Jakarta: Sudah lebih dari dua bulan sejak mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tertangkap dalam operasi senyap dugaan korupsi ekspor benih lobster. Sejak penangkapan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali informasi terkait rasuah yang dilakukan Edhy.
Edhy sering mondar mandir di Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa. Lama kelamaan, Lembaga Antikorupsi menduga tindakan korupsi Edhy tidak hanya sekadar suap perizinan ekspor benih lobster.
Teranyar, KPK menduga Edhy melakukan pencucian uang untuk menyamarkan uang hasil korupsi. Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini didalami usai Lembaga Antikorupsi itu mendapatkan informasi bahwa Edhy membeli beberapa barang mewah, mobil, sewa apartemen, wine, hingga tanah menggunakan menggunakan uang haram.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan pihaknya sedang menggali informasi lebih jauh terkait dugaan pencucian uang yang dilakukan Edhy. Namun, kata dia, bukti dugaan pencucian yang dilakukan Edhy ini masih lemah.
"Penerapan pasal TPPU dalam perkara ini setelah dari hasil pengumpulan bukti kemudian disimpulkan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ali kepada Medcom.id, Minggu, 31 Januari 2021.
Hingga saat ini Lembaga Antikorupsi itu masih sibuk mendalami dugaan suap Edhy Prabowo karena tenggat waktu pemberkasan sudah mepet. KPK belum menetapkan pasal pencucian uang ke Edhy.
"Saat ini penyidikan masih fokus pembuktian pasal-pasal suap dengan para tersangka saat ini," ujar Ali.
Meski masih mendalami dugaan suap, bau amis pencucian uang yang dilakukan Edhy makin tercium penyidik. KPK tidak segan menindak Edhy dalam kasus dugaan pencucian uang jika ada bukti tambahan lain.
"Apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga dan lain-lain," tutur Ali.
Diyakini melakukan pencucian uang
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar meyakini Edhy melakukan pencucian uang. Pasalnya, kata dia, sebagian uang Edhy disimpan ke rekening milik tersangka sekaligus staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih.
"Saya kira sudah jelas selain korupsi, dengan menyimpan uang hasil korupsi pada rekening stafnya itu sudah merupakan tindakan penyamaran," ujar Fickar kepada Medcom.id, Minggu, 31 Januari 2021.
Rekening Ainul diduga dijadikan tempat penampungan uang hasil rasuah ekspor benih lobster atas perintah Edhy. Informasi ini didalami KPK saat memeriksa Ainul pada Selasa, 19 Januari 2021.
Baca: Selama Jadi Menteri, Edhy Mengaku Tak Tahu Muasal Uang yang Dikeluarkannya
Uang yang ada di rekening Ainul itu diduga digunakan untuk membeli beberapa kebutuhan pribadi Edhy. Fickar menilai ini bukti permulaan yang bisa menjerat Edhy dalam kasus pencucian uang.
"Dengan membelanjakan atau menyimpannya tidak pada rekening sendiri itu sudah masuk kualifikasi upaya menyamarkan, dan termasuk TPPU," ujar Fickar.
Fickar meminta Lembaga Antikorupsi memproses dugaan pencucian uang yang dilakukan Edhy. Menurutnya, KPK bisa menyelidiki pencucian uang berbarengan dugaan rasuah Edhy tanpa harus menunggu proses persidangan terlebih dahulu.
"Tidak harus menunggu sidang tindak pidana korupsinya, penuntutan TPPU bisa bersama-sama tindak pidana korupsi. Meski juga bisa TPPU terlebih dahulu," tutur Fickar.
Edhy membantah
Edhy membantah barang pribadinya dibeli pakai uang hasil korupsi. Menurutnya, semua barang yang dibelinya berasal dari jerih payahnya bekerja sebagai menteri.
"Saya merasa uang saya," kata Edhy usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 29 Januari 2021.
Edhy mengatakan uang yang dihasilkan olehnya dikelola tersangka sekaligus sekretaris pribadinya Amiril Mukminin. Amiril sudah bekerja di bawah Edhy sejak 2014.
