Jakarta: Kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua, segera dilimpahkan ke pengadilan. Komisi Nasional (Komnas) HAM berharap aktor intelektual peristiwa tersebut bisa terbongkar di persidangan.
"Kita berharap dengan perkembangan nanti di pengadilan atau juga ada perkembangan fakta-fakta yang baru dan melihat konstruksi peristiwanya itu bisa melihat secara langsung siapa yang paling bertanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam kepada Medcom.id, Selasa, 24 Mei 2022.
Sehingga, kata dia, pertanyaan yang masuk ke Komnas HAM dari publik, khususnya warga Papua bisa terjawab. Dia mengaku mendapat pertanyaan terkait jumlah tersangka yang hanya satu.
"Kenapa kok hanya IS misalnya begitu, kenapa enggak ada tersangka yang lain dan IS ini siapa," ujar Anam.
Dia meminta nantinya di pengadilan membuka peluang adanya fakta baru berdasarkan konstruksi peristiwa yang disusun Jaksa penuntut umum (JPU). Dengan begitu, akan terbongkar sosok yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat tersebut.
"Karena kasus hak asasi manusia itu khususnya pelanggaran HAM berat itu dalam konteks-konteks tertentu menuntut adanya sebuah konstruksi pertanggungjawaban sesuai dengan rantai tanggung jawab yang dipikul oleh masing-masing pelaku," kata Anam.
Baca: Fakta Baru Kasus HAM Berat Paniai Diharap Terbongkar di Persidangan
Menurut dia, level perbuatan itu bisa menentukan penetapan tersangka. Orang yang tidak bersalah tak akan menyandang status pesakitan tersebut.
"Jadi level apa melakukan apa dan itu semuanya bisa menjadikan status apakah mereka tersangka atau tidak," ucap Anam.
Terlepas dari itu, dia mengapresiasi penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menuntaskan penyidikan kasus tersebut. Berkas perkara pun telah dinyatakan lengkap alias P-21.
"Pada prinsipnya kita apresiasi perkembangan ini yang signifikan, kan P-21 itu menyatakan berkas perkaranya sudah selesai tinggal nanti ke penuntutan ke jaksa penuntut untuk dimajukan ke pengadilan. Kami pada prinsipnya mengapresiasi," ucap Anam.
Tersangka pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai 2014 di Papua itu segera diadili. Berkas perkara IS bernomor 01/BERKAS-PEL.HAM.BERAT/04/2022 dinyatakan lengkap (P-21) secara formil dan materiel pada Jumat, 13 Mei 2022.
Ketut menerangkan jaksa penyidik segera menyerahkan tersangka dan barang bukti ke penuntut umum, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Ayat (3) huruf b, Pasal 138 Ayat (1) dan Pasal 139 KUHP. Penyerahan tahap II dilakukan untuk menentukan perkara itu memenuhi persyaratan dilanjutkan ke pengadilan.
Rencananya pelimpahan tahap II itu dilakukan pada Jumat, 27 Mei 2022. Menunggu kedatangan IS dari Papua.
IS merupakan purnawirawan TNI. Dia disangkakan melanggar Pasal 42 Ayat (1) dan Pasal 40 jo Pasal 9 jo Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Pelanggaran itu dilakukan saat IS menjabat sebagai perwira penghubung pada Kodim Paniai. Sangkaan yang menjerat IS terkait pertanggungjawaban rantai komando atas kejahatan kemanusiaan dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan paling singkat 10 tahun.
"Persidangan terhadap tersangka IS akan dilaksanakan di Pengadilan HAM Makassar," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Kamis, 19 Mei 2022.
Jakarta: Kasus dugaan pelanggaran
hak asasi manusia (HAM) berat di
Paniai, Papua, segera dilimpahkan ke pengadilan. Komisi Nasional
(Komnas) HAM berharap aktor intelektual peristiwa tersebut bisa terbongkar di persidangan.
"Kita berharap dengan perkembangan nanti di pengadilan atau juga ada perkembangan fakta-fakta yang baru dan melihat konstruksi peristiwanya itu bisa melihat secara langsung siapa yang paling bertanggung jawab, siapa yang bertanggung jawab," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam kepada Medcom.id, Selasa, 24 Mei 2022.
Sehingga, kata dia, pertanyaan yang masuk ke Komnas HAM dari publik, khususnya warga Papua bisa terjawab. Dia mengaku mendapat pertanyaan terkait jumlah tersangka yang hanya satu.
"Kenapa kok hanya IS misalnya begitu, kenapa enggak ada tersangka yang lain dan IS ini siapa," ujar Anam.
Dia meminta nantinya di pengadilan membuka peluang adanya fakta baru berdasarkan konstruksi peristiwa yang disusun Jaksa penuntut umum (JPU). Dengan begitu, akan terbongkar sosok yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat tersebut.
"Karena kasus hak asasi manusia itu khususnya pelanggaran HAM berat itu dalam konteks-konteks tertentu menuntut adanya sebuah konstruksi pertanggungjawaban sesuai dengan rantai tanggung jawab yang dipikul oleh masing-masing pelaku," kata Anam.
Baca:
Fakta Baru Kasus HAM Berat Paniai Diharap Terbongkar di Persidangan
Menurut dia, level perbuatan itu bisa menentukan penetapan tersangka. Orang yang tidak bersalah tak akan menyandang status pesakitan tersebut.
"Jadi level apa melakukan apa dan itu semuanya bisa menjadikan status apakah mereka tersangka atau tidak," ucap Anam.