Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menganalisis laporan salah satu warga, R Lutfi, terhadap AKBP Gafur Siregar. Gafur Diduga bertindak sewenang-wenang.
"Prinsipnya begini, setiap aduan akan dianalisis terlebih dahulu. Apakah ada unsur dugaan pelanggaran HAM-nya atau tidak," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Selasa, 31 Agustus 2021.
Beka menuturkan Komnas HAM juga akan menelusuri apakah laporan tersebut telah ditangani instansi lain atau belum. "Kalau melihat kasusnya, sepertinya sudah ditangani Paminal (Pengamanan Internal Polri) akan lebih baik juga kalau diadukan ke Kompolnas," ujar Beka.
Keluarga tersangka R Lutfi yang diwakili Umar dan tim pengacara mengadukan mantan Kasubdit Harda di Ditreskrimun Polda Metro Jaya, AKBP Gafur Siregar, ke Komnas HAM. Pelaporan ini terkait penetapan tersangka Lutfi atas dugaan memasuki pekarangan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 167 KUHP.
"Saya ingin meminta keadilan melalui Komnas HAM dan Ombudsman karena om saya (Lutfi) telah diperlakukan tidak adil oleh Gafur Siregar dan penyidik lain dalam menangani perkara ini," kata Umar di Kantor Komnas HAM.
Perlakuan tidak adil dan kesewenangan tersebut menurut umar dibuktikan oleh penetapan status tersangka atas perkara yang sudah pernah dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ketika kasus ini dihentikan penyidikannya, kala itu Gafur menjabat sebagai Kanit V berpangkat kompol yang menangani perkara tersebut.
Namun, Gafur mendapat promosi pangkat dan jabatan menjadi Kasubdit Harda di Direskrimum Polda Metro Jaya. Pada saat itulah Gafur kembali membuka kasus yang sudah di-SP3 tersebut dan menersangkakan Lutfi.
Baca: Sahroni Minta Mutasi Jajaran Polri Jadi Pelajaran
"Setahu saya pembatalan SP3 itu dilakukan melalui praperadilan. Ini kok ada yang melapor dengan aduan yang sama, pasal sama, dan bahkan penyidiknya sama, oleh Gafur kemudian diakomodasi dan bahkan menetapkan status tersangka," ujar Umar.
Umar lantas melaporkan Gafur ke Paminal Polri atas dugaan pelanggaran kode etik. Dalam surat pemberitahuan penyelidikan di Paminal, jelas Umar, disebutkan Gafur terindikasi melakukan pelanggaran kode etik.
Dalam surat itu, perkara dilimpahkan ke bagian Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof). Wabprof pada 5 Agustus 2021 telah menyidangkan Gafur, namun hasilnya tidak diberitahukan kepada pihak keluarga.
"Tahu-tahunya kami dapat informasi dari media kalau Gafur Siregar mendapat promosi jabatan menjadi Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan," kata dia.
Lutfi mengaku bingung mengapa menjadi tersangka atas kasus yang sudah di-SP3. Ia berharap kasus ini segera dihentikan penyidikannya karena dinilai cacat hukum.
"Harapannya kasus ini dihentikan. Nasib saya terkatung-katung akibat kasus ini," ujar Lutfi.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Johanes Widjiantoro mengingatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait objektivitas dalam proses mutasi dan promosi perwiranya. Menurutnya, mutasi dan promosi jabatan harus didasarkan pada sistem reward and punishment yang terukur guna penyegaran dan perbaikan di tubuh polri.
"Kapolri harus memastikan proses mutasi untuk promosi apakah telah sesuai dan anggota bersangkutan tak memiliki persoalan," ujar Johanes.
Baca: Promosi dan Mutasi di Polri Diminta Objektif
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, membenarkan AKBP Gafur telah menjalani sidang kode etik terkait penanganan kasus saat menjabat Kasubdit II Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Namun, setelah dilakukan sidang dan pemeriksaan, Yusri menyampaikan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
"Sudah dilakukan sidang. Paminal Polri kemudian menyatakan Gafur tidak bersalah dan tidak melanggar kode etik profesi dalam penanganan perkara tersebut," kata Yusri.
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menganalisis laporan salah satu warga, R Lutfi, terhadap AKBP
Gafur Siregar. Gafur Diduga bertindak sewenang-wenang.
"Prinsipnya begini, setiap aduan akan dianalisis terlebih dahulu. Apakah ada unsur dugaan pelanggaran HAM-nya atau tidak," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Selasa, 31 Agustus 2021.
Beka menuturkan Komnas HAM juga akan menelusuri apakah laporan tersebut telah ditangani instansi lain atau belum. "Kalau melihat kasusnya, sepertinya sudah ditangani Paminal (Pengamanan Internal
Polri) akan lebih baik juga kalau diadukan ke Kompolnas," ujar Beka.
Keluarga tersangka R Lutfi yang diwakili Umar dan tim pengacara mengadukan mantan Kasubdit Harda di Ditreskrimun Polda Metro Jaya, AKBP Gafur Siregar, ke Komnas HAM. Pelaporan ini terkait penetapan tersangka Lutfi atas dugaan memasuki pekarangan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 167 KUHP.
"Saya ingin meminta keadilan melalui Komnas HAM dan Ombudsman karena om saya (Lutfi) telah diperlakukan tidak adil oleh Gafur Siregar dan penyidik lain dalam menangani perkara ini," kata Umar di Kantor Komnas HAM.
Perlakuan tidak adil dan kesewenangan tersebut menurut umar dibuktikan oleh penetapan status tersangka atas perkara yang sudah pernah dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ketika kasus ini dihentikan penyidikannya, kala itu Gafur menjabat sebagai Kanit V berpangkat kompol yang menangani perkara tersebut.
Namun, Gafur mendapat promosi pangkat dan jabatan menjadi Kasubdit Harda di Direskrimum Polda Metro Jaya. Pada saat itulah Gafur kembali membuka kasus yang sudah di-SP3 tersebut dan menersangkakan Lutfi.
Baca: Sahroni Minta Mutasi Jajaran Polri Jadi Pelajaran
"Setahu saya pembatalan SP3 itu dilakukan melalui praperadilan. Ini kok ada yang melapor dengan aduan yang sama, pasal sama, dan bahkan penyidiknya sama, oleh Gafur kemudian diakomodasi dan bahkan menetapkan status tersangka," ujar Umar.
Umar lantas melaporkan Gafur ke Paminal Polri atas dugaan pelanggaran kode etik. Dalam surat pemberitahuan penyelidikan di Paminal, jelas Umar, disebutkan Gafur terindikasi melakukan pelanggaran kode etik.