Jakarta: Citra Polri di mata masyarakat tercoreng lantaran serangkaian kasus yang melibatkan anggota belakangan. Polri bisa memperbaiki citra negatif itu dengan sigap merespons setiap aduan masyarakat.
"Saat ini masyarakat masih merasakan adanya pelanggaran yang dilakukan anggota dan kurang sigapnya proses hukum atas pelanggaran tersebut, sehingga membuat masyarakat memviralkan," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti kepada Medcom.id, Rabu, 8 Desember 2021.
Poengky mengatakan Polri baru merespons serius aduan masyarakat setelah viral di media sosial (medsos). Maka itu, masyarakat memilih memviralkan ketimbang membuat laporan.
"Pengawas polisi tidak hanya pengawas internal dan eksternal, masyarakat dan media (konvensional maupun sosial) juga menjadi pengawas polisi yang sangat kritis," ungkap juru bicara Kompolnas itu.
Poengky menyebut pelanggaran anggota bisa diminimalisasi dengan pemberian contoh teladan. Kemudian, membimbing anak buah, mengawasi, memberikan penghargaan terhadap anggota berprestasi dan sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran.
"Pengawas internal harus proaktif, tegas, dan independen dalam mengawasi. Respons pengawas internal harus cepat, jangan sampai masyarakat yang melapor merasa kecewa, lalu memviralkan tindakan oknum anggota," ujar Poengky.
Pengawas internal, yakni Profesi dan Pengamanan (Propam) juga tidak boleh ragu dalam menindak tegas anggota bermasalah. Polisi diharapkan dapat menghindari tudingan diskriminasi.
Baca: Kompolnas Minta Bripda Randy Diberi Hukuman Tegas
Poengky menilai Polri perlu menggelorakan reformasi kultural. Yakni mengarahkan pimpinan dan anggota Polri untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan menjadi polisi yang profesional, humanis, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
"Praktik-praktik buruk di masa orde baru, antara lain kekerasan berlebihan, arogansi, hedonis, dan korupsi/pungli harus dihapus," tegas Poengky.
Anggota Polri kerap melakukan pelanggaran belakangan. Teranyar, seorang anggota Polres Pasuruan Kabupaten Bripda Randy Bagus Hari Sasongko diduga menjadi dalang tewasnya mahasiswi Universitas Brawijaya Malang, NRW, 23.
NRW diketahui berpacaran dengan oknum polisi itu sejak 2019. Mereka awalnya bertemu dan berkenalan dalam suatu acara di Malang, lalu sepakat berpacaran. Korban dan pacarnya Randy Bagus Hari Sasongko diketahui berhubungan badan dari 2020 hingga 2021.
Kemudian, NRW hamil. Bripda Randy yang tak bisa bertanggung jawab diduga memaksa korban menggugurkan kandungan dengan meminum obat aborsi. Pengguguran kandungan dilakukan dua kali.
NRW yang mengadu ke orang tua Bripda Randy tak direspons baik. Bahkan, keluarganya pun ikut memusuhi dan berniat hendak membunuhnya karena tak kuat menanggung malu akibat ulah anggota keluarga.
Mahasiswi Universitas Brawijaya Malang ini depresi lantaran menjadi korban penganiayaan keluarga, pacar hingga pemerkosaan. Dia mengungkapkan isi hatinya di medsos beberapa hari sebelum menenggak racun.
NRW tewas di pusara ayahnya. Polisi mulai mengusut peristiwa mengenaskan itu setelah korban tewas.
Kini, Bripda Randy telah ditetapkan tersangka. Anggota Polres Pasuruan Kabupaten itu terancam dipecat dan dikenakan Pasal 348 KUHP tentang Aborsi jo Pasal 55 KUHP tentang Menyuruh Melakukan Tindak Pidana, dengan ancaman hukuman 5 tahun 6 bulan penjara.
Jakarta: Citra Polri di mata masyarakat tercoreng lantaran serangkaian kasus yang melibatkan anggota belakangan.
Polri bisa memperbaiki citra negatif itu dengan sigap merespons setiap aduan masyarakat.
"Saat ini masyarakat masih merasakan adanya pelanggaran yang dilakukan anggota dan kurang sigapnya proses hukum atas pelanggaran tersebut, sehingga membuat masyarakat memviralkan," kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas) Poengky Indarti kepada
Medcom.id, Rabu, 8 Desember 2021.
Poengky mengatakan Polri baru merespons serius aduan masyarakat setelah viral di
media sosial (medsos). Maka itu, masyarakat memilih memviralkan ketimbang membuat laporan.
"Pengawas polisi tidak hanya pengawas internal dan eksternal, masyarakat dan media (konvensional maupun sosial) juga menjadi pengawas polisi yang sangat kritis," ungkap juru bicara Kompolnas itu.
Poengky menyebut pelanggaran anggota
bisa diminimalisasi dengan pemberian contoh teladan. Kemudian, membimbing anak buah, mengawasi, memberikan penghargaan terhadap anggota berprestasi dan sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran.
"Pengawas internal harus proaktif, tegas, dan independen dalam mengawasi. Respons pengawas internal harus cepat, jangan sampai masyarakat yang melapor merasa kecewa, lalu memviralkan tindakan oknum anggota," ujar Poengky.
Pengawas internal, yakni Profesi dan Pengamanan (Propam) juga tidak boleh ragu dalam menindak tegas anggota bermasalah. Polisi diharapkan dapat menghindari tudingan diskriminasi.
Baca:
Kompolnas Minta Bripda Randy Diberi Hukuman Tegas
Poengky menilai Polri perlu menggelorakan reformasi kultural. Yakni mengarahkan pimpinan dan anggota Polri untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan menjadi polisi yang profesional, humanis, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).
"Praktik-praktik buruk di masa orde baru, antara lain kekerasan berlebihan, arogansi, hedonis, dan korupsi/pungli harus dihapus," tegas Poengky.