Jakarta: Polda Metro Jaya mengungkap praktik aborsi ilegal yang beroperasi di Jalan Percetakan Negara 3, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Sebanyak 10 orang ditetapkan sebagai tersangka.
"Rabu lalu, 9 September 2020, sekitar pukul 12.00 WIB, kami telah mengamankan satu klinik dan 10 orang yang merupakan pengungkapan kasus aborsi ilegal," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, Rabu, 23 September 2020.
Klinik aborsi ilegal ini terungkap dari laporan masyarakat sekitar terkait praktik aborsi ilegal. Klinik diketahui sudah beroperasi sejak 2017.
"Ini pun sebelumnya di tahun 2002-2004 pernah buka klinik tersebut dan sempat tutup. Pada 2017 dia buka lagi sampai sekarang ini," ujarnya.
Baca: Penyidik Sita Rp881 Juta Hasil Aborsi Ilegal di Klinik SWS
Yusri menjelaskan pasien dijaring melalui promosi terbuka melalui laman khusus dan media sosial. Pasien kemudian dihubungkan dengan kontak WhatsApp untuk dijemput.
Klinik aborsi ilegal ini menangani 780 pasien tiap bulan. Total pasien yang melakukan aborsi sebanyak 32.760 orang. Sementara itu, biaya registrasi Rp250 ribu per orang dan tarif aborsi sebesar Rp2,5 sampai Rp5 juta.
"Satu hari itu kelompok bisa meraih untung Rp10 juta dengan pembagian dokter 40 persen, nanti ada agennya sendiri, ada juga untuk pegawainya dibayar Rp250 ribu sehari," ungkap Yusri.
Baca: Penutupan Klinik Aborsi Ilegal di Senen Terhalang Masyarakat
Yusri mengatakan sembilan tersangka merupakan pekerja di klinik tersebut. Sementara itu, satu tersangka merupakan pasien aborsi. Identitas dan peran para tersangka antara lain pemilik klinik berinisial LA, 52, kemudian dokter aborsi, DK, 30.
Kemudian bagian registrasi pasien, NA, 30; perawat melakukan USG berinisial MM, 38; serta perawat pembantu dokter tindakan aborsi berinisial YA, 51 dan LL, 50. Lalu, penjaga pintu klinik, RA, 52; penjemput pasien berinisial ED, 28; perawat melayani pasien, SM, 62; serta pasien aborsi berinisial RS, 25.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Mereka terancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Klinik aborsi ilegal ini menangani 780 pasien tiap bulan. Total pasien yang melakukan aborsi sebanyak 32.760 orang. Sementara itu, biaya registrasi Rp250 ribu per orang dan tarif aborsi sebesar Rp2,5 sampai Rp5 juta.
"Satu hari itu kelompok bisa meraih untung Rp10 juta dengan pembagian dokter 40 persen, nanti ada agennya sendiri, ada juga untuk pegawainya dibayar Rp250 ribu sehari," ungkap Yusri.
Baca:
Penutupan Klinik Aborsi Ilegal di Senen Terhalang Masyarakat
Yusri mengatakan sembilan tersangka merupakan pekerja di klinik tersebut. Sementara itu, satu tersangka merupakan pasien aborsi. Identitas dan peran para tersangka antara lain pemilik klinik berinisial LA, 52, kemudian dokter aborsi, DK, 30.
Kemudian bagian registrasi pasien, NA, 30; perawat melakukan USG berinisial MM, 38; serta perawat pembantu dokter tindakan aborsi berinisial YA, 51 dan LL, 50. Lalu, penjaga pintu klinik, RA, 52; penjemput pasien berinisial ED, 28; perawat melayani pasien, SM, 62; serta pasien aborsi berinisial RS, 25.
Seluruh tersangka dijerat Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Mereka terancam hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)