Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera melakukan supervisi kasus dugaan suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Penyidikan kasus itu dinilai diam-diam.
"Karena jika tidak maka akan semakin ketinggalan," kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Medcom.id, Jumat, 4 September 2020.
Boyamin menyebut KPK memiliki wewenang melakukan supervisi. Kejaksaan Agung diharapkan menerima KPK dengan lapang dada.
"Jika tetap tidak diberi akses, maka akan minta KPK untuk ambil alih (kasus itu)," ujar Boyamin.
Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) telah melimpahkan berkas perkara tahap 1 jaksa Pinangki. Pelaksanaan gelar perkara sebelum pelimpahan berkas dinilai senyap.
"Memang menjengkelkan, karena nampak sembunyi-sembunyi dan cepat-cepat dilimpahkan untuk hindari kontrol supervisi dari KPK," tutur Boyamin.
Baca: Kronologi Suap Djoko Tjandra Buat Pinangki
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu bertujuan membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Teranyar, Pinangki dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki diduga menyamarkan uang suap yang diterimanya menjadi sejumlah barang mewah.
"Memang menjengkelkan, karena nampak sembunyi-sembunyi dan cepat-cepat dilimpahkan untuk hindari kontrol supervisi dari KPK," tutur Boyamin.
Baca: Kronologi Suap Djoko Tjandra Buat Pinangki
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dari
Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu bertujuan membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi
Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima
suap sebesar US$500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Teranyar, Pinangki dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki diduga menyamarkan uang suap yang diterimanya menjadi sejumlah barang mewah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)