Edhy mengaku tak tahu muasal uang yang digunakannya untuk membeli barang. Pasalnya, seluruh uang yang masuk maupun untuk melakukan pembayaran dikelola oleh Amiril.
"Semua pengambilan uang kegiatan reses, kunjungan kerja, itu kan dicairkan langsung oleh dia (Amiril), sebagai asisten pribadi saya sampai sekarang," ujar Edhy.
Baca: KPK Endus Pencucian Uang di Kasus Dugaan Korupsi Edhy Prabowo
Namun, dia tetap akan menjalankan proses hukum yang sedang dihadapinya. Edhy siap menerima hukuman jika uang yang digunakan untuk belanja barang pribadinya merupakan uang haram.
"Jadi kalau ada uang itu hasil korupsi dan segala macam silahkan dibuktikan saja. Bagi saya, saya sudah menjalankan tugas saya (sebagai menteri)," tutur Edhy.
Duduk perkara kasus
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Sebanyak enam tersangka diduga menerima suap. Mereka adalah Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta, pengurus PT ACK Siswadi, staf istri Menteri KP Ainul Faqih, Amiril Mukminin, serta Edhy Prabowo.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan US$100 ribu dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri, Andreau, dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Diduga, ada monopoli yang dilakukan KKP dalam kasus ini. Sebab ekspor benih lobster hanya bisa dilakukan melalui PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor.
Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Sudah lebih dari dua bulan sejak mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tertangkap dalam operasi senyap dugaan korupsi ekspor benih lobster. Sejak penangkapan, Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) terus menggali informasi terkait rasuah yang dilakukan Edhy.
Edhy sering mondar mandir di Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa. Lama kelamaan, Lembaga Antikorupsi menduga tindakan korupsi Edhy tidak hanya sekadar suap perizinan ekspor benih lobster.
Teranyar, KPK menduga Edhy melakukan pencucian uang untuk menyamarkan uang hasil korupsi. Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini didalami usai Lembaga Antikorupsi itu mendapatkan informasi bahwa Edhy membeli beberapa barang mewah, mobil, sewa apartemen,
wine, hingga tanah menggunakan menggunakan uang haram.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri mengatakan pihaknya sedang menggali informasi lebih jauh terkait dugaan pencucian uang yang dilakukan Edhy. Namun, kata dia, bukti dugaan pencucian yang dilakukan Edhy ini masih lemah.
"Penerapan pasal TPPU dalam perkara ini setelah dari hasil pengumpulan bukti kemudian disimpulkan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ali kepada
Medcom.id, Minggu, 31 Januari 2021.
Hingga saat ini Lembaga Antikorupsi itu masih sibuk mendalami dugaan suap
Edhy Prabowo karena tenggat waktu pemberkasan sudah mepet. KPK belum menetapkan pasal pencucian uang ke Edhy.
"Saat ini penyidikan masih fokus pembuktian pasal-pasal suap dengan para tersangka saat ini," ujar Ali.
Meski masih mendalami dugaan suap, bau amis pencucian uang yang dilakukan Edhy makin tercium penyidik. KPK tidak segan menindak Edhy dalam kasus dugaan pencucian uang jika ada bukti tambahan lain.
"Apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga dan lain-lain," tutur Ali.
Diyakini melakukan pencucian uang
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar meyakini Edhy melakukan pencucian uang. Pasalnya, kata dia, sebagian uang Edhy disimpan ke rekening milik tersangka sekaligus staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan, Ainul Faqih.
"Saya kira sudah jelas selain korupsi, dengan menyimpan uang hasil korupsi pada rekening stafnya itu sudah merupakan tindakan penyamaran," ujar Fickar kepada
Medcom.id, Minggu, 31 Januari 2021.
Rekening Ainul diduga dijadikan tempat penampungan uang hasil rasuah ekspor benih lobster atas perintah Edhy. Informasi ini didalami KPK saat memeriksa Ainul pada Selasa, 19 Januari 2021.
Baca:
Selama Jadi Menteri, Edhy Mengaku Tak Tahu Muasal Uang yang Dikeluarkannya