Marak Mafia Pelabuhan, Desakan Evaluasi Dirjen Bea Cukai Mengemuka
Media Indonesia.com • 23 Maret 2022 19:22
Jakarta: Mengemukanya kasus-kasus hukum terkait Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai menjadikan insitusi ini kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah pihak menilai, pemerintah selayaknya mengevaluasi Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Askolani.
"Hal ini untuk memulihkan citra, marwah, dan kinerja institusi di bawah Kementerian Keuangan itu," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, dilansir dari Mediaindonesia.com, Selasa, 22 Maret 2022.
Boyamin melihat banyak masalah lama yang tidak bisa diatasi Askolani selama menjabat. Kasus hukum yang mengemuka belakangan ini di Kejaksaan menunjukkan pucuk pimpinan Bea dan Cukai tidak berhasil mereformasi internalnya.
"Diganti saja dirjennya dengan yang lebih baik. Karena nampaknya dirjen (bea dan cukai) basisnya bukan pengawasan. Informasi yang saya dapat, basisnya dirjen ini adalah urusan keuangan. Jadi, ya sulit jadi Dirjen Bea dan Cukai,” kata Boyamin.
Ia menambahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani semestinya bisa melihat masalah ini dan segera mengevaluasi Dirjen Bea dan Cukai, kemudian dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. Menurutnya, posisi dirjen harusnya mengerti betul teknis dan pembuatan kebijakan yang pas untuk institusinya.
"Karena levelnya eselon I. Mekanismenya itu menteri melakukan evaluasi, terus usul pemberhentian ke Presiden," imbuhnya.
Baca: Bea Cukai Gandeng Pemda Tingkatkan Kemampuan Ekonomi Pelaku Usaha
Kejaksaan Agung tengah intens mengusut mafia pelabuhan, terutama terkait tekstil. Sejumlah unsur Bea dan Cukai juga belakangan diperiksa penyidik.
Hal ini semakin memperburuk citra Bea dan cukai. Di sisi lain, yang mengemuka ke publik adalah kesan kuat bahwa persoalan mafia pelabuhan hanya berkisar di ditjen itu dan bukan semata persoalan penyelundupan.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, mengatakan seharusnya Dirjen Bea dan Cukai lebih transparan atas tata kelola ekspor dan impor ini. Sehingga, tak ada kesan soal ekspor-impor ini menjadi kewenangan penuh Ditjen Bea dan Cukai. Dia menilai Dirjen Bea dan Cukai tidak juga menjelaskan ini ke publik.
“Iya, perlu dievaluasi dirjennya. Yang paling mendesak evaluasi kebijakannya. Tentu evaluasi personalia juga harus dilakukan, artinya (kepada) ASN yang ada di situ,” kata Trubus.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan selama ini Bea dan Cukai secara kelembagaan paling banyak kewenangannya. Di sisi lain, dari segi penerimaan negara, institusi ini berperan besar dalam hal ekspor-impor, termasuk jalur laut.
"Jadi, tak salah bila telunjuk menuding Bea Cukai terkesan itu (diam),” kata Siswanto.
Sebetulnya, lanjut Siswanto, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah memiliki Lembaga National Single Windows (LNSW) yang bertugas mengelola Indonesia National Single Window (INSW) dan penyelenggaraan sistem LNSW. Hanya, ini belum maksimal karena tidak seluruh instansi bergabung di LNSW.
Baca: Pemerintah Diminta Perketat Pengawasan Harga Rokok
Proses pengiriman dan penerimaan barang ekspor dan impor, misalnya. Kemudian masalah kepastian dokumen dan lamanya dwelling time. Semua itu bukan hanya kewenangan Bea dan Cukai.
"Ada banyak stakeholders terkait di sana, seperti pihak Perhubungan Laut, Bakamla, ekspedisi, kepolisian, administrasi pelabuhan, Kemendag, dan Kemenperin," kata dia.
Di Bea dan Cukai sendiri, kata Siswanto, pihaknya melihat masih banyak diskresi para pegawai di lapangan. Dalam kasus yang diusut kejaksaan Agung, lanjut dia, hal ini yang mungkin menjadi fokus pengusutan.
"Ini yang membuat praktik korupsi dan pungli masuk. Ada diskresi pegawai-pegawai. Misal, ada kasus ada denda bila begini, kalau ada denda seperti itu di tataran pegawai kan ada celah negosiasi. Sangat memicu terjadi transaksi-transksi gelap,” ujarnya.
Ke depan, Siswanto berharap Ditjen Bea dan Cukai bisa diisi orang-orang yang cakap dalam menciptakan yurisprudensi baru.
Wakil Ketua Ombudsman RI Bobby Hamzar Rafinus menuturkan bahwa persoalan pelabuhan banyak melibatkan banyak lembaga. Kordinasi antarlembaga perlu dibenahi.
"Banyak lembaga yang mengelola pelabuhan sehingga koordinasi menjadi problem,” ujarnya.
Jakarta: Mengemukanya kasus-kasus hukum terkait Direktorat Jenderal (Ditjen)
Bea dan Cukai menjadikan insitusi ini kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah pihak menilai, pemerintah selayaknya mengevaluasi Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Askolani.
"Hal ini untuk memulihkan citra, marwah, dan kinerja institusi di bawah Kementerian Keuangan itu," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman, dilansir dari
Mediaindonesia.com, Selasa, 22 Maret 2022.
Boyamin melihat banyak masalah lama yang tidak bisa diatasi Askolani selama menjabat. Kasus hukum yang mengemuka belakangan ini di Kejaksaan menunjukkan pucuk pimpinan Bea dan Cukai tidak berhasil mereformasi internalnya.
"Diganti saja dirjennya dengan yang lebih baik. Karena nampaknya dirjen (bea dan cukai) basisnya bukan pengawasan. Informasi yang saya dapat, basisnya dirjen ini adalah urusan keuangan. Jadi, ya sulit jadi Dirjen Bea dan Cukai,” kata Boyamin.
Ia menambahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani semestinya bisa melihat masalah ini dan segera mengevaluasi Dirjen Bea dan Cukai, kemudian dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo. Menurutnya, posisi dirjen harusnya mengerti betul teknis dan pembuatan kebijakan yang pas untuk institusinya.
"Karena levelnya eselon I. Mekanismenya itu menteri melakukan evaluasi, terus usul pemberhentian ke Presiden," imbuhnya.
Baca:
Bea Cukai Gandeng Pemda Tingkatkan Kemampuan Ekonomi Pelaku Usaha
Kejaksaan Agung tengah intens mengusut mafia pelabuhan, terutama terkait tekstil. Sejumlah unsur Bea dan Cukai juga belakangan diperiksa penyidik.
Hal ini semakin memperburuk citra Bea dan cukai. Di sisi lain, yang mengemuka ke publik adalah kesan kuat bahwa persoalan mafia pelabuhan hanya berkisar di ditjen itu dan bukan semata persoalan penyelundupan.