Jakarta: Pemindahan narapidana kasus narkoba ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dinilai tak efektif. Ini dibuktikan dengan masih adanya napi yang mengendalikan peredaran narkoba di balik jeruji.
"Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini sebatas SOP (prosedur). Kasus narkoba karakteristiknya itu berbeda. Sama saja memindahkan kenyamanan dari satu lokasi ke lokasi lain, dalam hal ini Nusakambangan," kata Pengamat Kebijakan Lembaga Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, melalui keterangan tertulis, Selasa 10 Agustus 2021.
Menurutnya, persoalan itu masih tetap terjadi lantaran dipengaruhi budaya kerja petugas. Oleh sebab itu, harus ada pembaruan kebijakan dalam pengelolaan di dalam lapas.
"Katakan beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya, dan ini menjadi perhatian khusus," ujarnya.
Kendati demikian, keterlibatan itu pun tidak terlepas dari kelonggaran aturan di setiap lapas. Sehingga, wajar saja jika hal tersebut dimanfaatkan para bandar nakorba untuk mengendalikan bisnisnya dari dalam jeruji besi.
"Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian. Mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke lapas itu begitu saja. Kita masuk ke lapas tidak tahu mana bandar mana penyalahguna. Itu yang kemudian potensinya sangat besar sekali," ucapnya.
Untuk itu, melihat efektif atau tidaknya pemindahan narapidana narkoba harus dilihat dari cara bagaimana petugas membedakan status bandar dengan penyalahguna. Sebab, bagaimana pun kasus narkoba erat hubungannya dengan bandar selaku pengendali.
"Mau pindah ke mana saja, bandar tetap saja bandar," tuturnya.
Baca: Polisi Antisipasi Pengiriman Narkotika Lintas Negara
Sebelumnya, Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Arman Depari, menilai pemindahan narapidana (napi) kasus narkoba ke Nusakambangan tidak akan efektif. Apalagi jika tanpa pengawasan yang ketat.
"Dipindahkan ke mana pun dan masih mampu berkomunikasi atau mengendalikan orang di luar dia, ya percuma," kata Arman seperti dilansir Antara.
Arman mengatakan pemindahan napi narkoba selama ini masih menyisakan persoalan, yaitu masih mudahnya mereka dalam berkomunikasi. Alhasil, mereka masih dapat mengendalikan bisnis dari balik jeruji penjara.
Oleh karena itu, tegasnya, pemindahan napi narkoba ke Nusakambangan jangan sampai hanya membuang anggaran tanpa diikuti dengan pengawasan yang maksimal.
"Jika sampai di sana (lapas Nusakambangan) tidak lagi bisa berkomunikasi dan betul-betul stop aktivitasnya, baru pemindahan bisa dikatakan efektif," ujar Arman.
Saat ini sudah ada sebanyak 671 narapidana kasus narkoba yang dipindahkan ke Nusakambangan. Terhitung sejak 2020 hingga saat ini.
Terakhir, Lapas Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, memindahkan narapidana kasus narkoba ke Lapas Nusakambangan, pada Senin, 19 Juli 2021. Pemindahan tersebut sesuai sesuai dengan surat dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta, Nomor: W.10.PK.01.01.02-519 tanggal 19 Juli 2021.
"Dua narapidana kasus narkoba yang telah dipindahkan yaitu AA dan RG,” kata Kalapas Kelas I Cipinang, Tonny Nainggolan.
Jakarta: Pemindahan narapidana kasus
narkoba ke
Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan dinilai tak efektif. Ini dibuktikan dengan masih adanya napi yang mengendalikan peredaran narkoba di balik jeruji.
"Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini sebatas SOP (prosedur). Kasus narkoba karakteristiknya itu berbeda. Sama saja memindahkan kenyamanan dari satu lokasi ke lokasi lain, dalam hal ini Nusakambangan," kata Pengamat Kebijakan Lembaga Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, melalui keterangan tertulis, Selasa 10 Agustus 2021.
Menurutnya, persoalan itu masih tetap terjadi lantaran dipengaruhi budaya kerja petugas. Oleh sebab itu, harus ada pembaruan kebijakan dalam pengelolaan di dalam lapas.
"Katakan beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya, dan ini menjadi perhatian khusus," ujarnya.
Kendati demikian, keterlibatan itu pun tidak terlepas dari kelonggaran aturan di setiap lapas. Sehingga, wajar saja jika hal tersebut dimanfaatkan para bandar nakorba untuk mengendalikan bisnisnya dari dalam jeruji besi.
"Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian. Mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke lapas itu begitu saja. Kita masuk ke lapas tidak tahu mana bandar mana penyalahguna. Itu yang kemudian potensinya sangat besar sekali," ucapnya.
Untuk itu, melihat efektif atau tidaknya pemindahan narapidana narkoba harus dilihat dari cara bagaimana petugas membedakan status bandar dengan penyalahguna. Sebab, bagaimana pun kasus narkoba erat hubungannya dengan bandar selaku pengendali.
"Mau pindah ke mana saja, bandar tetap saja bandar," tuturnya.
Baca:
Polisi Antisipasi Pengiriman Narkotika Lintas Negara
Sebelumnya, Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Arman Depari, menilai pemindahan narapidana (napi) kasus narkoba ke Nusakambangan tidak akan efektif. Apalagi jika tanpa pengawasan yang ketat.
"Dipindahkan ke mana pun dan masih mampu berkomunikasi atau mengendalikan orang di luar dia, ya percuma," kata Arman seperti dilansir Antara.