Jakarta: Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba menjadi perbincangan di pertengahan 2020. Lebih satu dekade mandek karena Djoko menghilang dari Tanah Air, proses hukum terdakwa kasus kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali ini kembali berjalan.
1. Korupsi fantastis di Bank Bali
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali dengan nilai kerugian negara Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.
Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata. Drama panjang peradilan kasus tersebut berakhir dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melepaskan Djoko dari jerat hukum pada Oktober 2008.
2. MA vonis Djoko Tjandra dua tahun bui
Majelis hakim agung MA melepaskan Djokodari segala tuntutan pada 2001. Putusan itu diambil dengan mekanisme voting karena perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap dengan hakim Artidjo Alkotsar.
Baca: Djoko Tjandra Anggap PK Kejaksaan Agung Menyalahi Aturan
Kejaksaan Agung mengambil langkah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA) dari putusan itu. MA akhirnya memutuskan menghukum Djoko dengan pidana dua tahun penjara dan denda Rp15 juta pada 2009.
Selain hukuman itu, MA juga memutuskan untuk merampas uang Rp546 miliar di Bank Bali untuk negara.
3. Djoko Tjandra Hilang sebelum eksekusi
Djoko mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi. Djoko dinyatakan sebagai buron. Djoko diduga melarikan diri ke luar negeri Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni 2009. Atau sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara
Dia menjadi warga negara Papua Nugini sejak 2009. Djoko pun belum pernah menginap di hotel prodeo selama sebelas tahun di pelarian.
4. Djoko Tjandra ajukan peninjauan kembali (PK)
Akhir Juni 2020, Djoko mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di sidang pertamanya, dia tak hadir dengan alasan sakit.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai maksud pengajuan PK yang dilakukan oleh Djoko hanyalah cek ombak. Djoko sedang mengetes masa kedaluwarsa kasusnya.
"Saya mengerti taktik PK-nya, dia (Djoko Tjandra) mencoba testing on the water apakah penegak hukum Indonesia menganggap masa kedaluwarsanya sudah selesai atau belum," kata Fickar kepada Medcom.id, Selasa, 30 Juni 2020.
Fickar yakin Djoko berpatokan dengan Pasal 78 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang masa kedaluwarsa kasus. Dalam pasal itu menyebutkan bahwa kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, kedaluwarsa hukumannya sesudah enam tahun.
Baca: Tak Ada Alasan Djoko Tjandra Dibiarkan Bebas Melenggang
Dalam kasusnya, Djoko sudah sebelas tahun kabur. Seharunya, kata Fickar, hukuman pidananya sudah kedaluwarsa.
Namun, hitungan itu benar jika Djoko tidak kabur ke Papua Nugini. Hitungannya hanya berlaku jika Djoko menetap di Indonesia.
"Hitungan sebelas tahun itu harus dihitung setelah Djoko Tjandra kembali ke Indonesia dari buron sengajanya," ujar Fickar.
5. Permainan Djoko Tjandra lepas dari jerat
Walaupun mengajukan PK, Djoko tak hadir dalam sidang. Ketidakhadiran Djoko dalam sidang PK-nya pun dinilai Fickar untuk menghindari penangkapan.
Isyarat ini terlihat setelah kabar Djoko akan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebar. Kejaksaan Agung langsung menyatakan akan melakukan penangkapan.
Namun, permainan Djoko yang sangat mulus ini harus dilakukannya dengan hati-hati. Salah sedikit, Djoko bisa ditangkap dan dipenjara oleh Kejaksaan Agung.
6. Djoko Tjandra tetap dipenjara 2 tahun
Meski kabur selama sebelas tahun tak berarti hukuman penjara Djoko bisa diperberat. Djoko tetap akan dipenjara dua tahun jika tertangkap nanti.
"Ya hukumannya tetap sesuai dengan putusan pengadilan, tidak bisa ada penambahan atau pengurangan, yang menentukan hukuman itu pengadilan," tutur Fickar.
Fickar menjelaskan penambahan masa tahanan hanya bisa dilakukan jika Djoko terbukti berulah selama masa buronnya. Itu pun, lanjutnya, harus tetap menyertakan bukti akurat dan melewati proses pengadilan.
Jakarta:
Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba menjadi perbincangan di pertengahan 2020. Lebih satu dekade mandek karena Djoko menghilang dari Tanah Air, proses hukum terdakwa kasus
kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali ini kembali berjalan.
1. Korupsi fantastis di Bank Bali
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih Bank Bali dengan nilai kerugian negara Rp904 miliar yang ditangani
Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000.
Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata. Drama panjang peradilan kasus tersebut berakhir dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melepaskan Djoko dari jerat hukum pada Oktober 2008.
2. MA vonis Djoko Tjandra dua tahun bui
Majelis hakim agung MA melepaskan Djokodari segala tuntutan pada 2001. Putusan itu diambil dengan mekanisme voting karena perbedaan pendapat antara hakim Sunu Wahadi dan M Said Harahap dengan hakim Artidjo Alkotsar.
Baca:
Djoko Tjandra Anggap PK Kejaksaan Agung Menyalahi Aturan
Kejaksaan Agung mengambil langkah peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung (MA) dari putusan itu. MA akhirnya memutuskan menghukum Djoko dengan pidana dua tahun penjara dan denda Rp15 juta pada 2009.
Selain hukuman itu, MA juga memutuskan untuk merampas uang Rp546 miliar di Bank Bali untuk negara.