Jakarta: Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Irjen Napoleon Bonaparte membantah menerima suap dari terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, dan pengusaha Tommy Sumardi. Napoleon bahkan berencana menggugat penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra.
"Semua langkah-langkah hukum akan ditentukan," tegas kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2020.
Gunawan memastikan Napoleon akan bersikap kooperatif selama penyidikan. Pihak Napoleon mendukung penelusuran dugaan suap dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra yang tengah dilakukan penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri.
"Penelurusan atas nyanyian Djoko Soegiarto Tjandra, nyanyian Tommy Sumardi, dan lain-lain, yang seolah-olah mengeluarkan begitu banyak uang untuk pengurusan penghapusan red notice yang sebetulnya sudah ter-delete oleh sistem karena tidak diajukan perpanjangannya," ungkap Gunawan.
Menurut dia, red notice Djoko Tjandra terhapus di Sekretaris Jenderal Organisasi Kepolisian Internasional (Interpol) di Lyon, Prancis, sejak 11 Juli 2014. Pasalnya, Kejaksaan Agung yang menangani kasus Djoko Tjandra tidak meminta perpanjangan red notice.
Baca: Irjen Napoleon Mengaku Tak Kenal Tommy Sumardi
Polri menetapkan Napoleon sebagai tersangka dalam kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dia menjadi tersangka bersama Brigjen Prasetyo Utomo, Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyebut Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetyo mengakui telah menerima suap dari Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Pengakuan itu disampaikan saat pemeriksaan pada Selasa, 25 Agustus 2020.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Keduanya terancam hukuman lima tahun penjara.
Sementara itu, Prasetyo dan Napoleon selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan b, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Keduanya terancam hukuman lima tahun penjara.
Jakarta: Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Irjen Napoleon Bonaparte membantah menerima suap dari terpidana
kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, dan pengusaha Tommy Sumardi. Napoleon bahkan berencana menggugat penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri dalam kasus penghapusan
red notice Djoko Tjandra.
"Semua langkah-langkah hukum akan ditentukan," tegas kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2020.
Gunawan memastikan Napoleon akan bersikap kooperatif selama penyidikan. Pihak Napoleon mendukung penelusuran dugaan suap dalam kasus penghapusan
red notice Djoko Tjandra yang tengah dilakukan penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri.
"Penelurusan atas
nyanyian Djoko Soegiarto Tjandra,
nyanyian Tommy Sumardi, dan lain-lain, yang seolah-olah mengeluarkan begitu banyak uang untuk pengurusan penghapusan
red notice yang sebetulnya sudah ter-
delete oleh sistem karena tidak diajukan perpanjangannya," ungkap Gunawan.
Menurut dia,
red notice Djoko Tjandra terhapus di Sekretaris Jenderal Organisasi Kepolisian Internasional (Interpol) di Lyon, Prancis, sejak 11 Juli 2014. Pasalnya, Kejaksaan Agung yang menangani kasus Djoko Tjandra tidak meminta perpanjangan
red notice.
Baca: Irjen Napoleon Mengaku Tak Kenal Tommy Sumardi
Polri menetapkan Napoleon sebagai tersangka dalam kasus penghapusan
red notice Djoko Tjandra. Dia menjadi tersangka bersama Brigjen Prasetyo Utomo, Tommy Sumardi, dan Djoko Tjandra.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menyebut Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetyo mengakui telah menerima
suap dari Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Pengakuan itu disampaikan saat pemeriksaan pada Selasa, 25 Agustus 2020.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Keduanya terancam hukuman lima tahun penjara.
Sementara itu, Prasetyo dan Napoleon selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan b, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP. Keduanya terancam hukuman lima tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)