Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum notaris Yurisca Lady Enggraeni segera mengembalikan Rp10 miliar terkait kasus pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. KPK bakal memproses hukum Yurisca jika uang itu tak kunjung dikembalikan.
"Karena tentu setiap penanganan perkara oleh KPK itu akan terus dikembangkan apakah kemungkinan ada pihak-pihak lain yang terlibat, tentu sesuai dengan kecukupan alat bukti ya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 10 Februari 2022.
Ali mengatakan Yurisca baru berjanji mengembalikan uang. Dia belum melunasi seluruh uang yang sudah digunakan untuk kepentingan pribadinya itu. Yurisca diminta tidak mempermainkan KPK.
"Kalau kemudian alat buktinya ternyata ada keterlibatan pihak lain tentu kami akan kembangkan ke arah sana," ujar Ali.
Pada persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Yurisca mengakui memakai diam-diam uang yang mestinya diserahkan ke terdakwa Anja Runtuwene. Uang itu berkaitan dengan pembatalan pembelian tanah di Munjul.
Baca: Notaris Yurisca Diminta Segera Kembalikan Rp10 Miliar Terkait Kasus Tanah Munjul
Fulus senilai Rp10 miliar itu merupakan down payment (DP) yang telah diserahkan kepada Kongregasi Suster-suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB) selaku pemilik tanah yang berlokasi di Jalan Asri, Munjul, Jakarta Timur. Tanah itu awalnya dibeli PT Adonara Propertindo dan akan digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai lahan hunian DP Rp0.
Namun, pihak Kongregasi Suster CB membatalkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dan mengembalikan uang muka tersebut melalui Yurisca. Dia tak melaporkan ke Anja yang juga menjabat Wakil Direktur PT Adonara Propertindo.
Yurisca menggunakan uang itu untuk membayar cicilan kartu kredit hingga membeli sejumlah barang mewah. Dia harus melunasi sisa uang mencapai Rp7,6 miliar.
Uang harus ditransfer ke rekening penampungan KPK. Selain itu, Yurisca harus menyelesaikan kewajibannya itu sebelum tahapan penuntutan kasus tersebut selesai.
Jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK telah memperingatkan terkait ancaman penggelapan uang dalam jabatan. Yurisca diingatkan konsekuensi jika dilaporkan oleh pihak Anja terkait penggunaan uang itu dalam senyap.
"Belum lagi kalau pihak Bu Anja mempermasalahkan saudara penggelapan dalam jabatan. Kami juga bisa (mengusut) di tindak pidana korupsinya. Ini bukan ancaman, tapi ini hanya memberikan pengertian sesama orang hukum," kata salah satu JPU KPK saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Januari 2022.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum notaris Yurisca Lady Enggraeni segera mengembalikan Rp10 miliar terkait kasus pengadaan
tanah di Munjul, Jakarta Timur. KPK bakal memproses hukum Yurisca jika uang itu tak kunjung dikembalikan.
"Karena tentu setiap penanganan perkara oleh
KPK itu akan terus dikembangkan apakah kemungkinan ada pihak-pihak lain yang terlibat, tentu sesuai dengan kecukupan alat bukti ya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 10 Februari 2022.
Ali mengatakan Yurisca baru berjanji
mengembalikan uang. Dia belum melunasi seluruh uang yang sudah digunakan untuk kepentingan pribadinya itu. Yurisca diminta tidak mempermainkan KPK.
"Kalau kemudian alat buktinya ternyata ada keterlibatan pihak lain tentu kami akan kembangkan ke arah sana," ujar Ali.
Pada persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Yurisca mengakui memakai diam-diam uang yang mestinya diserahkan ke terdakwa Anja Runtuwene. Uang itu berkaitan dengan pembatalan pembelian tanah di Munjul.
Baca:
Notaris Yurisca Diminta Segera Kembalikan Rp10 Miliar Terkait Kasus Tanah Munjul
Fulus senilai Rp10 miliar itu merupakan
down payment (DP) yang telah diserahkan kepada Kongregasi Suster-suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB) selaku pemilik tanah yang berlokasi di Jalan Asri, Munjul, Jakarta Timur. Tanah itu awalnya dibeli PT Adonara Propertindo dan akan digunakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai lahan hunian DP Rp0.