Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Polemik Hukuman Mati, Begini Pandangan Pakar Hukum

M Sholahadhin Azhar • 12 Desember 2021 01:52
Jakarta: Pakar hukum Andi Hamzah merespons polemik tuntutan hukuman mati ramai diperbincangkan belakangan ini. Guru Besar Hukum Pidana Trisakti itu fokus kepada pengulangan perbuatan korupsi yang menjadi dasar tuntutan.
 
Menurut Andi, pengulangan tindak pidana korupsi dilakukan pihak yang telah dihukum terkait kasus korupsi dan mengulangi perbuatannya. "Itu pengulangan, sudah diputus, korupsi lagi. Itu namanya melakukan pengulangan. Sudah melakukan korupsi, sudah diputus, korupsi lagi," ujar Andi saat dikonfirmasi, Sabtu, 11 Desenber 2021.
 
Baca: Tuntutan Hukuman Mati Heru Hidayat Dinilai Tak Tepat, Ini Alasannya

Hukuman mati koruptor menjadi polemik usai pembacaan tuntutan terdakwa dugaan korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Heru Hidayat. Pakar hukum tindak pidana korupsi Nur Basuki Minarno melihat tuntutan hukuman mati berdasarkan pengulangan pidana tak tepat.
 
Sebab, Heru merupakan terdakwa dalam kasus korupsi di Jiwasraya dan ASABRI, dengan pengusutan kasus yang hampir bersamaan. "Jadi, kalau saya perhatikan, tempus-nya hampir bersamaan, artinya waktu kejadian perkara itu terjadi bersamaan. Hanya saja proses penuntutannya berbeda. Jadi, ini bukan merupakan pengulangan tindak pidana,” kata Nur.
 
Dia menyebut kasus Jiwasraya dan ASABRI masuk kategori konkursus realis atau meerdaadse samenloop. Artinya, tindak pidana dilakukan sekaligus dan berdiri sendiri.
 
“Jadi, tidak tepat kalau jaksa memberikan pemberatan kepada Heru Hidayat dengan alasan bahwa Heru Hidayat itu telah melakukan pengulangan tindak pidana,” kata Nur.
 
 

Senada, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Dian Andriawan melihat tuntutan mati hanya bisa dikenakan ketika kasus korupsi sebelumnya sudah mendapat kekuatan hukum tetap. Kemudian, pelaku melakukan tindak pidana korupsi baru.
 
"Kalau ini kasusnya bersama-sama. Pengertian yang dikemukakan oleh jaksa itu keliru kalau menurut saya,” kata Dian.
 
Sebelumnya, Heru Hidayat dituntut hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi di PT ASABRI. Jaksa menilai hukuman itu pantas untuk Heru.
 
"Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 6 Desember 2021.
 
Jaksa menilai hukuman itu pantas karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Heru dihukum penjara seumur hidup karena menyebabakan kerugian negara lebih dari Rp16 triliun dalam kasus itu.
 
Tindakan Heru juga dinilai masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Heru juga tidak mendukung pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jaksa menilai tidak ada alasan untuk meringankan hukuman Heru. 
 
Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Kemudian, Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan