Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dinilai tidak akan menggerus kekuatan Polri. Kekhawatiran revisi UU Kejaksaan akan membuat wewenang Korps Adhyaksa semakin powerfull dianggap tidak mendasar.
"Kewenangan penyidikan pada kejaksaan kan tidak mengurangi kewenangan penyidikan pada kepolisian," kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (KaBAIS) Soleman Ponto di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.
Ponto menilai revisi UU Kejaksaan tak bakal menganggu proses hukum yang dilakukan penegak hukum lain. Pasalnya, kejaksaan selama ini telah diberikan kewenangan penyidikan maupun penuntutan sendiri, seperti kasus korupsi.
Untuk itu, tak menjadi soal ketika kejaksaan menyelidiki maupun menuntut kasus tindak pidana selain korupsi. Lagipula, kata dia, secara logika dan akal sehat tidak akan ada penyidikan kalau tidak ada penuntutan. Sebaliknya, tidak akan ada penuntutan tanpa penyidikan.
"Sehingga tidak salah bila penyidikan dan penuntutan disatukan untuk semua kasus pelanggaran hukum. Mungkin KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) harus menyesuaikan," kata dia.
DPR tengah membentuk panitia kerja revisi UU Kejaksaan. Sejumlah poin dalam revisi UU itu menuai kritik. Beberapa poin di antaranya penyempurnaan kewenangan kejaksaan menyelidiki tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, pelanggaran HAM berat, dan tindak pidana lainnya yang diatur dalam UU.
Revisi juga mengatur intelijen penegakan hukum alias intelijen yustisial yang disesuaikan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara serta penguatan sumber daya manusia kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan. Materi lain yakni penegasan peran kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa pada saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan dalam perang.
Revisi UU Kejaksaan dianggap mengadopsi struktur organisasi kekuasaan kehakiman yang dianut dalam sistem hukum common law, yakni polisi sebagai pembantu jaksa dan jaksa sebagai hulp-magistraat. Hal itu berbeda secara fundamental dengan sistem KUHAP yang menganut mixed system.
Ponto mengatakan revisi UU Kejaksaan perlu dilakukan sekalipun revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 masih berjalan. Jika revisi UU Kejaksaan selesai, aturan lain tinggal menyesuaikan.
"Menurut saya ini sama dengan mana duluan ayam atau telur. Kalau jaksa sudah pada posisinya, maka yang lain akan menyesuaikan," ujar dia.
Baca: Komjak Soroti Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan di RUU Kejaksaan
Di sisi lain, Ponto mengatakan sebaiknya semua pihak tidak takut dengan potensi gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila revisi UU Kejaksaan disahkan sebelum RUU KUHP. Pasalnya, hal itu lumrah.
“Ini kan potensi, bisa jadi bisa tidak. Kalau jadi ya pasti akan dihadapi dengan argumen yang logis,” kata dia.
Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dinilai tidak akan menggerus kekuatan Polri. Kekhawatiran revisi UU Kejaksaan akan membuat wewenang
Korps Adhyaksa semakin
powerfull dianggap tidak mendasar.
"Kewenangan penyidikan pada kejaksaan kan tidak mengurangi kewenangan penyidikan pada kepolisian," kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (KaBAIS) Soleman Ponto di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.
Ponto menilai revisi UU Kejaksaan tak bakal menganggu proses hukum yang dilakukan penegak hukum lain. Pasalnya, kejaksaan selama ini telah diberikan kewenangan penyidikan maupun penuntutan sendiri, seperti kasus korupsi.
Untuk itu, tak menjadi soal ketika kejaksaan menyelidiki maupun menuntut kasus tindak pidana selain korupsi. Lagipula, kata dia, secara logika dan akal sehat tidak akan ada penyidikan kalau tidak ada penuntutan. Sebaliknya, tidak akan ada penuntutan tanpa penyidikan.
"Sehingga tidak salah bila penyidikan dan penuntutan disatukan untuk semua kasus pelanggaran hukum. Mungkin KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) harus menyesuaikan," kata dia.
DPR tengah membentuk panitia kerja revisi UU Kejaksaan. Sejumlah poin dalam revisi UU itu menuai kritik. Beberapa poin di antaranya penyempurnaan kewenangan kejaksaan menyelidiki tindak pidana tertentu yang tidak hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, seperti tindak pidana pencucian uang, tindak pidana kehutanan, pelanggaran HAM berat, dan tindak pidana lainnya yang diatur dalam UU.
Revisi juga mengatur intelijen penegakan hukum alias intelijen yustisial yang disesuaikan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara serta penguatan sumber daya manusia kejaksaan melalui pengembangan pendidikan di bidang profesi, akademik, keahlian, dan kedinasan. Materi lain yakni penegasan peran kejaksaan dalam menjaga keutuhan serta kedaulatan negara dan bangsa pada saat negara dalam keadaan bahaya, darurat sipil dan militer, dan dalam perang.
Revisi UU Kejaksaan dianggap mengadopsi struktur organisasi kekuasaan kehakiman yang dianut dalam sistem hukum
common law, yakni polisi sebagai pembantu jaksa dan jaksa sebagai
hulp-magistraat. Hal itu berbeda secara fundamental dengan sistem KUHAP yang menganut
mixed system.
Ponto mengatakan revisi UU Kejaksaan perlu dilakukan sekalipun revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 masih berjalan. Jika revisi UU Kejaksaan selesai, aturan lain tinggal menyesuaikan.
"Menurut saya ini sama dengan mana duluan ayam atau telur. Kalau jaksa sudah pada posisinya, maka yang lain akan menyesuaikan," ujar dia.
Baca:
Komjak Soroti Kewenangan Penyelidikan dan Penyidikan di RUU Kejaksaan
Di sisi lain, Ponto mengatakan sebaiknya semua pihak tidak takut dengan potensi gugatan uji materi atau
judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila revisi UU Kejaksaan disahkan sebelum RUU KUHP. Pasalnya, hal itu lumrah.
“Ini kan potensi, bisa jadi bisa tidak. Kalau jadi ya pasti akan dihadapi dengan argumen yang logis,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)