Jakarta: Rumah tahana (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia dinilai masih menjadi tempat paling aman berbisnis narkoba bagi para bandar yang berstatus narapidana. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dianggap tidak kunjung menunujukkan perbaikan kinerja selama satu tahun terakhir.
"Hingga kini program yang digagas Ditjen PAS dalam membenahi rutan dan lapas kurang efektif," ujar pengamat kebijakan lembaga dari Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, Jakarta, Rabu, 11 Agustus 2021.
Dia mencontohkan program pemindahan narapidana bandar narkoba ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah. Dia menilai program itu hanya membuang anggaran karena tak didahului pembenahan sumber daya manusia (SDM).
"Karena itu tadi bandarnya tidak bisa dihalangi, karena mau pindah ke mana bandar tetap saja bandar. Lapas ini tidak ada cara untuk menghambatnya, semua masuk lapas sama," tambah Arthur.
Dia mengakui Lapas Nusakambangan dengan klasifikasi super maximum security memang memiliki keamanan yang ketat dan dilengkapi sejumlah peralatan pengawasan mutakhir. Namun, semua peralatan keamanan tersebut tidak berarti, bila ada petugas yang membantu narapidana menyelundupkan handphone untuk berbisnis narkoba.
Dia mendesak Ditjen PAS lebih mawas diri dengan membenahi petugasnya ketimbang memindahkan para gembong narkoba ke Lapas Nusakambangan. Sehingga tidak ada lagi petugas yang bisa disuap gembong narkoba.
"Beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya dan ini menjadi perhatian khusus. Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini hanya sebatas SOP (standar operasional prosedur) saja," ungkap Arthur.
Baca: Karutan Kelas I Depok Ditangkap Kasus Narkoba
Arthur menuturkan pentingnya pembenahan SDM di tubuh Ditjen PAS. Menurut dia, pembenahan SDM sangat mendesak karena menjadi kunci pemberantasan narkoba di rutan dan lapas.
Karutan Kelas I Depok Anton diringkus jajaran Satresnarkoba Polrestro Jakarta Barat pada 25 Juni 2021. Dia diduga melakukan penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Rutan yang dipimpin Anton termasuk kelas I atau memiliki tingkat keamanan cukup tinggi. Namun, kenyataannya Anton sebagai petugas justru mengonsumsi sabu.
Menurut Arthur, wajar Badan Narkotika Nasional (BNN) mengeluhkan upaya pemberantasan narkoba di rutan dan lapas. Sebab, kinerja petugas Ditjen PAS tak menunjukkan perbaikan.
"Sehingga BNN panas. Di dalam lapas sendiri tidak ada kepastian. Mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke lapas itu begitu saja. Kita masuk ke lapas tidak tahu mana bandar, mana penyalahguna," tuturnya.
Sebelumnya, Deputi Pemberantasan BNN Arman Depari mengatakan pembenahan SDM perlu dilakukan bila Ditjen PAS serius ingin membersihkan rutan dan lapas dari bisnis narkoba. Dia mencontohkan kasus kaburnya gembong narkoba Cai Changpan dari Lapas Klas I Tangerang pada 2020. Cai kabur karena dibantu petugas dengan cara menggali lubang dari sel.
"Kalau kita tidak peduli, sebaik apa pun aturannya, sebagus apa pun gedung dan sistem pengamannya. Kalau orang-orangnya tidak jujur, tidak mau melakukan dengan baik, maka itu akan percuma," kata Arman.
Jakarta: Rumah tahana (rutan) dan
lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia dinilai masih menjadi tempat paling aman berbisnis
narkoba bagi para bandar yang berstatus narapidana. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dianggap tidak kunjung menunujukkan perbaikan kinerja selama satu tahun terakhir.
"Hingga kini program yang digagas Ditjen PAS dalam membenahi rutan dan lapas kurang efektif," ujar pengamat kebijakan lembaga dari Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, Jakarta, Rabu, 11 Agustus 2021.
Dia mencontohkan program pemindahan narapidana bandar narkoba ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah. Dia menilai program itu hanya membuang anggaran karena tak didahului pembenahan sumber daya manusia (
SDM).
"Karena itu tadi bandarnya tidak bisa dihalangi, karena mau pindah ke mana bandar tetap saja bandar. Lapas ini tidak ada cara untuk menghambatnya, semua masuk lapas sama," tambah Arthur.
Dia mengakui Lapas Nusakambangan dengan klasifikasi
super maximum security memang memiliki keamanan yang ketat dan dilengkapi sejumlah peralatan pengawasan mutakhir. Namun, semua peralatan keamanan tersebut tidak berarti, bila ada petugas yang membantu narapidana menyelundupkan
handphone untuk berbisnis narkoba.
Dia mendesak Ditjen PAS lebih mawas diri dengan membenahi petugasnya ketimbang memindahkan para gembong narkoba ke Lapas Nusakambangan. Sehingga tidak ada lagi petugas yang bisa disuap gembong narkoba.
"Beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya dan ini menjadi perhatian khusus. Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini hanya sebatas SOP (standar operasional prosedur) saja," ungkap Arthur.
Baca: Karutan Kelas I Depok Ditangkap Kasus Narkoba
Arthur menuturkan pentingnya pembenahan SDM di tubuh Ditjen PAS. Menurut dia, pembenahan SDM sangat mendesak karena menjadi kunci pemberantasan narkoba di rutan dan lapas.