Jakarta: Komisi Kejaksaan (Komjak) diingatkan terkait pengusutan kasus Djoko Seogiarto Tjandra oleh Kejaksaan Agung. Komjak diminta tidak membangun opini negatif.
"Komjak bukan aparat penegak hukum yang boleh melakukan penyelidikan atau penyidikan," kata akademisi Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul, seperti dikutip dari Antara, Sabtu, 5 September 2020.
Rencana Komjak meminta keterangan Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) tak dibenarkan. Komisi tak boleh ikut campur dalam perkara yang membelit jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Komjak ini kalau kita lihat tupoksinya itu pelanggaran etik. Itu pun kalau dilaporkan masyarakat atau diminta oleh kejaksaan," kata Chudry.
Kejagung, kata dia, juga belum dapat disebut lamban dalam menangani kasus Pinangki. Sebab jika diamati kasus itu baru berjalan satu bulan.
Pinangki pun baru sekitar 20 hari setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 12 Agustus 2020. Chudry menyebutkan tindakan Komjak ingin memeriksa Pinangki yang telah menjadi tersangka seolah membangun opini bahwa lembaga itu sebagai penegak hukum
"Komjak itu seperti Komisi Yudisial atau Kompolnas. Kalau Komjak ikut memeriksa, tidak sesuai dengan tupoksinya," kata Chudry.
Baca: Berkas Tiga Tersangka Surat Jalan Palsu Ribuan Lembar
Hal senada disampaikan akademisi Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin. Dia mengimbau Komjak tidak membangun opini negatif terhadap Kejaksaan Agung yang sedang fokus menangani kasus Djoko Tjandra dan mantan jaksa Pinang Sirna Malasari.
Komjak atau elemen masyarakat lain harus memercayakan penanganan kasus tersebut kepada Kejagung. "Kita tidak boleh bangun opini, tidak boleh menyerang. Kita harus objektif kalau bangsa ini ingin maju," kata Ujang.
Ujang mengatakan semua pihak harus memberi apresiasi kepada Kejagung yang telah menindak cepat kasus Djoko Tjandra meski semula diragukan. Dia mengatakan Kejagung telah bertindak profesional dalam mewujudkan kredibilitas negara dalam konteks penegakan hukum.
"Seharusnya memang institusi permanen seperti kejaksaan yang harus didorong maju terdepan dalam pemberantasan korupsi. Dalam kasus Djoko Tjandra kita apresiasi, begitu cepat bergerak," ujarnya.
Kemudian, Ujang berharap masyarakat ikut mengawal kinerja Kejagung ke depan. Pengawalan harus dilakukan secara objektif.
"Semua ingin bangsa ini berubah, kalau kritiknya ada maunya, tidak konstruktif, lebih baik diam. Semua berhak mengkritik tapi harus objektif dan konstruktif," ujar Ujang.
Pinangki pun baru sekitar 20 hari setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 12 Agustus 2020. Chudry menyebutkan tindakan Komjak ingin memeriksa Pinangki yang telah menjadi tersangka seolah membangun opini bahwa lembaga itu sebagai penegak hukum
"Komjak itu seperti Komisi Yudisial atau Kompolnas. Kalau Komjak ikut memeriksa, tidak sesuai dengan tupoksinya," kata Chudry.
Baca: Berkas Tiga Tersangka Surat Jalan Palsu Ribuan Lembar
Hal senada disampaikan akademisi Universitas Al-Azhar Ujang Komaruddin. Dia mengimbau Komjak tidak membangun opini negatif terhadap Kejaksaan Agung yang sedang fokus menangani kasus Djoko Tjandra dan mantan jaksa Pinang Sirna Malasari.
Komjak atau elemen masyarakat lain harus memercayakan penanganan kasus tersebut kepada Kejagung. "Kita tidak boleh bangun opini, tidak boleh menyerang. Kita harus objektif kalau bangsa ini ingin maju," kata Ujang.
Ujang mengatakan semua pihak harus memberi apresiasi kepada Kejagung yang telah menindak cepat kasus Djoko Tjandra meski semula diragukan. Dia mengatakan Kejagung telah bertindak profesional dalam mewujudkan kredibilitas negara dalam konteks penegakan hukum.