Jakarta: Ricky Hasiholan Hutasoit selaku kuasa hukum PT Rantau Utama Bhakti Sumatera dan istri mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan, Hanifah Husein, mengaku bingung dengan langkah Polri yang menetapkan kliennya sebagai tersangka kasus penggelapan. Apalagi, kliennya ditetapkan sebagai tersangka untuk sesuatu yang tidak pernah dilakukan.
Ini disampaikan Ricky menanggapi pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut adanya upaya damai antara PT Batu Lahat dengan Hanifah. Hanifah dan sejumlah direksi telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan saham perusahaan batu bara.
"Bagaimana mau damai jika klien kami sudah jadi korban kriminalisasi murni. Perlu digaribawahi bahwa apa yang dilakukan PT Rantau Utama Bhakti Sumatera sudah sah secara hukum dan tidak ada penipuan. Bareskrim mungkin lupa memeriksa bahwa akta tersebut dilakukan dihadapan notaris dan dihadiri seluruh pemegang saham," kata Ricky dalam keterangan resminya, Rabu, 17 Agustus 2022.
Menurut dia, kriminalisasi yang dialami kliennya ini bukti bahwa pelapor tidak memiliki etika bisnis yang baik. Dia menilai apa yang dilakukan pelapor dengan menggunakan instrumen negara atau penegak hukum jelas sebagai upaya hostile take over.
"Mereka ingin merebut kembali saham tapi dengan cara yang tidak beretika sesuai dalam sebuah perjanjian bisnis. Perlu dicatat, ini investasi besar bukan sekedar jual beli barang di pasar," ujarnya.
Padahal, kata dia, salah satu pemegang saham PT Batubara Lahat, yaitu Andi Asmara, merupakan Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Sumatra Selatan. "Jadi seharusnya memiliki beban moral untuk memberikan contoh bagaimana berbisnis batubara dengan santun," tegasnya.
Sementara itu, anggota Kompolnas Poengky Indarti meminta Hanifah Husein cs yang merasa dikriminalisasi untuk melaporkan kasus ini ke pihaknya. "Kami persilakan untuk mengirimkan pengaduan kepada Kompolnas," kata Poengky kepada wartawan.
Setelah laporan tersebut diterima, kata dia, maka selaku pengawas fungsional Polri, Kompolnas akan meminta klarifikasi ke pejabat terkait. Khususnya pejabat tinggi Polri.
"Tugas kami sebagai pengawas fungsional Polri. Jika laporan sudah kami terima maka kami kami klarifikasi ke penyidik dan Irwasum Polri," ujarnya.
Sementara itu, pakar hukum pidana Suparji Ahmad mengingatkan agar Polri jangan melakukan kriminalisasi dalam kasus ini. Apalagi, dalam hubungan keperdataan.
"Secara hukum tidak boleh terjadi kriminalisasi, kalau tidak ada bukti-bukti yang mendukung adanya tindakan pidana, atau perbuatan pidana. Apalagi, dalam hubungan keperdataan maka diselesaikan melalui keperdataan, yaitu melalui gugatan wanprestasi," kata dia.
Menurut dia, dalam menangani kasus ini, penyidik harusnya bersikap sesuai dengan yang ada dalam hukum formil maupun materiel yang terkait dengan penegakan hukum. Sekaligus sesuai dengan konsep Presisi.
"Tentunya segala tindakan-tindakan hukum yang presisi itu harus berdasarkan alat bukti dan berjalan sesuai dengan prosedur, substansi dan kewenangan sesuai dengan profesional dan proporsional. Tidak boleh kemudian melakukan tindakan-tindakan hukum tanpa dasar alat bukti yang jelas," kata dia.
Di sisi lain dia menyinggung soal langkah mendamaikan. Dia menilai istilah mendamaikan tidak cocok dalam kasus ini.
"Harus sesuai KUHAP, yakni dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan disertai alasan sesuai fakta hukum dan faktor yang jelas," kata dia.
Suparji menyarankan korban melapor ke Propam dan Kompolnas jika merasa dikriminalisasi. Ini penting untuk membuat terang kasus ini, terpenting agar ke depannya tidak ada lagi penanganan perkara yang serampangan.
"Jangan sampai ada motif lain dalam dugaan kriminalisasi ini karena ada kedekatan antara pengusaha dan aparat. Akhirnya dapat menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum, karena akan terjadi vested interest yang mencederai integritas dari aparat penegak hukum terutama kesatuan Polri dan kepercayaan masyarakat," ujarnya.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan sebelumnya menyebut adanya upaya damai antara PT Batu Lahat dengan Hanifah. Dia menyebut saat ini penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri masih menunggu proses lebih lanjut usai adanya kesepakatan tersebut.
"Untuk mengambil keputusan lebih lanjut, penyidik masih menunggu akta perjanjian perdamaian antar para pihak," kata Ramadhan.
Jakarta: Ricky Hasiholan Hutasoit selaku kuasa hukum PT Rantau Utama Bhakti Sumatera dan istri mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan, Hanifah Husein, mengaku bingung dengan langkah
Polri yang menetapkan kliennya sebagai tersangka
kasus penggelapan. Apalagi, kliennya ditetapkan
sebagai tersangka untuk sesuatu yang tidak pernah dilakukan.
Ini disampaikan Ricky menanggapi pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut adanya upaya damai antara PT Batu Lahat dengan Hanifah. Hanifah dan sejumlah direksi telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan saham perusahaan batu bara.
"Bagaimana mau damai jika klien kami sudah jadi korban kriminalisasi murni. Perlu digaribawahi bahwa apa yang dilakukan PT Rantau Utama Bhakti Sumatera sudah sah secara hukum dan tidak ada penipuan. Bareskrim mungkin lupa memeriksa bahwa akta tersebut dilakukan dihadapan notaris dan dihadiri seluruh pemegang saham," kata Ricky dalam keterangan resminya, Rabu, 17 Agustus 2022.
Menurut dia, kriminalisasi yang dialami kliennya ini bukti bahwa pelapor tidak memiliki etika bisnis yang baik. Dia menilai apa yang dilakukan pelapor dengan menggunakan instrumen negara atau penegak hukum jelas sebagai upaya
hostile take over.
"Mereka ingin merebut kembali saham tapi dengan cara yang tidak beretika sesuai dalam sebuah perjanjian bisnis. Perlu dicatat, ini investasi besar bukan sekedar jual beli barang di pasar," ujarnya.
Padahal, kata dia, salah satu pemegang saham PT Batubara Lahat, yaitu Andi Asmara, merupakan Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Sumatra Selatan. "Jadi seharusnya memiliki beban moral untuk memberikan contoh bagaimana berbisnis batubara dengan santun," tegasnya.
Sementara itu, anggota Kompolnas Poengky Indarti meminta Hanifah Husein cs yang merasa dikriminalisasi untuk melaporkan kasus ini ke pihaknya. "Kami persilakan untuk mengirimkan pengaduan kepada Kompolnas," kata Poengky kepada wartawan.
Setelah laporan tersebut diterima, kata dia, maka selaku pengawas fungsional Polri, Kompolnas akan meminta klarifikasi ke pejabat terkait. Khususnya pejabat tinggi Polri.
"Tugas kami sebagai pengawas fungsional Polri. Jika laporan sudah kami terima maka kami kami klarifikasi ke penyidik dan Irwasum Polri," ujarnya.