Jakarta: Ahli hukum pidana, Pujiono, membeberkan ketentuan jerat pidana pada korporasi. Perusahaan bisa dijerat jika pelaku pidana merepresentasikan korporasi dalam tindak pidananya.
Hal itu disampaikan Pujiono saat hadir sebagai ahli dari pihak jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur. Kasus itu menjerat PT Adonara Propertindo sebagai terdakwa korporasi.
"Kapan korporasi dipandang melakukan suatu tindak pidana? Yaitu kalau dilakukan oleh pengurus dari korporasi. Pengurus ini yang bisa dalam konteks teori identifikasi itu adalah merefleksikan kehendak dari korporasi atau disebut dengan alter ego (diri kedua) dari pada korporasi," kata Pujiono saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Januari 2022.
Pujiono mengatakan unsur yang bisa dipertimbangkan adalah pihak yang mencerminkan korporasi tersebut. Pihak itu bisa dikatakan yang mengendalikan perusahaan.
Baca: Auditor BPKP: Ada 3 Penyimpangan Pengadaan Tanah di Munjul
"Memungkinkan saja jika kapasitasnya sebagai pengurus, owner atau apapun dalam konteks dia melakukan tindak pidana dan dia sebagai representasi dari korporasi," ucap Pujiono.
Menurut Pujiono, menjerat korporasi sebagai tersangka suatu tindak pidana sejatinya telah tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Beleid itu sudah mengatur ketentuan yang menyangkut masalah atau pertanggungjawaban korporasi.
"Bisa kita lihat bahwa dalam hal ini kemudian yang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya orang tapi juga korporasi, baik secara alternatif maupun kumulatif. Itu tergantung pilihan hukum yang dikehendaki," terang Pujiono.
Kasus dugaan korupsi tanah Munjul menjerat lima terdakwa. Yakni, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Yoory Corneles Pinontoan; Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian; Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene; dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar serta PT Adonara Propertindo sebagai terdakwa korporasi.
Yoory didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp152 miliar. Kerugian terkait korupsi pengadaan tanah di Munjul.
Dia diduga telah memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi. Pihak yang diperkaya adalah para pihak PT Adonara Propertindo.
Jakarta: Ahli hukum pidana, Pujiono, membeberkan ketentuan jerat pidana pada korporasi. Perusahaan bisa dijerat jika pelaku pidana merepresentasikan korporasi dalam tindak pidananya.
Hal itu disampaikan Pujiono saat hadir sebagai ahli dari pihak jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di persidangan kasus dugaan korupsi
pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur. Kasus itu menjerat PT Adonara Propertindo sebagai terdakwa korporasi.
"Kapan korporasi dipandang melakukan suatu tindak pidana? Yaitu kalau dilakukan oleh pengurus dari korporasi. Pengurus ini yang bisa dalam konteks teori identifikasi itu adalah merefleksikan kehendak dari korporasi atau disebut dengan alter ego (diri kedua) dari pada korporasi," kata Pujiono saat persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Januari 2022.
Pujiono mengatakan unsur yang bisa dipertimbangkan adalah pihak yang mencerminkan korporasi tersebut. Pihak itu bisa dikatakan yang mengendalikan perusahaan.
Baca:
Auditor BPKP: Ada 3 Penyimpangan Pengadaan Tanah di Munjul
"Memungkinkan saja jika kapasitasnya sebagai pengurus,
owner atau apapun dalam konteks dia melakukan tindak pidana dan dia sebagai representasi dari korporasi," ucap Pujiono.
Menurut Pujiono, menjerat korporasi sebagai tersangka suatu tindak pidana sejatinya telah tertuang dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Beleid itu sudah mengatur ketentuan yang menyangkut masalah atau pertanggungjawaban korporasi.
"Bisa kita lihat bahwa dalam hal ini kemudian yang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya orang tapi juga korporasi, baik secara alternatif maupun kumulatif. Itu tergantung pilihan hukum yang dikehendaki," terang Pujiono.
Kasus dugaan korupsi tanah Munjul menjerat lima terdakwa. Yakni, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Yoory Corneles Pinontoan; Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian; Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene; dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar serta PT Adonara Propertindo sebagai terdakwa korporasi.
Yoory didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp152 miliar. Kerugian terkait korupsi pengadaan tanah di Munjul.
Dia diduga telah memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun suatu korporasi. Pihak yang diperkaya adalah para pihak PT Adonara Propertindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)