Jakarta: Komisi Kejaksaan (Komjak) menduga ada oknum besar di belakang jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pasalnya, eks Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan itu tidak memiliki wewenang dalam pengurusan kasus Djoko Tjandra.
"Nah ini penting, siapa oknum jaksa Pinangki itu? Dia bukan penyidik, bukan orang yang punya kewenangan mengeksekusi, bukan juga orang yang punya kewenangan dalam kaitan perkara itu. Atas dasar apa Djoko Tjandra menerima dia?" ujar Ketua Komjak Barita Simanjuntak saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.
Jaksa Pinangki dinilai tidak akan bisa bertemu seorang Djoko Tjandra hanya sebatas hubungan personal. Diduga ada oknum yang mengenalkannya dengan buronan kelas kakap itu.
Baca: Jaksa Pinangki Berpotensi Dijerat Pasal Pencucian Uang
Barita meminta penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memaksa Pinangki mengungkap semua fakta seputar kasus Djoko Tjandra ini.
"Kami melihat penyidik projusticia, punya kewenangan memaksa keterangan, melakukan upaya paksa. Termasuk melakukan penyidikan," ucap Barita.
Komjak tak bisa berperan banyak karena memiliki tidak berwenang terlibat langsung dengan penanganan kasus. Karena itu, dia mendorong penyidik Kejagung mengungkap dugaan keterlibatan oknum Korps Adhyaksa selain Pinangki.
"Makanya kita dorong supaya dilakukan secara transparan dan profesional. Supaya kredibilitasnya diakui," kata Barita.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasuas dugaan penerimaan suap dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu bertujuan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar USD500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Jakarta: Komisi Kejaksaan (Komjak) menduga ada oknum besar di belakang
jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pasalnya, eks Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan itu tidak memiliki wewenang dalam pengurusan kasus
Djoko Tjandra.
"Nah ini penting, siapa oknum jaksa Pinangki itu? Dia bukan penyidik, bukan orang yang punya kewenangan mengeksekusi, bukan juga orang yang punya kewenangan dalam kaitan perkara itu. Atas dasar apa Djoko Tjandra menerima dia?" ujar Ketua Komjak Barita Simanjuntak saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.
Jaksa Pinangki dinilai tidak akan bisa bertemu seorang Djoko Tjandra hanya sebatas hubungan personal. Diduga ada oknum yang mengenalkannya dengan buronan kelas kakap itu.
Baca:
Jaksa Pinangki Berpotensi Dijerat Pasal Pencucian Uang
Barita meminta penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memaksa Pinangki mengungkap semua fakta seputar kasus Djoko Tjandra ini.
"Kami melihat penyidik
projusticia, punya kewenangan memaksa keterangan, melakukan upaya paksa. Termasuk melakukan penyidikan," ucap Barita.
Komjak tak bisa berperan banyak karena memiliki tidak berwenang terlibat langsung dengan penanganan kasus. Karena itu, dia mendorong penyidik Kejagung mengungkap dugaan keterlibatan oknum Korps Adhyaksa selain Pinangki.
"Makanya kita dorong supaya dilakukan secara transparan dan profesional. Supaya kredibilitasnya diakui," kata Barita.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka dalam kasuas dugaan penerimaan suap dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu bertujuan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Pinangki diduga menerima suap sebesar USD500 ribu atau setara Rp7 miliar. Pinangki disangkakan melanggar Pasal 5 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp250 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)