Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti - MI/Rommy Pujianto.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti - MI/Rommy Pujianto.

Penghapusan Utang BDNI Sempat Dibahas di Sidang Kabinet

Damar Iradat • 16 Juli 2018 17:27
Jakarta: Rencana penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) sempat dibahas dalam sidang kabinet. Sejumlah pejabat negara hadir dalam sidang tersebut.
 
Hal itu terungkap saat mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI dengan terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
 
Awalnya, jaksa mengonfirmasi sejumlah kebijakan pemerintah terkait penerbitan SKL BLBI kepada sejumlah obligor. Saat itu, kata Dorodjatun, ada sekitar 30 obligor yang dibahas dalam sidang kabinet. Salah satunya yang dibahas secara khusus adalah utang BDNI.

"Waktu itu mungkin ada sekitar 30 obligor yang diperintahkan dipertimbangkan SKL-nya, dan ini yang paling terakhir," beber Dorodjatun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 16 Juli 2018.
 
Jaksa kemudian mengonfirmasi pejabat yang hadir dalam sidang kabinet pada 11 Februari 2004 itu. Dalam keterangan Dorodjatun di berita acara pemeriksaan (BAP), rapat dipimpin langsung oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, turut pula Wakil Presiden Hamzah Haz, Menkopolhukam Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Menteri Keuangan Budiono, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, Syafruddin selaku Kepala BPPN, dan Dorodjatun selaku Menko Perekonomian.
 
Dorodjatun membenarkan keterangannya dalam BAP. Dia bilang, pembahasan soal utang petambak ke BDNI penting dibawa ke sidang kabinet.
 
"Ini penting dibawa ke sidang kabinet, ini menyangkut selain Dipasena, menyangkut desa-desa dan akan menjadi problem yang lebih besar jika tidak dibawa ke kabinet," tutur dia. 
 
(Baca juga: Kwik Kian Gie: Penerbitan SKL BLBI Membahayakan Indonesia)
 
Dalam sidang kabinet itu, Syafruddin turut melaporkan soal penyelesaian utang petambak kepada PT Dipasena, perusahaan yang juga dimiliki oleh Sjamsul Nursalim. Kendati begitu, Dorodjatun tak mengingat persis pernyataan Syafruddin saat itu.
 
Jaksa lantas membuka rekaman pernyataan Syafruddin dalam sidang. Adapun petikan rekaman tersebut yakni;
 
"Kemudian, ini kami diminta Pak Jatun untuk melaporkan beberapa hal yang memang pelik, tapi bisa kita selesaikan. Pertama adalah penyelesaian utang petambak Dipasena. Ini kami laporkan bahwa kami tidak berkoordinasi dengan Pak Dai mengenai keamanannya ini penting, karena ini delapan desa sudah berjalan dengan normal, karena mereka membutuhkan suatu modal kerja baru, tapi modal kerja baru itu tidak akan masuk kalau kita tidak merestrukturisasi terhadap utang petambak. Bukan milik company, karena utang tersebut sudah milik negara, kami ambil,"
 
"Utang petambaknya itu memang Rp3,9 triliun. Uang itu, kalau kami hitung, utangnya itu yang bisa dibayar oleh petani-petani tambak itu adalah Rp1,1 triliun, dan sisanya, Rp2,8 triliun itu untuk di-write off (dihapus), karena itu akan membebani dari petani tambak dan dia tidak bisa bankable untuk meminjam kembali. Kalau dilihat dari recovery rate-nya, sebenarnya ini kira-kira 25 persen petani tambak ini. Saya kira cukup baik dari recovery rate, karena UKM lain pun berkisar itu,"
 
(Baca juga: Penerbitan SKL BLBI Sempat Dibahas di Rumah Megawati)
 
Dorodjatun mengaku, secara garis besar Syafruddin sempat melaporkan hal tersebut dalam sidang kabinet. Kendati begitu, menurut dia, Presiden Megawati tidak langsung menginstruksikan agar dibuat surat keputusan (SK) penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul.
 
Syafruddin sebelumnya didakwa merugikan negara Rp4,58 triliun. Ia diduga telah melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan istri, Itjih Nursalim.
 
Syafruddin juga dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala BPPN. Saat itu, Syafruddin menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul.
 
Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
(Baca juga: Eks Wakil Kepala BPPN Mengaku tak Setuju dengan Perjanjian MSAA)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan