Jakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai perlunya reformasi institusi penegak hukum di Indonesia. Reformasi ini dianggap penting guna mencegah transaksi jual beli perkara.
"Reformasi institusi penegak hukum khususnya Polri dan Kejaksaan Agung. Memang belum dilakukan oleh pemerintah periode ini dan itu menjadi pekerjaan rumah (PR)," kata Zaenur kepada Medcom.id, Minggu, 6 September 2020.
Zaenur mencontohkan perlunya aturan tegas berbentuk pertanggungjawaban komando. Anak buah yang melakukan tindak pidana, maka pimpinannya mesti dicopot.
"Jadi ada pengendalian dari pimpinan ke anak buahnya," ujar Zaenur.
Reformasi di Polri dan Kejaksaan Agung dinilai membutuhkan grand design yang terarah dari pemerintah. Tata waktu mereformasi juga harus jelas.
Baca: YLBHI: Reformasi Hukum Indonesia Belum Maksimal
Zaenur mencontohkan dalam waktu lima tahun ke depan harus dilakukan reformasi dari sisi budaya kerja, kode etik, pengawasan, dan kesejahteraan. Reformasi juga mesti menyentuh perubahan hukum acara.
"Perubahan hukumnya dari sisi subtansi hukum, khususnya hukum acara," ucap Zaenur.
Menurut Zaenur upaya tersebut mesti didorong oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Namun sejauh ini langkah reformasi institusi penegak hukum belum terlihat wujudnya.
"Sayangnya Kemenkopolhukam belum ada satu pun inisiatif untuk melakukan reformasi institusi penegak hukum, itu yang kita sayangkan. Ke depan itu harus menjadi agenda," ujar Zaenur.
Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyebut adanya cukong untuk mengatur perkara di era Presiden Joko Widodo (Joko Widodo). Kondisi tersebut memperburuk penegakan hukum dan memunculkan tindak pidana korupsi.
Jakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai perlunya reformasi institusi penegak hukum di Indonesia. Reformasi ini dianggap penting guna mencegah transaksi jual beli perkara.
"Reformasi institusi penegak hukum khususnya Polri dan Kejaksaan Agung. Memang belum dilakukan oleh pemerintah periode ini dan itu menjadi pekerjaan rumah (PR)," kata Zaenur kepada
Medcom.id, Minggu, 6 September 2020.
Zaenur mencontohkan perlunya aturan tegas berbentuk pertanggungjawaban komando. Anak buah yang melakukan tindak pidana, maka pimpinannya mesti dicopot.
"Jadi ada pengendalian dari pimpinan ke anak buahnya," ujar Zaenur.
Reformasi di Polri dan Kejaksaan Agung dinilai membutuhkan
grand design yang terarah dari pemerintah. Tata waktu mereformasi juga harus jelas.
Baca:
YLBHI: Reformasi Hukum Indonesia Belum Maksimal