Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie - ANT/Sigid Kurniawan.
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie - ANT/Sigid Kurniawan.

Kwik Kian Gie: Penerbitan SKL BLBI Membahayakan Indonesia

Damar Iradat • 05 Juli 2018 14:14
Jakarta: Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie sejak awal menentang penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada sejumlah obligor. Menurut dia, penerbitan SKL BLBI akan menimbulkan dampak buruk bagi Indonesia saat itu. 
 
Kwik menjelaskan, kebijakan penerbitan SKL ditetapkan pada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Keputusan itu diambil setelah pemerintah mengadakan serangkaian rapat terbatas.
 
"SKL sangat berbahaya dan mengakibatkan persoalan dan menimbulkan kerugian negara di kemudian hari," ungkap Kwik saat bersaksi dalam perkara korupsi penerbitan SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 5 Juli 2018. 

Kwik memaparkan, penerbitan SKL sempat dibahas tiga kali antara menteri-menteri bidang perkonomian dan Presiden Megawati. Pertemuan pertama bahkan dibahas di kediaman pribadi Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. 
 
(Baca juga: Penerbitan SKL BLBI Sempat Dibahas di Rumah Megawati)
 
Ia mengaku sempat menggagalkan penetapan kebijakan itu dua kali. Namun, pada akhirnya Megawati menginstruksikan agar SKL kepada sejumlah obligor, termasuk untuk Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim diterbitkan.
 
"Saya berhasil gagalkan dua kali, ketiga kalinya ada ratas saya kalah karena saya langsung menghadapi semua menteri, menghantam saya sehingga tidak berdaya lagi," ungkap dia. 
 
Syafruddin Arsyad Temenggung sebelumnya didakwa merugikan negara hingga Rp4,58 triliun terkait SKL BLBI. Ia diduga telah menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira.
 
Syafruddin juga dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Saat itu, Syafruddin menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham kepada Sjamsul, meskipun dia belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI terhadap petambak.
 
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
(Baca juga: BDNI Disebut Lakukan Penyimpangan Dana BLBI)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan