Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi dan koordinasi kasus dugaan suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Lembaga Antirasuah enggan mengambil alih kasus jika masih on track (dalam jalur) atau tak ada indikasi penyimpangan.
"Kalau berjalan baik, profesional, kita tidak akan melakukan itu (ambil alih kasus)," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 8 September 2020.
Baca: KPK Hingga Polri Memelototi Gelar Perkara Kasus Pinangki
KPK siap mengambil alih kasus jika penyidikan yang dilakukan Kejagung dinilai sudah ke luar jalur. Pengambilalihan kasus harus memenuhi syarat-syarat yang tertuang dalam Pasal 10 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Syarat pertama, Kejagung tidak menindaklanjuti laporan masyarakat. Kedua, proses penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) tanpa penyelesaian.
Ketiga, penanganan tipikor ditujukan untuk melindungi pelaku tipikor sesungguhnya. Terakhir, terdapat hambatan penanganan perkara tipikor karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, seperti eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
"Apabila salah satu syaratnya itu ada di sini (kasus Pinangki), sangat memungkinkan untuk mengambil alih perkara ini," ungkap Karyoto.
Baca: Ekspose Kasus Jaksa Pinangki Bahas Dugaan Keterlibatan Pimpinan di Kejagung
Karyoto mengapresiasi Kejagung telah mengundang KPK dalam agenda ekspose dugaan suap Jaksa Pinangki. Ini menjadi bukti Kejagung tidak berusaha menutupi kasus yang menjerat anggota Korps Adhyaksa tersebut.
"Tentunya kami juga akan senantiasa mengawal perkara ini sampai tuntas nanti di persidangan," tutur Karyoto.
Kejagung mengekspose kasus dugaan suap Jaksa Pinangki dalam pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Selain KPK, Kejagung mengundang Komisi Kejaksaan, Bareskrim Polri, dan Deputi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) melakukan supervisi dan koordinasi kasus dugaan suap
Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Lembaga Antirasuah enggan mengambil alih kasus jika masih
on track (dalam jalur) atau tak ada indikasi penyimpangan.
"Kalau berjalan baik, profesional, kita tidak akan melakukan itu (ambil alih kasus)," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 8 September 2020.
Baca:
KPK Hingga Polri Memelototi Gelar Perkara Kasus Pinangki
KPK siap mengambil alih kasus jika penyidikan yang dilakukan Kejagung dinilai sudah ke luar jalur. Pengambilalihan kasus harus memenuhi syarat-syarat yang tertuang dalam Pasal 10 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Syarat pertama,
Kejagung tidak menindaklanjuti laporan masyarakat. Kedua, proses penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) tanpa penyelesaian.
Ketiga, penanganan tipikor ditujukan untuk melindungi pelaku tipikor sesungguhnya. Terakhir, terdapat hambatan penanganan perkara tipikor karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, seperti eksekutif, yudikatif, dan legislatif.