Jakarta: Mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT Dirgantara Indonesia (DI), Irzal Rinaldi Zailani, diminta menjelaskan dugaan penerimaan cashback dari mitra penjualan. Hal itu terungkap saat Irzal diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 1 September 2020.
"Penyidik mengonfirmasi keterangan yang bersangkutan terkait adanya dugaan penerimaan cashback dari mitra penjualan," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 2 September 2020.
Irzal juga diminta menjelaskan mengenai peran aktifnya dalam proses pembuatan kontrak dengan mitra penjualan. Namun, Ali tak membeberkan pihak mitra penjualan yang dimaksud.
Irzal merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI dalam kurun waktu 2007 sampai 2017. Penetapan tersangka bersamaan dengan Direktur Utama PT DI Budi Santoso. Keduanya kini ditahan KPK.
Kasus ini terendus ketika kontrak kerja sama kemitraan antara PT DI yang diteken direktur Aircraft Integration, direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha ditemukan. Kontrak terjadi pada 2008-2018.
Baca: Eks Pejabat Polri Absen dari Panggilan KPK
Mitra tersebut diminta tidak mengerjakan tugas sesuai kontrak. PT DI kemudian membayar nilai kontrak kepada para mitra mulai 2011.
Uang kontrak diberikan setelah kedua tersangka menerima fulus sebagai pemberi pekerjaan. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran dari PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta (Rp126 miliar).
Kedua tersangka dinilai melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kasus ini terendus ketika kontrak kerja sama kemitraan antara PT DI yang diteken direktur Aircraft Integration, direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha ditemukan. Kontrak terjadi pada 2008-2018.
Baca: Eks Pejabat Polri Absen dari Panggilan KPK
Mitra tersebut diminta tidak mengerjakan tugas sesuai kontrak. PT DI kemudian membayar nilai kontrak kepada para mitra mulai 2011.
Uang kontrak diberikan setelah kedua tersangka menerima fulus sebagai pemberi pekerjaan. Selama 2011-2018, jumlah pembayaran dari PT DI kepada enam perusahaan mitra tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta (Rp126 miliar).
Kedua tersangka dinilai melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)