunisi itu dikemas dalam 71 box. 70 box diisi 84 butir sedangkan 1 box diisi 52 butir.
Namun, jenderal bintang dua ini membantah jika semua senjata dan amunisi ditahan oleh pihak TNI. Berdasarkan prosedurnya, senjata dan amunisi tersebut harus dikarantina terlebih dahulu dan kemudian diproses oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Mantan Wakabaintelkam Polri itu mengaku sudah membeli senjata dan amunisi sebelumnya. Pembelian itu dilakukan pada 2015 dan 2016 lalu.
(Baca juga: Wiranto Jamin Kisruh Senjata tak Ganggu Keamanan Nasional)
medcom.id, Jakarta: Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto mengatakan, penahanan senjata yang dilakukan terhadap 280 pucuk senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter telah dilakukan sesuai prosedur. Sebab, senjata dalam katagori kelas berat itu peruntukannya hanya bagi kalangan militer.
Soleman menjelaskan, jajaran Bais TNI melaksanakan tugas berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 berisi yang berhak menggunakan senjata standar militer hanya dari militer saja.
"TNI sebagai unsur utama dalam menghadapi ancaman militer. Pertanyaanya ancaman militer itu apa? salah satunya senjata, senjata militer," papar Soleman saat dihubungi Metrotvnews.com, Selasa 3 Oktober 2017.
Permenhan Nomor 7 Tahun 2010 juga mengatur soal kaliber laras minimal standar senjata militer. Standar tersebut, kata Soleman, yakni kaliber laras 5,56 mm ke atas, dengan sistem kerja semi otomatis atau full otomatis, termasuk yang telah dimodifikasi.
"Karena itulah semua senjata yang akan masuk ke Indonesia akan diawasi oleh TNI dalam hal ini BAIS untuk meyakinkan bahwa senjata ini tidak ada kaliber 5,62 mm yang beredar," ujar dia.
(Baca juga:
Brimob Impor Senjata untuk Pertempuran Dalam Kota)
Penahanan senjata tersebut bukan tanpa alasan. Penggunaan senjata kaliber laras di atas standar militer digunakan selain militer dinilai termasuk ancaman bagi negara secara lebih luas.
"Itu suatu saat (dikhawatirkan) akan menjadi musuh TNI. Karena itulah semua senjata itu di cek satu persatu, apakah dia diantar atau dibawa," kata Soleman.
Sebelumnya, ratusan senjata dan amunisi tertahan di gudang UNEX Area Kargo Bandara Soetta. Senjata itu milik Korps Brimob Polri.
Korps Bhayangkara mengklaim impor senjata dan amunisi tersebut sudah sesuai prosedur. Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, 280 senjata tersebut dibeli melalui pihak ketiga, yakni PT Mustika Duta Mas. Namun Setyo enggan merinci proses pengadaan hingga pelelangannya.
(Baca juga:
Polri Bantah Senjata untuk Brimob Mematikan)
Selain senjata, Polri juga mengimpor amunisi jenis Ammunition Castior 40mm, 40x46mm round RLV-HEFJ sebanyak 5.932 butir. Amunisi itu dikemas dalam 71 box. 70 box diisi 84 butir sedangkan 1 box diisi 52 butir.
Namun, jenderal bintang dua ini membantah jika semua senjata dan amunisi ditahan oleh pihak TNI. Berdasarkan prosedurnya, senjata dan amunisi tersebut harus dikarantina terlebih dahulu dan kemudian diproses oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Mantan Wakabaintelkam Polri itu mengaku sudah membeli senjata dan amunisi sebelumnya. Pembelian itu dilakukan pada 2015 dan 2016 lalu.
(Baca juga:
Wiranto Jamin Kisruh Senjata tak Ganggu Keamanan Nasional)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)