Ilustrasi Gedung MK--Antara/Hafidz Mubarak A.
Ilustrasi Gedung MK--Antara/Hafidz Mubarak A.

Syarat Usia Perkawinan Kembali Digugat di MK

Putri Anisa Yuliani • 24 Mei 2017 11:18
medcom.id, Jakarta: Syarat usia minimal perkawinan yang tercantum dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pendahuluan uji materi yang khusus menggugat pasal 7 ayat 1 itu digelar pagi ini pukul 09.00 WIB di MK.
 
Sebelumnya pasal tersebut juga pernah digugat pada tahun 2014 oleh Koalisi +18. Putusan MK pada saat itu tertuang dalam putusan nomor 30-74/PUU-XII/2014 menyatakan menolak permohonan pemohon.
 
Kuasa hukum pemohon, Ajeng Gandini menyebut secara khusus ingin agar frasa 'pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)' diubah. Dia berharap frasa diubah menjadi 'pihak wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas)', atau sama dengan usia minimal perkawinan bagi laki-laki.

Baca: Perkawinan Anak bukan Tradisi yang Harus Dilanjutkan
 
Menurut Ajeng, banyak kerugian yang diderita oleh pemohon, akibat masih berlakunya norma tersebut. Yakni,  terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Karena hak-hak pihak perempuan yang menikah saat usia 16 terputus setelah menikah.
 
"Hilangnya hak pendidikan karena pasca-menikah terputus jalur pendidikan pemohon. Ketentuan usia yang berbeda menunjukkan adnaya ketidaksamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki di mata hukum," kata Ajeng dalam persidangan pendahuluan, Rabu 24 Mei 2017.
 
Baca: Larangan Nikahi Rekan Sekantor Digugat ke MK
 
Hal ini menurut kuasa hukum bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kedudukan setiap warga negara sama di mata hukum.
 
Hakim panel, Saldi Isra menyatakan pemohon harus bisa membedakan antara keberatan terhadap norma dan keberatan terhadap praktik implementasi norma.
 
Baca: Dianggap Melanggar Hak Nikah, UU Perkawinan pun Digugat
 
Saldi menyebut, memang banyak kasus pemalsuan usia agar para orangtua bisa menikahkan anaknya yang masih di bawah umur yang telah diatur norma UU Perkawinan. Namun, hal itu bukan berarti kesalahan terdapat pada norma aturan yang berlaku, melainkan pada implementasinya.
 
Dia mengatakan, tidak ada persoalan norma jika yang disorot adalah hal itu dalam berkas pemohon. Apalagi ini pernah diuji pada tahun 2014. "Saya tidak melihat ada kerugian konstitusional tetapi hanya bersifat kerugian materil," terangnya.
 
Kuasa hukum diminta mengelaborasi kembali kerugian konstitusional untuk bisa meyakinkan mahkamah bahwa norma ini harus diubah maupun dihapus.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan